Facebook

Sunday 13 June 2010

Zionisme dan Rasialisme Baru

Dr. Raghid Ash Shulh
(Al Khaleej Emiret)

Ketika Majlis Umum PBB mengeluarkan resolusi no.3379, delegasi Israel di lembaga internasional ini, Yishak Hartezog berdiri dengan memegang kertas berisi copyan dari resolusi ini kemudian merobeknya dan dilemparkan di kerangjang sampah. Ini dilakukan di depan media dunia. Usai keluar resolusi ini, Israel dan organisasi zionis dunia melakukan kampanye anti resolusi ini. Bukan hanya itu, mereka melakukan kampanye anti lembaga PBB yang mengeluarkan resolusi ini. Puncak kampanye ini, Yishak Shamer, presiden Israel kala itu menuntut agar membubarkan PBB dan mendirikan lembaga internasional yang hanya beranggotakan Negara-negara Barat saja.

Seperti biasa, reaksi atas keluarnya resolusi PBB bukan dari Israel saja namun juga nimbrunng pemerintah Amerika yang mengecam resolusi ini dan berupaya menghapusnya. Kampanye ‘Israel’ – Amerika anti resolusi ini berlangsung secara panas hingga perimbangan kekuatan internasional dengan runtuhnya Uni Soviet dan kekalahan Irak dalam perang Amerika – Irak tahun 1991. Saat itulah, peluang untuk menghapus resolusi 3379 ini terbuka setelah George Bush senior menyebut resolusi itu sebagai aib bagi PBB.

Israel dan Amerika pendukung zionis memiliki faktor-faktor untuk mendeklarasikan perang anti resolusi dan para pendukungnya. Resolusi tersebut menohok Israel secara telak. Resolusi ini menguak kedok gerakan zionisme sebagai gerakan rasialisme dan dicabut legalitasnya, seperti yang diungkapkan oleh seorang pengamat internasional. Mungkin Israel menyadari isi resolusi lebih penting dari pihak yang mengeluarkannya. Israel dan Amerika menyadari pentingnya konflik pemikiran dan politik di level internasional dan kemanusiaan. Adapun bangsa Arab yang memiliki hak-hak sejarah dalam konflik dengan Israel dan dengan gerakan zionisme, justru cenderung menganggap enteng factor-faktor konflik yang memiliki latar belakang sejarah. Adakah langkah ini memiliki legitimasi? Alasannya klasik. Mereka menganggap bahwa dunia hanya mengerti bahasa (kekuatan) kekerasan. Ini logika salah dan merugikan. Senjata sendiri – padahal Arab tidak pernah sekalipun unggul dari Israel dalam hal militer – tidak selalu menentukan konflik-konflik sepanjang sejarah. Ekperimen Perang Dingin dan hancurnya Uni Soviet adalah bukti paling kuat dalam hal ini. Sungguh sebuah keputus-asaan yang tidak pada tempatnya jika menyalahkan standar keadilan internasional yang tidak adil, opini publicnya yang tidak berpihak dan putus ada bahwa hakikat sebenarnya memiliki pengaruhnya di kalangan bangsa-bangsa dan pemerintah di dunia.

Sebaliknya, kita menyaksikan setiap hari prakarsa demi prakarsa berlebel pemikiran, ilmiah, politik tingkat tinggi yang membenarkan muatan resolusi PBB no. 3379 terhadap gerakan zionisme.

Beberapa tahun lalu, Presiden Amerika Jimmy Charter menandatangani bukunya yang baru “Palestina; tidak ada rasial tapi perdamaian,” di buku ini Charter mengkritik Israel berkali-kali karena mereka melanggar resolusi PBB dan melakukan politik rasialisme yang jauh lebih jahat dari pada politik yang dilakukan oleh Apartaid di Afrika selatan.

Segera saja, kaum zionis menuduh penulis buku ini sebagai terpengaruh oleh Islam. Namun tuduhan ini tidak mengurangi kredibelitas Charter di dunia. Ia adalah pengawal pernajanjian Camp David yang memberikan banyak pelayanan kepada Israel ketika menekan agar perjanjian ini ditandatangani. Ia memperoleh nobel perdamaian. Sejumlah hakikat yang diungkap Charter dalam bukunya dan kritikannya kepada Israel yang rasial akan meninggalkan banyak pengaruh, terutama pada opini public Amerika.

Di antara prakarsa pemikiran penting adalah buku Eilan Pabeh, sejarawan Israel yang berjudul “clansing rasis di Palestina”. Buku adalah kesaksian sejarah yang anti zionisme, mengungkap hakikat-hakikat baru terkadang berdasarkan arsip Israel sendiri soal aksi pengusiran paksa yang dilakukan oleh organisasi Yahudi seperti Hagana dan Centrin terhadap Palestina.

Buku ini mengungkap bagaimana dua organisasi di atas melakukan pembersihan secara utuh tahun 1947 terhadap desa-desa, wilayah Palestina untuk mengusir warga Palestina lari dari kampong halaman mereka. Buku ini juga menceritakan dokumentasi sejarah baagaimana rencana-rencana penghancuran rumah mengusir penghuninya, pembunuhan masal dan penghancuran pabrik-pabrik Palestina. Buku ini juga mengejek klaim Israel bahwa warga Palestina meninggalkan kampong halaman mereka karena menuruti pemimpin Arab dan bukan karena terorisme Israel.

Penulis buku yang dari Israel terancam diusir dari universitas Haiva tempatnya mengajar. Namun simpati dan dukungan terhadapnya dari dunia akademi akan mengalir deras.

Dua buku baru di atas merupakan ungkapan kesadaran dunia yang terus berkembang mengungkap hakikat zionisme da bahayanya bagi dunia. Fenomena ini seharusnya mengembalikan konflik Israel – Arab kepada posisi yang sebenarnya yakni sebagai konflik antara masyarakat internasional di satu sisi dan antara gerakan zionisme Israel di Timteng di sisi lain. Barangkali sangat tepat jika Arab mulai bergerak menghidupkan kembali resolusi 3378 atau menuntut dikeluarkannya resolusi baru. Mulai bergerak bukan berarti tergesah-gesah akan hasilnya. Harus tetap menyiapkan semua pemikiran politik terhadap gerakan anti rasialisme. Gerakan rasialisme bukan saja terhadap rasialisme zionisme namun juga di Negara kita sendiri atau dalam level wanana pemikiran.


0 comments:

Post a Comment