Facebook

Tuesday 3 November 2009

Menjadi Generasi Gemilang

Kamu pernah dengar nama-nama beken dan keren kayak Imam Syafi’i, Ibnu Abbas, Umar bin Abdul Aziz, Ali bin Abi Thalib; Sufyan ats-Tsauriy; Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Ibnu Sina, al-Khawarizmi dan ratusan bahkan ribuan nama-nama generasi emas yang dilahirkan Islam? Atau jangan-jangan nama-nama ini kalah sama idola kamu saat ini: Pasha, Bams, Tompi, Luna Maya, Titi Kamal, dan Omaswati? Hehehe.. maaf-maaf aja, kalo kamu lebih kenal deretan nama yang kedua, berarti sungguh sangat memprihatinkan. Why?

Yup, sebab deretan nama-nama yang disebut pertama adalah nama-nama ulama dan ilmuwan Islam dari generasi sahabat, tabiin, tabiut tabiin, dan salafus shalih Sementara nama-nama di deretan kedua adalah seleb di dunia hiburan saat ini. Jelas beda dong kelas dan kualitasnya.

Oke. Back to laptop, eh, back to tema. Iya, seenggaknya kita bisa merenung dengan deretan nama ulama dan ilmuwan Islam tersebut. Betapa hebatnya Islam memoles manusia biasa menjadi yang luar biasa. Manusia yang sederhana menjadi manusia istimewa. Oya tentu, di atas nama-nama itu, Muhammad Rasulullah saw. adalah orang yang paling keren dan beken dalam sejarah panjang peradaban Islam dan peradaban manusia.

Sobat, kamu pasti pada penasaran dong kenapa mereka bisa sampe “dahsyat” dan “luar biasa”, iya kan? Hmm.. mari kita temukan jawabannya dalam tulisan ini. Kita akan eksplor beberapa nama yang bisa mewakili betapa hebatnya Islam dalam mendidik dan mengarahkan manusia menjadi lebih mulia. Nggak kayak sekarang, dalam kehidupan masyarakat yang dinaungi kapitalisme-sekularisme, tumbuh banyak generasi ‘sampah’ ketimbang generasi emasnya. Menyedihkan banget!

Oya, itung-itung ‘memperingati’ Hardiknas yang jatuh pada 2 Mei (nah, pas tulisan ini dibuat memang tepat tanggal 2 Mei 2007), maka STUDIA juga bahas tentang pendidikan. Tapi, STUDIA ingin fokus bahas tentang generasi gemilang yang berhasil dihasilkan peradaban Islam. Generasi yang dididik oleh keluarga yang hebat, dididik oleh masyarakat yang peduli, dan dibina negara yang bertanggung jawab. Sebab, jujur aja bahwa keluarga dan masyarakat yang hebat seperti ketika Islam digdaya itu adalah hasil dari pemerintahan yang menerapkan Islam sebagai ideologi negara. Sudah terbukti kok. Sumpah!



Lahir dari keluarga hebat

Ibnu Qayyim al-Jauziyah pernah menyampaikan bahwa, “Bila terlihat kerusakan pada diri anak-anak, mayoritas penyebabnya adalah bersumber dari orangtuanya.” Nah, lho. Benar firman Allah Swt. yang tercantum dalam al-Quran agar kita waspada dengan anak-keturunan kita dan diwajibkan untuk menjaga diri kita dan diri mereka dari siksa api neraka:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS at-Tahrim [66]: 6)

Sabda Rasul saw.: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orangtuanyalah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi. (HR Bukhari)

Bro, untuk bisa dapetin keluarga yang hebat dalam mendidik anak, hebat dalam kualitas keimanannya kepada Allah Swt., tentunya kita sendiri wajib menjadi baik berdasarkan tuntutan dan tuntunan ajaran Islam yang benar pula. Kita dan calon pasangan hidup kita kudu baik dua-duanya. Sebab, tentu bagai pungguk merindukan bulan berharap dapet keturunan yang berkualitas tapi kita sendiri sebagai ayahnya atau ibunya nggak taat total sama Allah Swt. dan RasulNya. Iya nggak sih? So, mari kita menjadi baik dan mencari pasangan yang baik pula suatu saat nanti.

Ini mutlak dipenuhi. Sebab, hanya dari keluarga hebat yang menanamkan nilai-nilai Islam kepada anak-anaknya yang akan melahirkan generasi gemilang super keren. Kamu pernah tahu Zubair bin Awam? Ia adalah salah seorang dari pasukan berkudanya Rasulullah saw. yang dinyatakan oleh Umar ibnul Khaththab, “Satu orang Zubair menandingi seribu orang laki-laki.” Ia seorang pemuda yang kokoh akidahnya, terpuji akhlaknya, tumbuh di bawah binaan ibunya, Shafiyah binti Abdul Muthalib, yakni bibinya Rasulullah atau saudara perempuannya Hamzah ra (pamannya Nabi). Wuih, pantes aja keren!

Ali bin Abi Thalib juga nggak kalah keren. Sejak kecil hidup bersama Rasulullah saw. (bahkan masuk Islam pada usia 8 tahun), beliau adalah pemuda teladan bagi pemuda seusianya. Beliau dibina langsung oleh ibunya, yakni Fathimah binti Asad dan yang menjadi mertuanya, Khadijah binti Khuwailid ra. Waduh, jaminan mutu dah!

Begitu pula dengan Abdullah bin Ja’far, seorang bangsawan yang terkenal kebaikannya. Beliau dididik langsung oleh ibunya yang bernama Asma binti Umais.

Sobat, tiga nama ini tentu menjadi bukti bahwa bakalan lahir generasi hebat dan gemilang jika keluarganya juga hebat. Tentu keluarga seperti ini pasti udah menyiapkan generasi penerusnya agar lebih baik dari mereka. Nggak main-main, gitu lho.

Kalo kamu belum puas dengan tiga nama tadi, Islam masih memiliki Umar ibnu Abdul Aziz. Beliau pernah menangis sedih ketika usianya masih sangat kecil. Ibunya bertanya kenapa Umar menangis? Beliau menjawab, “Aku ingat mati, Bu!” Saat itu, beliau sudah hapal al-Quran. Mendengar jawaban sang buah hati, ibunya pun menangis terharu. Duh, pantes aja udah dewasanya beliau menjadi Khalifah (kepala negara pemerintahan Islam). Subhanallah!

Boys, berkat didikan dan pembinaan ibunya yang shalihah, Sufyan ats-Tsauriy tumbuh menjadi ulama besar dalam bidang hadist. Saat ia masih kecil ibunya berkata padanya, “Carilah ilmu, aku akan memenuhi kebutuhanmu dengan hasil tenunanku.” Wuih, berbahagialah memiliki ibu yang bisa memotivasi kita untuk menjadi lebih baik. Benar-benar udah disiapkan dengan matang. Semoga kita juga bisa seperti beliau-beliau ya. Amin. Sekarang belum terlambat kok untuk berbenah. Insya Allah.

Girl, sosok ayah juga kerap mampu memberikan warna bagi anak-anaknya. Kalo baik dalam mendidik anaknya, insya Allah akan melahirkan generasi yang super keren. Salah satunya adalah ulama penulis tafsir Fizilalil Quran, yakni Syaikh Sayyid Quthb. Beliau menyampaikan testimoni untuk ayahnya, “Semasa kecilku, ayah tanamkan ketakwaan kepada Allah Swt. dan rasa takut akan hari akhirat. Engkau tak pernah memarahiku, namun kehidupan sehari-harimu telah menjadi teladanku, bagaimana prilaku orang yang ingat akan hari akhir.” (Majalah al-Muslimun No. 298, Januari 1995)

Duh, keluarga yang hebat. Maka, wajar pasti akan lahir generasi gemilang hasil pendidikan keluarga yang keren seperti itu. Pantas saja Imam Syafi’i udah bisa hapal al-Quran seluruhnya pada usia 7 tahun dan menjadi qadhi (hakim) pada usia 17 tahun. Luar biasa dan super genius!



Di bawah lindungan negara

Sobat, generasi gemilang Islam juga bisa kian mengkilap setelah ‘diproduksi’ oleh pemerintahan yang menerapkan Islam sebagai ideologi negara. Untuk mencerdaskan kaum Muslimin dan rakyatnya secara umum, Khilafah Islamiyah menyediakan lembaga-lembanga keilmuan. Islam membangun ribuan al-Katatib, yakni wadah keilmuan untuk mempelajari al-Quran, menulis dan berhitung. Dibudayakan juga diskusi-diskusi keilmuan di masjid-masjid untuk melayani pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat soal fikih, hadis, tafsir dan bahasa. Bahkan Muqri Rasy’an bin Nazhif ad-Dimasyqi mendirikan lembaga keilmuan Quran (untuk mempelajari al-Quran) pada tahun 400 H di Damaskus. Sementara khusus untuk hadis, didirikan oleh Nuruddin Mahmud bin Zanky, juga di Damaskus. Selain itu, madrasah (sekolah) dan Jami’ah (universitas) juga didirikan.

Al-Hakam bin Abdurrahman an-Nashir telah mendirikan Universitas Cordova yang saat itu menampung (mahasiswa) dari kaum muslimin maupun orang Barat. Selain itu dibangun pula Universitas Mustanshirriyah di Baghdad. Sekadar tahu aja, universitas-universitas ini telah mencetak para ilmuwan yang pengaruhnya mendunia hingga saat ini melalui berbagai temuan-temuannya, seperti al-Khawarizmi, Ibnu al-Haisam, Ibnu Sina, Jabir bin Hayan, dan lainnya (Muhammad Husein Abdullah, Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam, hlm. 158-159)

Hasil pendidikan dan penyediaan fasilitas yang bagus ini paling nggak dalam sejarah tercatat beberapa perkembangan ilmu pengetahuan dan penemuan oleh ilmuwan-ilmuwan Muslim. Beberapa di antaranya: bidang kedokteran (kaum muslimin berhasil mengembangkan teknik pembiusan untuk pertama kalinya dalam sejarah kedokteran dunia, dikembangkan juga teknik operasi, pendirian rumah sakit dan obat-obatan).

Dalam ilmu kimia (di sini kaum muslimin mengenalkan istilah alkali, menemukan amonia, teknik destilasi atau penyulingan, penyaringan, dan sublimasi, memperkenalkan belerang dan asam nitrit, mempopulerkan industri kaca dan kertas, serta penemuan lainnya). Dalam ilmu tumbuh-tumbuhan (melakukan penelitian terhadap tumbuh-tumbuhan yang bisa digunakan untuk pengobatan, bahkan mengklasifikasikan berbagai jenis tumbuhan).

Terus, dalam ilmu pengetahuan alam (penemuan neraca, penemuan pendulum untuk jam dinding, ilmu optik, dan telah mampu merumuskan perbedaan antara kecepatan cahaya dan kecepatan suara, termasuk kaum muslimin berhasil menemukan teknologi kompas magnetis untuk mengetahui arah mata angin); matematika (berhasil dikembangkan perhitungan desimal dan kwadrat, juga menciptakan berbagai rumus) (O. Solihin, Yes! I am MUSLIM, hlm. 315-316)

Bro, kalo mo ditulis semua kayaknya nggak bakalan cukup cuma di satu edisi buletin kesayangan kamu ini. Mungkin perlu beberapa edisi. Tapi yang pasti, kita pun bisa menjadi generasi gemilang seperti pendahulu kita tersebut. Insya Allah bisa dengan mencontoh model pendidikan yang dikembangkan Islam.

Ya, sebab tujuan pendidikan dalam Islam adalah (1) membentuk manusia agar memiliki kepribadian Islam, (2) mengarahkan peserta didik agar bisa menguasai tsaqafah Islam, (3) menciptakan manusia yang ngerti soal iptek, dan (4) Islam mendidik manusia agar memiliki keterampilan yang memadai untuk pelengkap dalam kehidupannya.

So, tentunya dibutuhkan jaringan dan kerjasama pembinaan yang mantap antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan juga negara. Semua komponen wajib serius dan penuh perhatian untuk menghasilkan generasi gemilang. Jangan sampe beda arah dan salah mendidik, sehingga ketika di rumah udah oke, eh, di sekolah nggak benar (atau sebaliknya) karena beda cara dan kebijakan. Nggak banget!

Yuk, kalo emang benar meneladani Rasulullah saw., maka kita teladani juga cara beliau dalam mendidik manusia dengan Islam.



Monday 2 November 2009

Selamat Menempuh 'Hidup Baru'

Lingkungan baru, temen-temen baru, atau guru-guru baru. Kondisi ini yang sering ambil bagian dalam balada para siswa baru saat menginjakkan kakinya di sekolah baru. (Hmm…jadi nostalgia deh. Inget waktu masih muda). Yup, memasuki lingkungan baru di sekolah emang punya daya tarik tersendiri. Ada yang bikin bahagia, tapi nggak sedikit juga yang bikin manyun. Ih sebel deh!

Yang bikin bahagia, apalagi kalo bukan petualangan menaklukkan lingkungan baru. Berusaha mencairkan kekakuan antara kita dengan orang-orang ‘aneh’ yang baru dilihat. Atau saat kita mulai mengkoleksi ‘benda-benda’ yang bikin kita tetep semangat untuk berangkat sekolah. Mulai dari temen deket, tempat ngeceng, jajanan favorit, guru favorit, lawan jenis favorit, kakak kelas favorit, sampe penjaga pintu gerbang favorit (biar bisa diizinin masuk kalo kesiangan). Seru kan?

Yang bikin manyun, biasanya kita dianggap junior alias anak bawang yang udah dikutuk kudu ngikutin segala bentuk aturan tak tertulis dari para senior. Hiks..hiks..hiks.. Terutama pas hari pertama jalanin masa-masa orientasi atau perkenalan. Bukannya karpet merah atau sambutan meriah yang kita dapet, malah seabrek tugas untuk membawa barang-barang aneh bin ajaib keesokan harinya. Bayangin aja, udah mah rambut di multi-kepang (kepang banyak) pake tali rapia, tas dari keresek item, kaos kaki bola, masih kudu bawa telor seperempat matang atau guling yang isinya benang. Kalo nggak cerdas, alamat kena hukuman tuh. Ampun dah!

Santai aja sobat, suka dan duka di sekolah baru, emang udah biasa. Yang nggak boleh dianggap biasa, saat kita bikin masalah atau malah jadi biang masalah di lingkungan baru. Kita bakal dianggap songong ama kakak kelas, dicemberutin temen seangkatan, dan yang lebih parah berurusan dengan pihak sekolah. Berat tuh tanggung jawabnya. Makanya mumpung masih jadi siswa baru, dari awal kita bikin kesan yang baik untuk semua. Biar pendidikan kita lancar dan yang penting nggak bikin ortu kecebong eh kecewa. Yuk?



Saatnya mencari bekal

Sobat, kisah petualangan kita selaku siswa baru di sekolah baru pastinya diawali saat masa orientasi yang unforgetable. Yup, sejak saat itu pelan-pelan tapi pasti, tanpa kita sadari otomatis kita ngumpulin ‘bekal’ buat jalanin hari-hari berikutnya. Emang, bekal apa sih yang doyan dikumpulin siswa baru?

Pertama, teman. Keberadaan seorang teman udah jadi kebutuhan primer buat kita dalam bergaul. Apalagi saat memasuki sekolah baru. Berburu teman pantes diagendakan di awal-awal sekolah. Selain bisa berbagi rasa, kecewa, atau bahagia, adanya teman juga bikin kita nggak sendiri dalam lingkungan yang belum dikenal. Meski penting punya teman, bukan berarti kita dapetinnya asal. Bukan berarti pula kita sampe perlu ngadain audisi untuk nyari teman. Ribet amat. Yang penting, kita punya temen selevel sahabat yang saling bantu baik materil maupun spirituil. Kayak Audi dan Nindi gitu deh. Ehm..

Kedua, tempat tinggal (buat yang nge-kost). Untuk pelajar atau mahasiswa yang dateng jauh-jauh dari luar kota, nyari tempat tinggal sementara buat nge-kost nggak bisa disepelein. Selain untuk menghemat ongkos, jadi anak kost punya keuntungan bisa belajar bareng dan lebih bersosialisasi dengan teman sebaya atau masyarakat luas. Nggak heran kalo di lingkungan kampus, aneka macam kost sudah tersedia. Dari yang murah meriah hingga yang mewah dengan fasilitas serba wah. Sesuaikan aja dengan kocek ortu.

Ketiga, kakak kelas. Sebagai senior, kakak kelas yang udah duluan makan asam garam (nggak ada kerjaan ya pake makanin asem ama garem segala) di sekolah pasti punya segudang pengalaman berharga. Pengalaman suka-duka mereka bisa bantu kita lebih siap menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Syukur-syukur nggak cuman pengalaman yang mereka wariskan, tapi juga buku pelajaran yang masih bisa dipake. Lumayan dari pada beli. Seperti kata tukang loak, biar bekas yang penting berkualitas. Makanya, punya kenalan kakak kelas itu penting. Tinggal pandai-pandai kitanya aja nempatin diri di hadapan senior. Nggak pake SKSD (sok kenal sok deket) atau cuek bebek. Yang wajar-wajar aja lah. Ekoy, eh, okey?

Keempat, kegiatan. Setiap sekolah pasti punya kegiatan ekstra kurikuler sebagai media penyaluran bakat seni, olahraga, intelektual, atau agama bagi para siswanya. Nggak ada salahnya kalo kita ambil salah satu. Siapa tahu bisa menggali bakat kita yang terpendam. Plusnya lagi, para penghuni eks. skul biasanya nggak bikin gap meski beda generasi dan latar belakang. Temen beda kelas, kakak kelas, alumni, sampe guru semuanya berbaur. Itu artinya kita bakal punya lebih banyak temen dan kenalan. Asyik dong?



Ngumpulin bekal yang asyik

Sobat, daftar perbekalan yang kita kumpulin untuk ngadepin situasi kondisi di lingkungan sekolah baru selalu punya dua kencenderungan. Baik dan buruk. Tergantung bekal seperti apa yang kita pilih. Itu sebabnya, kita kudu hati-hati bin selektif dalam memilihnya. Bukannya pilih kasih, cuma jaga-jaga aja. Kalo salah pilih, bukannya membantu malah menjerumuskan kita. Berabe banget kan?

Pertama, teman. Untuk urusan temen, Rasulullah saw. mengingatkan kita dalam sabdanya: “orang itu mengikuti agama teman dekatnya, karena itu perhatikanlah dengan siapa ia berteman dekat” (HR. Tirmidzi)

Teman yang baik akan memberikan pengaruh yang baik buat kita. Dalam belajar, bergaul, atau menghadapi masalah. Sehingga kita merasa nyaman bersamanya tanpa khawatir melupakan kewajiban belajar atau beribadah pada Allah Swt. Itu berarti teman yang baik nggak sungkan untuk saling menasihati dan mengingatkan di saat khilaf. Figur teman yang baik model gini lahir dari ketaatannya pada Allah dan RasulNya. So, carilah teman yang bisa ngajak kita untuk taat, bukan bermaksiat. Kalo soal penampilan, itu mah selera masing-masing. Silahkan aja pilih yang borju, gaul, sporty, tawadhu, funky, atau nyantri, yang penting takwa. Yuk!

Kedua, tempat tinggal. Selain teman, lingkungan sekitar juga punya pengaruh yang kuat dalam membentuk watak dan karakter kita. Abu Musa meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “perumpamaan tentang teman duduk yang shalih dan teman duduk yang buruk adalah ibarat penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Maka dari penjual minyak wangi kalian bisa mendapatkan minyak wangi atau mencium keharumannya, sedangkan dari tukang pandai besi kalian bisa terjilat api yang membakar pakaian atau kalian akan terkena asapnya. (HR Bukhari)

Saran kita carilah tempat tinggal/kost-an yang nyaman untuk belajar; kondusif dalam membentuk kebiasaan baik (good habit) kita sehari-hari; mengajarkan kita untuk mandiri dan disiplin; mendorong diri kita untuk lebih dekat dengan Allah Swt. Seperti bangun tidur on time untuk shalat shubuh, berolahraga, menjaga kebersihan kost-an, ada waktu untuk mencairkan sikap ego bin individualis antar penghuni, dan yang terpenting ada kegiatan keagamaan yang membantu kita mengenal Islam lebih dalam. Hmm...indahnya....

Ketiga, kakak kelas. Menjaga hubungan baik dengan kakak kelas bukan semata-mata jadi kambing congek yang melulu dengerin pengalamannya, pengen jadi ahli waris buku pelajarannya atau malah nyari ‘beking’ (pelindung) lho. Walaupun ada oknum kakak kelas yang jutek, sok kuasa, atau gila hormat, kita tetep menghormatinya sebagai senior yang udah duluan menghuni sekolah. Jadi hubungan baik dengan mereka lantaran kita satu keluarga besar dalam sekolah yang sama.

Di sisi lain, kita boleh aja deket (bukan pacaran lho) dengan kakak kelas sejenis (cowok-cowok atau cewek-cewek). Karena secara pribadi mereka bisa kita jadikan panutan. Untuk urusan ini, baiknya kita dekat dengan senior yang punya track record bagus. Baik dari sisi prestasi akademis maupun perilaku. Agar bisa ngasih pengaruh yang baik juga buat kita.

Keempat, kegiatan. Untuk yang satu ini, kita sarankan carilah komunitas pengajian sebagai kegiatan utama. Bukan apa-apa, karena kegiatan ini yang paling besar manfaatnya buat kebaikan kita di dunia dan akhirat. Di tempat ini, kita bisa bersama-sama belajar mengenal Islam lebih dalam. Sama-sama membangun benteng akidah yang akan menjaga diri kita dari pengaruh buruk lingkungan. Dan yang terpenting, kita termotivasi untuk melatih diri agar menjadi orang yang bermanfaat untuk keluarga, lingkungan, dan umat. Siip kan?



Kenalilah diri kita

Sobat, status junior bukanlah aib yang kudu dibenci. Apalagi sampe punya niat untuk balas dendam kalo udah jadi senior. Idih, nggak lah yauw!

Makanya nggak usah pake minder atau ngerasa rendah diri cuma lantaran status kita junior. Justru kita kudu bersyukur. Soalnya, sebagai pendatang baru yang belum banyak tahu biasanya punya rasa ingin tahu yang gede. Rasa penasaran ini bisa jadi modal buat kita untuk menimba ilmu. PDOD alias percaya diri over dosis tanya sana-sini-situ ama guru, kakak kelas, satpam, tukang bersih-bersih sekolah, atau para penjual di kantin. Ujung-ujungnya kita punya kenalan banyak dan punya banyak info tentang lingkungan baru kita. Asyik kan? Yuuk!

Dan yang kita nggak boleh lupa, suatu saat kita akan dapat giliran menggantikan orangtua yang udah waktunya turun tahta. Itu berarti keberadaan kita sekarang akan melanjutkan kehidupan di masa depan. Untuk diri kita, lingkungan, masyarakat, maupun umat. Tolong dicatat ye.

Itu sebabnya, mumpung kita masih muda, galilah ilmu di mana saja, kapan saja, dan dari siapa saja. Hiasilah hari-hari kita dengan mengulang pelajaran sekolah, membaca buku/bacaan yang bermanfaat, atau nonton berita untuk mengetahui kondisi saudara-saudara kita di belahan dunia lain. Bergeraklah. Jangan biarkan diri kita seperti air yang menggenang yang akan berbau busuk dan menjadi sarang penyakit. Jadilah air yang mengalir yang akan memberikan manfaat pada setiap jalan yang dilaluinya.

Kembangkanlah potensi yang kita miliki untuk kebaikan, kemaslahatan orang lain, dan dakwah Islam. Jangan biarkan kita tergoda untuk mencicipi jalan pintas meraih popularitas melalui ajang pencarian bakat seperti yang kini marak tayang di televisi. Jauhkanlah bayangan bahwa semua kesuksesan akan mendatangkan keuntungan materiil yang melimpah di atas piring emas. Yang ada, justru kemenangan terburuk akan kita peroleh jika selalu dan hanya mengukur kesuksesan dengan keuntungan duniawi. Berlombalah mendapatkan kemenangan terbaik ketika ridha Allah selalu menyertai setiap perilaku kita.

Terakhir, mari kita sama-sama menjadi pengemban dakwah Islam yang handal. Generasi muda yang rindu surgaNya. Sebagaimana tercermin pada sosok pemuda pahlawan Islam seperti Thariq bin Ziyad yang menaklukkan Spanyol atau Muhammad al-Fatih yang menaklukkan Konstantinopel (Istambul). Nah, kalo nggak sekarang, kapan lagi, coba? Selamat menempuh ‘hidup baru’!



Sunday 1 November 2009

Setelah Putus Pacaran

Stop Press!! Artikel ini khusus buat mereka yang berpacaran dan pernah punya pacar. Waduh, gimana dong nasib mereka yang hidupnya lurus-lurus aja alias nggak pernah pacaran? Masa’ nggak boleh ikutan baca? Hehe... tentu boleh dong. Siapa tahu ada orang-orang di sekeliling kamu yang membutuhkan, padahal kamu masih belum punya pengalaman, kamu tinggal kasihkan artikel STUDIA edisi kali ini. Asyik kan?

Masa pacaran, siapa sih yang nggak panas-dingin bila mengenangnya? Panas-dingin karena teringat indahnya. Tapi bisa juga panas-dingin karena takut dosanya. Yang pasti sih, saya yakin kamu udah pada insaf kalo pacaran tuh cuma ajang menumpuk dosa akibat baku syahwat yang melanggar syariat. Kalo masih belum yakin juga, kamu bisa baca-baca lagi file STUDIA yang lalu-lalu biar ingatanmu fresh lagi.

Nah, udah ingat lagi kan? Kamu yang dulu memutuskan si dia karena takut dosa. Kamu yang memutuskan kekasih karena insaf. Kamu yang tak mau lagi mempunyai ikatan nggak sah. Kamu yang udah nyadar dan nggak pingin mengulangi lagi. Entah kenapa tiba-tiba aja bayangan si dia nongol lagi dalam benakmu.

Tiba-tiba aja nggak sengaja ketemu di angkot. Atau di tempat les bahasa Inggris. Atau bisa juga karena kamu yang lagi beres-beres kamar menemukan satu lembar foto doi dalam pose yang bikin kamu tersepona. Tapak kenangan dirinya ternyata belum hilang sepenuhnya dari benakmu. Duh... gimana menyikapi rasa ini?

Padahal kamu tahu bahwa jalinan cinta itu tak mungkin lagi untuk diulang. Ia hanya penggalan masa lalu yang kudu dikubur dalam-dalam. Terus, gimana dong?



Ketika si dia hadir kembali

Setelah beberapa saat mampu melupakan bayangan dirinya, tak disangka tak diduga tiba-tiba si dia hadir lagi dalam kehidupanmu. Kehadirannya pun mampu menghadirkan suasana haru-biru yang dulu pernah singgah di hatimu. Meski kalian sudah tak ada lagi ikatan, kenangan lama itu begitu indah untuk dilewatkan begitu saja. Bagaimana pun, kamu masih menyimpan direktori memori itu dalam salah satu sudut hati. Ehem...

Tenang aja, yang namanya perasaan itu bersifat ghoib kok, nggak terlihat. Karena nggak terlihat maka tak bisa pula dikenai hukum. Tapi meskipun bebas dari hukum, bukan berarti kamu bisa bebas juga membiarkannya tanpa batas. Catet ye!

Bukanlah ada Yang Maha Mengetahui baik yang ghoib dan yang nyata? Ya, meski tak ada satu pun teman yang memergoki, tapi kamu pantas malu dong sama Dia. Ia Yang Maha Memantau kondisi hatimu. Lagi pula, kalo yang namanya rasa, meski nggak terlihat tapi ia akan membekas pada perbuatan. Jadi, bisa aja kamu tanpa sadar menyebut namanya. Atau setengah pingsan berusaha lewat depan kelasnya hanya demi bisa melihat sosoknya meski sekilas. Duh... sampe sebegitunya ternyata kalo perasaan dimanjakan.

Padahal sedari awal ketika kamu mengambil keputusan untuk mem-PHK dia, kamu sudah sadar sesadar-sadarnya bahwa pacaran adalah salah satu jalan syaitan untuk mengajak maksiat. Karena kamu nggak mau jadi teman syaitan, maka kamu pun nggak mau lagi pacaran. So, sebetulnya kamu itu udah paham kok bagaimana menyikapi pacaran. Cuma yang kamu agak nggak paham adalah menyikapi kenangan yang kadangkala timbul tenggelam kayak tanpa dosa, gitu.

Apalagi biasanya mereka yang sebelumnya menjadi aktivis pacaran, biasanya rentan banget untuk diajak balik oleh sang mantan. Memang sih nggak semua, cuma jaga-jaga aja kalo ternyata kamu ternyata adalah tipe yang lemah ini. Waspadalah!



Hati-hati musang berbulu domba

Jangan terjebak dengan bujuk rayu dunia. Entah sang mantan ngajak balik, or ada ikhwan berbulu domba yang ngajakin kamu pacaran dengan bingkai Islam. Mulutnya manisnya ngajak ta’aruf tapi aktivitasnya nggak beda jauh dengan pacaran. Eh, ternyata karena si ceweknya lemah iman (tentu cowoknya juga dong), mau aja ia nginap berhari-hari di rumah si ikhwan tanpa hajat alias keperluan syar’i yang jelas, misalnya.

Meskipun sudah jadi calon suami dan bawa teman sekampung, kamu masih belum boleh tuh nginap di rumahnya. Apalagi pake acara pelesir ke tempat-tempat rekerasi. Duh duh... di mana pemahaman kamu tentang hukum syara’ selama ini? Or jangan-jangan kamu bolos ya waktu pembahasan topik pergaulan dalam Islam? Atau.. memang nggak paham?

Kamu kudu hati-hati, saat ini banyak ikhwan jadi-jadian kayak gini. So, biar kamu nggak terjerumus lagi, niatkan hijrahmu ini karena Allah saja, bukan yang lain. Lalu berkumpullah dengan orang-orang sholeh dalam hal ini akhwat-akhwat sholihah yang menjaga diri dan pergaulan. Dengan berkumpul bersama mereka, akan ada orang yang akan menjaga dan menasihati kamu bila akan salah langkah.

Kalo sudah sampe pada tataran ini, kamu kudu introspeksi. Apa yang salah pada dirimu? Kenapa bayangan doi masih menari-nari? Kenapa kenangan itu sulit dihapus dari hati?

Pertama, mungkin saja kamu lagi krisis hati yang bermula dari kekurangdekatan kamu pada Yang Maha Membolak-balik hati. Kamu masih punya sekian banyak waktu luang sehingga terbuka peluang untuk bengong. Padahal yang namanya syaitan itu paling demen masuk pada momen ini. Panjang angan-angan dengan banyak melamun.

Kedua, ganti ‘kacamata’ yang kamu pake. Si mantan boleh jadi adalah seseorang yang terlihat begitu perfect di matamu. Udah cakep, tajir, ramah, baik hati, suka menolong, rajin menabung, patuh pada orang tua, rajin sholat lagi. Bagi yang belum paham hukum pacaran, cowok tipe ini adalah all girls ever want.

Jadi bisa aja kamu begitu dengan berdarah-darah saat memutuskannya. Hehehe..biar hiperbolis gitu kedengarannya. Maksudnya, kamu sebetulnya masih sayang sama dia dan nggak ingin pisah darinya. Tapi kesadaranmu terhadap keterikatan pada hukum Allah Swt., bahwa pacaran adalah aktivitas mendekati zina, jauh lebih kamu pilih daripada kelembutan si dia.

Ketiga, bisa jadi kamu ternyata nggak begitu paham konsep jodoh. Kamu mati-matian masih berat sama dirinya meski udah putus. Ada terbersit rasa takut dalam dirimu gimana kalo ternyata si mantan nikah sama cewek lain.

Itu artinya, kamu belum benar-benar putus dan mengikhlaskan dirinya pergi. Jadinya, kamu masih ada harap-harap si dia akan datang dan ngajakin kamu merit. Padahal harapan itu jauh panggang daripada api alias sulit terwujud. Lha wong ternyata pacarmu saat ini malah asyik berlumur maksiat dengan punya cewek baru setelah kamu putus.

Iman adakalanya bertambah dan berkurang. Ketika imanmu sedang tinggi-tingginya, kamu begitu pasrah dan ikhlas melepaskannya. Tapi ketika iman sedang down, kamu merasa begitu sayang dan ingin kembali padanya. Itu sebabnya ada resep sederhana: iman bertambah jika taat kepada aturan Islam, iman berkurang tentu jika kita maksiat kepada Allah dan RasulNya. Pilih mana ayo? Orang cerdas, pilih taat syariatNya dong ya. Betul ndak?



Yakinlah pada takdirNya

Yakin pada qadha alias keputusan Allah yang ditetapkan atas diri kita, adalah kuncinya. Selama kita telah berjalan pada rambu-rambu syariatNya, maka selebihnya bertawakallah. Allah hendak menguji imanmu, apakah kamu lebih mencintai sang mantan pacar ataukah taat pada aturanNya? Kamu nggak bisa dong mengaku-aku beriman padahal belum jelas siapa saja yang bakal sanggup melewati pintu-pintu ujian itu. So. ati-ati deh.

Ada sebuah peristiwa, sepasang remaja yang saling mencinta harus rela memutuskan ikatan tanpa status yang mereka punya alias pacaran. Kedua pasang remaja ini adalah pasangan idola di masa SMA. Beberapa tahun kemudian, yang akhwat alias remaja putri tadi memutuskan untuk menerima khitbahan seorang ikhwan. Entah dengan alasan apa, ia memutuskan tidak mau melihat siapa calon suaminya hingga akad tiba. Ia hanya percaya saja pada pembina ngajinya tentang kualitas nih ikhwan. Sumpah!

Dan tepat ketika akad nikah tiba, saat ia harus mencium tangan suaminya, ia mendongak dan jatuh pingsan. Apakah suaminya bewajah seperti beast hingga ia shock? Ternyata sebaliknya. Suami yang kini telah sah menjadi pasangan jiwanya adalah seseorang yang begitu dalam terpatri di lubuk hatinya. Kekasih yang diputuskannya karena Allah dan saat ini Allah pula yang menyatukan sang kekasih dengan dirinya lagi.

Tapi kamu jangan buru-buru gembira dulu. Wah, asyik, aku putusin aja sang pacar sekarang. Beberapa tahun lagi ia pasti akan datang meminang dan menikahiku. Waduh, kalo gitu caranya, kamu taat syariat tapi dengan pamrih tuh. Namanya nggak ikhlas, Non. Padahal sebuah amal nggak bakal diterima bila bukan semata-mata hanya mengharap ridhoNya saja. Jadi, pamrih yang dibolehkan cuma ridho Allah, lain tidak.

Karena ada juga sebuah kisah lain yang tidak sama dengan yang di atas. Nih akhwat cakep banget dan di masa jahiliyah sebelum paham Islam dengan baik dan benar, pacar-pacarnya selalu cakep dan kaya. Setelah ngaji, ia pun memPHK pacarnya dan tak mau lagi berhubungan dengan mereka.

Dua tahun mengaji, ada ikhwan datang meminangnya. Kondisi ikhwan ini sangat jauh dari tipe laki-laki yang pernah menjadi pacar-pacarnya. Secara fisik, nih ikhwan lebih pendek dari si gadis. Apalagi kakinya juga cacat sebelah. Secara harta, ia pun masih awal dalam pekerjaannya. Tapi apa yang dilakukan oleh si gadis? Ia menerima ikhwan ini karena satu hal, kesholehannya.

Kemungkinan ini sangat bisa terjadi. Mungkin secara fisik dan harta, jodohmu tak seindah yang pernah menjadi pacar-pacarmu. Tapi satu hal, bila kesholihan seseorang yang kamu jadikan patokan, maka insya Allah akan barokah dunia akhirat. Dan yang utama, niat atau motivasi kamu dalam beramal sangat menentukan kualitas dirimu ke depan.



“Aku baik-baik saja”

Yakinkan dirimu dengan prinsip: “Aku akan baik-baik saja” (meski tanpa si doi). Jangan terlalu memanjakan perasaan. Kenangan itu hadir kalo kamu emang berusaha menghadirkannya. Emang sih, kenangan itu nggak mungkin bisa terhapus dari memori hatimu. Bahkan, ia merupakan bagian dari proses pendewasaan kamu untuk melangkah ke masa depan. Tapi, itu bukan alasan untuk kemudian berlarut-larut dalam kenangan yang tak berkesudahan. Sebaliknya, tanamkan dalam diri bahwa kamu akan menjadi seseorang yang lebih baik dengan menanggalkan masa lalu yang berlumur dosa akibat menjadi aktivis pacaran.

Jangan mengulang kesalahan yang sama ketika kamu sudah meng-azzam-kan diri alias bertekad untuk berubah. Kalo ternyata sikap dan kelakuan kamu masih sama, bukan nama kamu saja yang bakal jelek. Tapi citra muslimah berjilbab dan anak ngaji pun akan tercoreng. Ibarat susu sebelanga, jangan sampai kamu menjadi nila setitik itu.

Pancangkan tekad kuat bahwa kamu nggak akan pernah tergoda lagi untuk ngulangin pacaran. Kamu nggak akan terbuai oleh embel-embel Islam padahal sejatinya adalah maksiat. Dan supaya nggak terjatuh ke lubang yang sama, kamu kudu rajin mencari ilmu tentang batasan pergaulan dalam Islam. Jangan menjadi anak ngaji hanya karena pingin dapat jodoh dari sana. Sesungguhnya setiap amalan dinilai Allah berawal dari niatnya.

Yakinlah kamu akan baik-baik saja kok meski tanpa sang mantan or si ikhwan jadi-jadian. Jodohmu sudah tertulis sejak mula ruhmu ditiupkan. Bahkan Allah telah menjanjikan bahwa laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik dan perempuan yang baik juga untuk laki-laki yang baik. Begitu sebaliknya (coba deh kamu buka al-Quran surat an-Nuur ayat 26). Kamu nggak usah resah dan gelisah masalah jodoh. Toh kita hidup bukan cuma ngurusi masalah satu ini kan? Selama kamu maksimal beikhtiyar dengan jalan yang baik dan benar, jodoh yang datang nanti juga nggak jauh dari kualitasmu. Yakin aja.



Saturday 31 October 2009

Yuk, Kita Bersyukur!

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, dan hanya bagi Allah semata. Allah Swt. adalah Dzat yang satu-satunya kita sembah dan kita mintai pertolongan. Nggak ada yang lain. Sebab, Dia telah memberikan segalanya bagi kita dan kehidupan kita. Kayaknya nggak pantes banget kalo sampe kita tidak bersyukur kepadaNya. Minimal banget adalah dengan mengucap “alhamdulillah” atas segala nikmat yang telah diberikanNya kepada kita. Tul nggak sih?

Sobat muda muslim, bersyukur kepada Allah Swt. adalah sebagai bentuk “serah diri” kita kepadaNya. Kita bisa hidup, sehat jasmani, bisa makan dan minum, bisa mengenyam pendidikan, dan bisa mendapatkan berbagai kenikmatan dunia lainnya. Termasuk, kita wajib bersyukur karena kita menjadi Muslim. Suer, menjadi Muslim itu kebanggaan tersendiri dan tentu saja anugerah terindah yang kita miliki. Nggak bisa ditukar dengan duit sebesar apa pun. Itu sebabnya, kita wajib bersyukur.

Ya, jangan sampe kita bisa mengucap alhamdulillah hanya saat dapetin makanan dan minuman yang enak atau bentuk materi lainnya. Dan kita merasa inilah yang harus kita syukuri. Itu benar. Tapi, kalo menganggap bahwa kenikmatan hanya sebatas makanan dan minuman aja, kayaknya perlu di-upgrade deh pemahamannya. Karena Allah Swt. nggak cuma ngasih itu, tapi udah ngasih kita pendengaran, penglihatan, dan juga akal. Justru inilah pemberian yang termasuk berharga banget buat kita. Tentu, wajib kita bersyukur atas nikmat-nikmat tersebut. Kalo nggak? Waduh, jangan sampe deh Allah Swt. murka kepada kita.

Seorang sahabat Nabi saw. bernama Abû Dardâ ra pernah mengatakan, “Barangsiapa yang tidak melihat (merasakan) nikmat yang Allah berikan kepadanya kecuali hanya pada makanan dan minumannya, maka sesungguhnya ilmu (ma’rifat-nya) sangat dangkal dan azab pun telah menantinya” (Abu Hayyân al-Andalusi, al-Bahr al-Muhîth fî al-Tafsîr, jilid 6, hlm. 441. Maktabah Tijâriyyah Musthafa al-Bâz)

Dalam al-Quran Allah azza wa jalla menyampaikan firmanNya:

قُلْ هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأَْبْصَارَ وَالأَْفْئِدَةَ قَلِيلاً مَا تَشْكُرُونَ

“Katakanlah: “Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati (akal)”. Tetapi amat sedikit kamu bersyukur.” (QS al-Mulk [67]: 23)

Wah, wah, Allah seolah-olah ‘nyindir’ ama kita-kita nih kalo sampe kita nggak bersyukur kepadaNya. Tapi kalo dipikir-pikir emang bener juga sih. Manusia di seluruh dunia ini, kayaknya sedikit juga yang benar-benar bersyukur (lha, buktinya Allah Swt. menyatakan dalam firmanNya begitu). Silakan kamu tengok kanan-kiri, depan-belakang. Teman kita, tetangga kita, atau bahkan kita sendiri malah nggak bersyukur dengan nikmat ini. Duh, malu deh.

Kalo emang benar-benar bersyukur sih, kita harusnya bisa memanfaatkannya untuk kebaikan seraya memuji Sang Pemberi nikmat, yakni Allah Swt. Memuji tentu bukan sekadar mengucap “alhamdulillah”, tapi juga terwujud dalam perilaku dan gaya hidup kita yang hanya mau diatur oleh Allah Swt.

Diatur? Yup, karena kita udah berjanji dalam sholat wajib lima waktu sehari. Paling nggak kan dalam sholat baca surat al-Fatihah sebanyak 17 kali sehari. Ada pengakuan jujur dari kita bahwa hanya Allah sajalah, tiada yang lain yang disembah dan dimintai pertolongan: “Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin”.

Dalam ilmu balaghah, untuk menggambarkan makna “membatasi” atau pengkhususan dikenal dengan istilah “Taqdiimu maa ahaqqohu at-ta’khiiru” (mendahulukan yang seharusnya diakhirkan). Seperti dalam kalimat “Iyyaka na’budu” (hanya Engkaulah yang kami sembah). Berarti ini menutup kemungkinan bagi yang lain yang akan kita sembah. Akan berbeda jika ditulis: “Na’budu iyyaka” (kami menyembahMu). Secara ilmu nahwu boleh juga ditulis seperti itu. Tapi rasa bahasanya lain, dan pernyataan itu masih ada kemungkinan untuk menyembah yang lain selain Allah.

Itu sebabnya, dalam hidup ini hanya kepada Allah sajalah kita menyerahkan segala urusan. Bukan kepada yang lain. Itu artinya pula, bahwa hanya kepada Allah sajalah kita menghaturkan pujian sebagai rasa syukur atas karuniaNya kepada kita selama ini.



Bersyukurkah kita?

Waduh, nggak berani deh tunjuk jari kalo diajukan pertanyaan seperti ini. Tapi, sejujurnya emang kepengen banget menjadi orang yang bersyukur. Bahkan ingin tetap menjadi hamba yang bersyukur kepada Allah Swt.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah, seorang tokoh ulama terkemuka, menjelaskan bahwa hakikat syukur kepada Allah itu adalah tampaknya bekas nikmat Allah pada lisan sang hamba dalam bentuk pujian dan pengakuan, di dalam hatinya dalam bentuk kesaksian dan rasa cinta, dan pada anggota tubuhnya dalam bentuk patuh dan taat. (Ibn Qayyim al-Jauziyah, Tahdzîb Madârij al-sâlikîn oleh Abdul Mun‘im al‘Izzî, hlm. 348)

So, kita bisa ngukur diri kita dengan penjelasan dari Ustadz Ibnu Qayyim ini. Lisan kita apakah selalu mengucap pujian dan pengakuan kepada Allah Swt. Sang Pemberi nikmat kepada kita? Apakah lisan kita terbiasa mengucapkan alhamdulillah? Atau malah nggak pernah sama sekali? Termasuk mengakui Allah Swt. sebagai Pencipta sekaligus yang memberi nikmat kepada kita? Pertanyaan ini cuma kita sendiri yang bisa jawab. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang bersyukur.

Terus, dalam hati kita, apakah udah kita wujudkan dalam bentuk kesaksian dan rasa cinta kepada Allah Swt. Bersaksi bahwa tidak ada Dzat yang wajib disembah kecuali Allah Swt. Itu sebabnya, tumbuh rasa cinta yang paling kuat dan besar hanya kepada Allah Swt. Sebagaimana Allah Swt. menjelaskan dalam firmanNya:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat (besar) cintanya kepada Allah.” (QS al-Baqarah [2]: 165)

Lalu, membekaskah rasa syukur kita kepada Allah dengan penampakkan anggota tubuh kita dalam bentuk patuh dan taat kepadaNya? Mari kita mengukur diri kita. Seberapa pantas kita bersyukur yang terwujud pada patuh dan taat kepada Allah Swt. Kita bisa bertanya, apakah selama ini, kita sudah patuh dan mentaati perintahNya? Sholat, puasa wajib Ramadhan, dan zakat pernah kita lakukan dengan sungguh-sungguh karena ketaatan dan kepatuhan kita kepadaNya?

Bagaimana dengan kehidupan kita? Apakah dalam kehidupan sehari-hari kita sudah mematuhi perintahNya? Kewajiban menutup aurat misalnya, udah ditetapkan Allah Swt. dan Rasulnya. Bagi anak cewek yang udah baligh, nggak boleh keluar rumah menampakkan auratnya. Jadi, harus ditutup tubuhnya dengan busana muslimah, yakni jilbab dan kerudung.

Anak cowok yang udah baligh juga sama, meski batasan auratnya nggak seketat anak cewek, anak cowok kalo keluar rumah daerah pusar ame lutut kudu tertutup. Karena itu auratnya. Kayaknya udah pada paham deh soal ini. Yang perlu diingatkan lagi tuh pengamalannya. Sebab, ngamalinnya emang yang rada-rada males, gitu. Pantesan Allah Swt. menyindir manusia karena ternyata sangat sedikit yang bersyukur kepadaNya.

Imam Ibn Qayyim dalam kitab yang sama lebih lanjut menjelaskan bahwa syukur itu mempunyai 5 (lima) pilar pokok yang apa bila salah satunya tidak terpenuhi maka syukur menjadi batal dan dianggap belum bersyukur.

Lima pilar pokok itu adalah: Pertama, kepatuhan orang yang bersyukur kepada Pemberi nikmat. Kedua, mencintaiNya. Ketiga, mengakui nikmat dariNya. Keempat, memujiNya atas nikmatNya. Dan yang kelima, tidak menggunakan nikmat yang diberikanNya untuk sesuatu yang tidak Dia sukai.

Sobat muda muslim, ini penting banget kita ketahui. Biar kita bisa bersyukur kepada Allah Swt. dan dengan cara yang benar. Khusus penjelasan terakhir dari pilar pokok bersyukur, yakni nggak menggunakan nikmat yang diberikanNya untuk sesuatu yang nggak Dia sukai. Jelas banget. Lha kalo ortu kita aja ngasih duit ke kita, terus duit itu kita gunakan buat hura-hura dan bahkan maksiat, pasti ortu kita marah besar. Nah, apalagi Allah Swt.? Tul nggak sih?

Seperti kemarin-kemarin ada syukuran atas kemerdekaan negeri ini. Acara “Tujuhbelasan” dirayakan dengan meriah di berbagai tempat. Sebagian besar dari kita suka-cita. Tapi, begitukah cara bersyukur? Atau pertanyaan yang seharusnya: “Benarkah sudah merdeka jika ketaatan, kepatuhan, dan penyerahan diri ditujukan bukan kepada Allah Swt? Benarkah kita harus merasa bergembira dan bersyukur sementara aturan Sang Pemberi nikmat malah dicampakkan? Lalu setia diatur oleh sistem Kapitalisme-sekularisme dengan instrumen politiknya bernama demokrasi?” Ah, betapa akan murka Allah Swt. kepada kita. Naudzubillahi min dzalik.

Terusirnya penjajah dari negeri kita memang anugerah. Tapi, kalo kemudian pemberian itu malah diisi dengan cara menjadikan hukum selain Allah sebagai pengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, ya tentunya belum dikatakan bersyukur. Karena udah mengkhianati Sang Pemberi nikmat, yakni Allah Swt., ketika kita nggak mau diatur oleh syariatNya. Nggak adil en nggak pantes mengkhianati Allah Swt. Tolong catet ye.



Bersyukur dan ridha dengan aturanNya

Yuk, kita bersyukur. Baik dalam lisan, hati, dan perbuatan kita. Harus kita wujudkan tuh jika benar-benar mengakui dan mencintai Allah Swt. yang udah ngasih begitu banyak nikmat kepada kita sebagai manusia. Bukan cuma karena kita Muslim. Sebab, al-Quran sebenarnya adalah kabar gembira dan peringatan bagi manusia secara umum. Manusia yang sadar dan beriman tentu beda banget dengan yang nggak sadar dan nggak beriman. Tul nggak sih? So, jangan sampe menunggu Allah murka kepada kita gara-gara kita nggak bersyukur dengan benar kepadaNya.

Sobat muda muslim, pembuktian kalo kita bersyukur itu adalah tunduk dan patuh kepada aturan yang ditetapkan oleh Allah Swt. Itu sebabnya, jangan coba-coba malapraktik dengan cara kita sendiri untuk ngatur kehidupan manusia. Pedoman hidup kita cukup al-Quran saja. Bukan aturan yang lain. Allah menjelaskan dalam firmanNya:

إِنَّ هَذَا الْقُرْءَانَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

“Sesungguhnya al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,” (QS al-Israa’ [17]: 9)

Dalam ayat lain Allah Swt. menyampaikan (artinya): “Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,” (QS al-Baqarah [2]: 2)

Jadi, Allah Swt. memang meminta kita mentaati petunjukNya. Tapi kalo kita bandel, malah memilih petunjuk selain aturan Allah untuk jalan hidup kita, berarti kita belum bersyukur dan justru malah mengkhianatiNya.

Allah Swt. mengingatkan kita dengan firmanNya (yang artinya): “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, (dengan) kesesatan yang nyata.” (QS al-Ahzab [33]: 36)

Oke deh sobat, semoga kita menjadi hamba yang bersyukur dan taat kepadaNya. Amin.



Friday 30 October 2009

Jomblo Vs Pacaran

Jomblo. Satu kosakata yang sangat ditakuti oleh banyak orang saat ini terutama remaja. Why? Karena kosakata ini mengandung makna negatif yang bikin alergi. Suatu pertanda tidak lakunya seseorang untuk mendapatkan teman kencan dari lawan jenis. Idih…nggak laku? Emangnya jualan kolor?

Tapi asli kok, banyak banget remaja apalagi kalangan cewek yang merasa seperti kena kutukan kalo sampe predikat jomblo mereka sandang. Akhirnya dengan berbagai macam cara mereka berusaha untuk melepaskan kutukan ini meskipun dengan berbagai cara. Sudah nonton film 30 Hari Mencari Cinta? Di film itu kan menceritakan tiga orang remaja cewek yang sama-sama berada pada kondisi jomblo. Mereka membuat kesepakatan untuk mencari pacar dalam waktu 30 hari. Bagi yang menang, maka ia akan menjadi raja dan diperlakukan bak putri karena semua pekerjaan rumah akan dikerjakan oleh yang kalah.

Singkat cerita, mereka bertiga benar-benar fokus untuk mendapatkan pacar dalam rentang waktu itu. Karena ngebetnya, sampai-sampai harga diri pun sempat akan tergadaikan ketika sang pacar menginginkan making love alias berhubungan seksual layaknya suami-istri. Belum lagi ngebetnya salah satu tokoh di sana pingin merasakan nikmatnya ciuman bibir sampai melatih diri dengan guling. Naudzhubillah.

Belum lagi resiko bubarnya persahabatan yang mereka bina selama ini hanya karena cemburu dan khawatir pacarnya diembat sahabat sendiri. Meskipun ending-nya semua pacar-pacar karbitan itu pada bubar, tapi kita bisa melihat seberapa parah kondisi remaja kita saat ini terutama dalam pergaulannya.

So, ternyata predikat jomblo begitu menakutkan buat sebagian remaja yang miskin iman. Mereka lebih memilih jalan maksiat dengan pacaran daripada menyandang status ini. Meskipun seringkali dalam pacaran mereka juga merasa terpaksa. Bisa karena dipaksa teman, bisa karena dipaksa ortu, bisa juga dipaksa diri sendiri karena konsep diri yang salah. Jadi emang bisa banyak alasan.

Dipaksa teman terjadi bila teman satu genk pada punya cowok semua. Trus ada satu yang nganggur. Jadilah ada pemaksaan beramai-ramai supaya yang satu ini segera dapat gebetan. Udah deh, siapa aja boleh asal berstatus cowok. Waduh, gawat juga kan. Bisa-bisa sapi dipakein celana bisa diembat juga tuh saking nafsunya (hehehe…)

Ortu bisa jadi mengambil peranan dalam ajang kemaksiatan ini. Ada loh beberapa tipe ortu yang kelimpungan ketika anak gadisnya belum punya pacar. Padahal anaknya sendiri udah nyadar bahwa ini adalah ajang berlumur dosa. Eh, ortunya ngotot agar sih anak nyari pacar. Tulalit banget kan?

Atau bisa juga konsep diri remaja yang salah. Ia merasa merana tanpa punya pacar. Ia merasa jelek dan nggak laku ketika belum pernah merasakan rasanya pacaran. Ia akan jauh lebih bahagia bila ada cowok di sampingnya. Nah, ini adalah konsep yang salah dan menyesatkan.

Belum lagi dorongan media baik TV, radio ataupun majalah yang menawarkan gaya hidup bebas dengan label pacaran yang semakin gencar dilakukan. Udah deh, itu semua adalah banyak faktor yang bikin remaja ngebet untuk bisa pacaran. Padahal, apa sih yang didapat oleh pacaran, adalah perbuatan yang bisa kamu putuskan dengan sadar. Jadi, tulisan kali ini akan membantu kamu untuk membuat keputusan benar dalam hidup. Jangan sampai kamu melakukan perbuatan yang salah dan membuatmu menyesal kemudian. Lanjut!



Kenapa harus pacaran?

Hayo…bisa nggak kamu jawab pertanyaan ini? Kenapa harus pacaran? Hmm…mungkin di antara kamu ada yang menjawab:

‘biar nggak kuper’

‘biar nggak dibilang nggak laku’

‘biar ada cowok yang sayang sama kita’

‘biar ada semangat untuk belajar’

‘biar nggak malu dengan teman-teman yang pada punya pacar juga’

‘sekedar pingin tahu rasanya’

dll, masih banyak lagi alasan yang bisa kamu ajukan sebagai pembenaran. Oke deh, kita coba telaah satu per satu yah, masuk akal nggak sih alasan-alasan yang kamu punya itu.

Pacaran, adalah aktivitas yang dilakukan berdua dengan sang kekasih sebelum menikah. Aktivitas atau kegiatan ini bisa bermacam-macam bentuknya. Bisa nonton bareng, makan bakso berdua, jalan berdua atau belajar bersama. Tapi alasan terakhir ini kayaknya banyak nggak jadi belajarnya deh karena pada sibuk mantengin gebetan masing-masing. Iya apa iya?

Kalo kamu sekedar takut dibilang kuper karena nggak mau pacaran, maka mereka para aktivis pacaran itulah yang sebenarnya orang paling kuper dan kupeng sedunia. Why? Karena saya yakin orang pacaran itu dunianya akan berkutat dari pengetahuan tentang doi aja. Coba kamu tanya apa dia tahu perkembangan teknologi terkini? Apa dia tahu di Palestina itu ada masalah apaan sih? Apa dia juga tahu kalo Amerika itu ternyata adalah teroris sejati?

Yakin deh, pasti mereka yang suka pacaran itu nggak bakalan tahu topik beginian. Kalo begitu, mereka itulah yang kuper dan kupeng. Paling tahunya cuma apa hobi sang pacar, apa wakna favoritnya, apa makanan kesukaannya, dll. Coba Tanya berapa nilai ulangan matematikanya, fasih nggak bahasa Inggris-nya, bagus nggak karangan bahasa Indonesia-nya, dan hal-hal seputar itu, pasti deh aktivis pacaran pada bloon untuk hal beginian. Kalo pun ada yang pintar, itu sama sekali nggak ada hubungannya dengan pacaran sebagai semangat belajar.

Sebaliknya, pacaran adalah adalah ajang maksiat. Bukankah sudah dikatakan oleh Rasulullah saw., “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka tidak boleh baginya berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita, sedangkan wanita itu tidak bersama mahramnya. Karena sesungguhnya yang ketiga di antara mereka adalah setan” (HR Ahmad)

Waduh, emang kamu mau jadi temannya setan? Hiii, naudzubillah banget tuh.

Jangan beralasan kamu kuat iman, maka tetep aja ngeyel berdua-duaan. Banyak tuh kasus ngakunya aktivis rohis dan niatnya dakwah eh..malah kebablasan pacaran. Teman SMA saya dulu aja ada yang MBA alias Married By Accident alias lagi hamil di luar nikah karena pacaran. Udah sekolahnya nggak bisa lanjut karena perutnya semakin gendut, ia adalah pihak yang dirugikan. Tuh, si laki-laki yang menghamili bisa dengan enaknya melanjutkan sekolah sampe tuntas. Belum lagi beban dosa besar yang harus ia tanggung. Ingat, berzina adalah salah satu dosa besar yang hanya bisa ditebus dengan taubatan nasuha. Taubat yang sungguh-sungguh dan tak akan pernah mengulangi lagi. Bukan taubat jenis tomat, saat ini tobat, besok kumat. Duh, itu sih namanya main-main alias nggak serius dan mau berubah total. Nggak baik, Non!



Jomblo adalah pilihan

Kok bisa? Di saat teman-teman pada risih dengan status jomblo, masa’ sih malah bisa dijadikan status pilihan? Bisa aja, why not gitu loh? Lagian tergantung persepsi kan?

Kondisi jomblo adalah kondisi yang independen, mandiri. Di saat teman-teman cewek lain serasa nggak bisa hidup tanpa gebetan, kamu merasa sebaliknya. Nggak harus jadi cewek tuh aleman, manja, tergantung ke cowok, dan merasa lemah. Huh…jijay bajay banget. Jadi cewek kudu punya pendirian, nggak asal ikut-ikutan. Meskipun teman satu sekolah memilih pacaran sebagai jalan hidup, kamu tetap keukeuh dengan prinsip: “jomblo tapi sholihah”. Huhuy!

Dulu, waktu saya masih duduk manis di bangku SMP dan SMA, ada seorang teman yang ngebet banget pingin punya pacar. Sampe-sampe kalo ada kuis di majalah remaja tentang siap-enggaknya pacaran, doi termasuk yang rajin mengisi untuk tahu jawabannya. Ternyata doi tipe yang sudah siap banget. Akhirnya fokus perhatian dia hanya ke cita-cita pingin punya pacar dan pacar mulu. Prestasi sekolah jadi anjlok. Padahal ternyata nggak ada yang mau sama doi (backsound : Kacian banget!).

Nah, beda kasus dengan muslimah sholihah. Ada atau nggak ada yang mau, dia nggak bakal ambil pusing. Mikirin rumus fisika aja sudah cukup pusing, pake mikir hal lain. Maksudnya, mikirin pacar atau pacaran adalah sesuatu yang nggak penting bagi dirinya. Selain ngabisin waktu dan energi, yang pasti menguras konsentrasi dan emosi.

Kalo kamu jadi cewek sudah oke, baik di otaknya, kepribadiannya apalagi akhlaknya, jadi jomblo bukan sesuatu yang terpaksa tuh. Malah jomblo adalah sebuah kebanggaan. Kamu bisa tunjukkan kalo jomblo adalah harga diri. Menjadi jomblo bukan karena nggak ada yang mau, tapi kitanya yang emang nggak mau kok sama cowok-cowok anak kecil itu. Lho, kok?

Iya, cowok kalo beraninya cuma pacaran itu namanya masih cowok kecil. Masa’ masih kecil udah pacaran. Huh! Kalo cowok yang udah dewasa, pasti ia nggak berani pacaran, tapi langsung dating ke ortu si cewek dan ngelamar. Merit deh jadinya. Selain menunjukkan tanggung jawab, cowok dewasa tahu kalo pacaran cuma ajang tipu-tipu dan aktivitas berlumur dosa. Hayo…pada berani nggak cowok-cowok kecil itu?



Jomblo tapi sholihah

Jangan pernah takut diolok teman sebagai jomblo. Jangan pernah malu disebut nggak laku. Toh, mereka yang berpacaran saat ini belum tentu juga jadi nikah nantinya. Tul nggak? Malah yang banyak adalah putus di tengah jalan, patah hati terus bunuh diri. Hiii, naudzubillah. Atau bisa jadi karena takut dibilang jomblo malah dapat predikat MBA tanpa harus kuliah alias Married By Accident.

Lagipula, cewek kalo mau dipacarin kesannya adalah cewek gampangan. Gampang aja dibohongin, gampang diboncengin, gampang dijamah, dan gampang-gampang yang lain. Idih…nggak asyik banget! Toh, nantinya para cowok itu juga bakal males sama cewek beginian karena udah tahu ‘dalemannya’, mereka pinginnya dapat cewek baik-baik.

Terlepas apa motivasi mereka, yang pasti kamu kudu punya patokan atau standar tersendiri. Kamu nggak mau pacaran karena itu dosa. Kamu memilih jomblo karena itu berpahala dan jauh dari maksiat. Kamu nggak bakal ikut-ikutan pacaran karena takut dibilang jomblo dan nggak gaul. Kamu tetap keukeuh pada pendirian karena muslimah itu orang yang punya prinsip. Itu artinya, kamu selalu punya harga diri atas prinsip yang kamu pegang teguh. Iya nggak seh?

Karena banyak juga mereka yang meskipun sudah menutup aurat dengan kerudung gaul, masih enggan disebut jomblo. Jadilah mereka terlibat affair bernama pacaran sekadar untuk gaya-gayaan. Bener-benar nggak ada bedanya dengan mereka yang nggak pake kerudung. Malah parahnya, masyarakat akan antipati sama muslimah tipe ini. Berkerudung tapi pacaran. Berkeredung tapi masih suka boncengan sama cowok non mahrom. Berkerudung tapi sering berduaan sama cowok dan runtang-runtung nggak jelas juntrungannya. Padahal, kelakuannya yang model begitu itu bisa membuat jelek citra kerudung, imej Islam jadi rusak, dan tentunya doi bikin peluang orang lain untuk menilai dan memukul rata bahwa doi mewakili muslimah. Parah banget!

Intinya, predikat jomblo jauh lebih mulia kalo kamu menghindari pacaran karena takut dosa. Menjadi jomblo jauh lebih bermartabat kalo itu diniatkan menjauhi maksiat. Menjadi jomblo sama dengan sholihah kalo itu diniatkan karena Allah semata. Bukankah hidup ini cuma sementara saja? Jadi rugi banget kalo hidup sekali dan itu nggak dibikin berarti. Jadi kalo ada yang rese dengan kamu karena status jomblomu, katakan saja ‘jomblo tapi sholihah, so what gitu loh!’. Hidup jomblo!



Thursday 29 October 2009

Berpisah Kok Pesta?

Pertemuan adalah awal dari sebuah perpisahan”. Begitu pepatah mengatakan. Saat pertama kali menginjakkan kaki di halaman sekolah, tak terbayangkan kalo suatu hari nanti, kita pun kudu rela angkat kaki darinya. Ketika pertama kali berkenalan dengan teman sekolah saat masa orientasi siswa, nggak kebayang kalo suatu saat kita pun mesti ikhlas melepas kepergian mereka. Ketika pertama kali mengenal guru yang mengajar dan membimbing kita layaknya orangtua, nggak kepikiran kalo tiga tahun akan datang, dengan berat hati kita lambaikan tangan pada mereka. Memang, nggak akan ada acara perpisahan kalo sebelumnya nggak pernah ketemuan. (hiks...hiks...hiks.... jadi bernostalgia).



Perpisahan sekolah, sebuah tradisi

Menjelang berakhirnya tahun ajaran, tiap sekolah tidak hanya disibukkan dengan persiapan penerimaan siswa baru, tapi juga acara perpisahan yang nggak boleh kelewatan. Mulai dari jenjang pendidikan TK, SD, SMP, atau SMA, semuanya ikut melestarikan momen spesial ini. Maklum, sudah tradisi!

Seperti penuturan Pak Hilman, salah staf pengajar di SMP PGRI 1 Ciawi Bogor, beliau menuturkan, acara perpisahan sekolah selalu ada di akhir tahun ajaran. Biasanya digelar di halaman sekolah pada pagi hingga siang hari yang diisi dengan pentas seni antar kelas atau angkatan serta pengumuman siswa berprestasi. Tujuannya, semata-mata untuk mendekatkan hubungan antar siswa sekaligus penyerahan kembali tanggung jawab pendidikan dari pihak sekolah pada orang tua.

Namun bagi Anindy, muslimah alumnus SMA Ibnu Aqil di Bogor tahun 2006, acara perpisahan di masanya cukup bikin bete. Lantaran acara bebas, nggak ada batasan antara siswa dan siswi. Jadinya campur baur deh alias ikhtilat. Padahal aturan Islam yang mulia udah ngatur tata cara pergaulan dengan lawan jenis. Nah, ikhtilat kan termasuk yang dilarang. Kondisi yang sama juga dihadapi Fida, muslimah alumnus SMAN 4 Kendari, Sulawesi Tengara, tahun 2000. Nggak heran kalo mereka nggak ikut ambil bagian dalam acara itu.

Tak hanya dalam negeri, acara perpisahan sekolah juga hadir di setiap negara dengan kekhasan budayanya. Seperti cerita Norhafidzah, siswi Kolej Matrikulasi Pahang, Malaysia, kepada penulis. Di negeri jiran, acara perpisahan sekolah lazimnya diisi dengan jamuan makan dengan tempat duduk terpisah antara putra en putri. Kadang ada juga yang meramaikannya dengan permainan cabutan bertuah atau kotak beracun alias kotak undian. Waduh! Apa yang dapet undian disuruh minum racun? “terpulang (tergantung).. suruh menyanyi.. melakonkan.. atau terkadang ada juga buat perkara2 yang tidak senonoh macam cium dinding (nyium tembok), cium kasut (nyium sepatu)” nah lho, nggak sekalian disuruh nyium aspal! Hehehe....



Terjebak budaya pesta

Derasnya arus informasi budaya sekular yang menyapa remaja kita, menginspirasi mayoritas pelajar muslim untuk lebih maksimal dalam menikmati hidup dengan bersenang-senang. Tak heran kalo gaya hidup yang berorientasi pada fun (hiburan/kesenangan), food (makanan—termasuk minuman), serta fashion (pakaian/penampilan) kian banyak digandrungi. Kondisi ini melekat sekali dalam budaya pesta remaja saat ini.

Jika budaya pesta udah ngecengin remaja, kondisi apapun bisa dijadikan alasan kuat untuk berhura-hura. Dapet kecengan baru, makan-makan. Mau merit, ngadain bachelor party alias pesta bujang. Putus cinta juga bisa jadi alasan untuk berpesta sebagai simbol kemerdekaan dari sebuah komitmen. Malah bisa jadi, pesta juga digelar demi merayakan keberhasilan mencabut gigi sakit yang udah berminggu-minggu menyiksa batin. Sampe segitunya. Ya iyalah, namanya juga maniak pesta!

Apalagi momen perpisahan sekolah, tentu nggak perlu ditanyain lagi kelayakannya sebagai alasan untuk bersenang-senang. Mulai dari aksi corat-coret pylox di baju seragam, hangout ke tempat wisata, hingga ngadain hajatan malam pesta dansa alias prom night. Parahnya nih ye, di Balikpapan, 13 pelajar merayakan perpisahan dengan teman-teman sekolahnya sambil berpesta miras sebelum diciduk polisi. (Pos metro Balikpapan, 15/05/07).

Sebagai pelajar muslim, tentu budaya pesta yang nggak ada manfaatnya (hura-hura dan maksiat) nggak layak mengisi hari-hari kita. Apalagi prom night yang jelas-jelas datang dari budaya Barat, bisa dipastiin steril dari aturan agama, apalagi aturan Islam. Mulai dari campur baur cewek-cowok, pamer aurat, hingga gaul bebas yang menjurus pada freesex. Budaya pesta hanya akan membuat hati kita membatu, egois bin individualis. Iya dong, coba tengok sekeliling kita. Tega bener kita berpesta-pora dengan menghambur-hamburkan uang sementara teman sekolah kita, tetangga, atau bahkan sodara kita kudu berjuang mati-matian demi mempertahankan hidup. Mana empati kita?



Perjalanan belum berakhir

Sobat, wajar aja kalo kita merasa senang bin gembira karena berhasil menyelesaikan masa pendidikan di tingkat menengah. Meski nilainya pas-pasan banget. Tapi bukan berarti boleh euphoria alias berlebih-lebihan dong. Apalagi sampe terjerumus dalam kegiatan pesta-pora. Nggak deh.

Inget Bro, lulus sekolah bukan berarti akhir dari perjalanan hidup kita. Lulus sekolah cuma sebagian kecil dari penggalan kisah kehidupan kita. Coba deh tarik napas dalam-dalam, keluarkan sedikit-sedikit dari mulut (bukan dari bawah), tenangkan hati, dan coba pikirkan hari esok. Di sana udah nunggu episode kehidupan baru yang bakal kita jalani lagi dari nol.

Yup, dari SMP kita akan masuk ke masa SMA dengan gejolak jiwa muda yang membara dan bisa membakar kita jika salah mensikapinya. Lulus SMA, kita pun disodorkan pilihan untuk melanjutkan pendidikan kita ke perguruan tinggi atau terjun ke dunia kerja. Kedua-duanya menuntut kesiapan mental dan jiwa kita selain materi. Lantaran kita akan berhadapan dengan wajah-wajah baru dengan berbagai karakter. Nah, yang jadi pertanyaan apa yang sudah kita persiapkan?

Setelah tamat perguruan tinggi, masyarakat pun telah menunggu kontribusi positif kita. Usai titel sarjana kita raih, apa yang akan kita perbuat? Menjadi bagian dari komunitas pencari kerja? Atau malah menambah deretan jumlah pengangguran intelek?

Sobat, mau dibingkai seperti apa masa depan kita jika budaya pesta-pora tanpa yang berbalut maksiat lebih kita minati dibanding belajar, berpikir, berdakwah, dan memberikan manfaat bagi semua? Tak tergiurkah kita dengan sabda Rasul: “Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain “ (HR Bukhari)



Kemuliaan dalam kesederhanaan

Sobat, kalo kita nyadar bahwa potret masa depan telah kita bingkai sejak saat ini, tentu hidup sederhana dalam keseharian lebih keren dibanding terjebak dalam hingar-bingar kesenangan dunia belaka. Hidup sederhana yang kita maksud adalah membelanjakan harta dengan tidak berlebihan untuk memuaskan nafsunya serta nggak pelit dalam berbuat kebaikan. Allah Swt. berfirman:

وَءَاتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا.إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu saudaranya setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya”(QS al-Isrâ [17]: 26-27)

Jadi, kalo punya harta berapa pun, kita ikhlas membaginya untuk berbuat kebaikan, nggak semuanya dilalap untuk memenuh hasrat belanja kita yang nggak ketulungan. Oya, kalo pun mo beli barang untuk memenuhi keperluan, ya disesuaikan dengan kebutuhan kita. Bukan dipaksa memenuhi keinginan kita yang gampang tergoda oleh iklan yang bombastis. Tetep kalem, Bro! Nggak usah tergesa untuk tergoda.

Untuk itu, kita bisa menauladani kehidupan Rasulullah saw. Umar Ibnu Khattab bercerita: “Aku pernah minta izin menemui Rasulullah, aku mendapatkan beliau sedang berbaring di atas tikar yang sangat kasar, sebagian tubuh beliau berada di atas tanah, beliau hanya berbantal pelepah kurma yang keras. Aku ucapkan salam kepadanya dan duduk di dekatnya, aku tidak sanggup menahan tangisku.

“Mengapa engkau menangis, hai putra Khaththab?” Rasulullah bertanya. Aku berkata, “Bagaimana aku tidak menangis, tikar ini telah menimbulkan bekas pada tubuh engkau. Engkau ini nabi Allah, kekasihNya, kekayaanmu hanya yang aku lihat sekarang ini. Padahal di tempat sana, Kisra dan Kaisar duduk di atas kastil emas, berbantalkan sutra”.

Nabi yang mulia berkata, “Mereka telah menyegerakan kesenangannya sekarang juga, kesenangan yang akan cepat berakhir. Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir kita. Perumpamaanku dengan dunia seperti seseorang yang bepergian pada musim panas, ia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian berangkat dan meninggalkannya”. (Hayat al- Shahabah 2: 352)

Untuk mewujudkan pola hidup sederhana dalam keseharian, bisa kita mulai dengan: Pertama, jinakkan perasaan tidak puas terhadap kenikmatan yang udah Allah kasih buat kita. Hidup kita bakal dibikin tekor dunia dan akhirat kalo pikiran selalu terfokus pada apa yang belum kita miliki, bukan mensyukuri apa yang sudah kita punya.

Kedua, lejitkan rasa percaya diri dalam diri kita. Orang psikologi bilang, Orang yang punya merasa rendah diri akan mudah terjebak dalam pola hidup yang tidak sederhana dengan cara menipu diri -self deception (Hamacheck: 1987). Dia takut memunculkan identitas aslinya sehingga menipu dirinya dengan menghadirkan jati diri orang lain yang dipercaya bisa diterima oleh lingkungan dibanding dirinya. Maka, sebagai remaja muslim, kudu tetep confident dengan kesederhanaan hidup kita yang terbalut ridho ilahi. Nggak mesti jadi bebek kan? Nggak usah semangat ikut yang salah.

Nah sobat, alangkah indahnya jika kita bisa menghiasi hidup kita dengan kesederhanaan. Kita bisa ngasih nilai tambah pada momen perpisahan sekolah tanpa harus menyeretnya dalam budaya pesta berbalut maksiat. Kegiatan bakti sosial, foto bareng temen-temen sekelas di halaman sekolah, atau bikin buku angkatan yang berisi biodata singkat semua sohib satu angkatan dengan catatan dan harapan masing-masing, bisa jadi alternatif agenda di akhir tahun ajaran.

So, yang penting mari kita sama-sama belajar mencontoh kehidupan Rasulullah saw. maupun para sahabat yang sederhana dalam penampilan namun berlimpah dalam kebaikan serta memberikan manfaat bagi semua orang. Itu baru cool, calm, en confident as a moslem!

Wednesday 28 October 2009

Bukan Bintang Biasa

Kalo ditanya, siapa para pemeran film “Bukan Bintang Biasa” yang diproduseri sama Mbak Melly Guslaw? Kayaknya banyak yang tahu dan sigap nyebutin satu persatu. Siapa aja coba? Yup, para pemeran BBB itu adalah Laudya C Bella, Chelsea Olivia, Ayu Shita, Raffi Ahmad, dan Dimas Beck. Film yang disutradarai oleh Lasja F Susantyo ini berkisah tentang kehidupan lima remaja. Bella, Raffi, Ayu, Dimas dan Chelsea adalah lima remaja yang kuliah di sebuah kampus seni. Sebagai remaja, kesibukan mereka tentunya bukan hanya kuliah dan kegiatan ekskul lainnya tapi juga disibukkan dengan urusan cinta masing-masing.

Bella dan Raffi yang awalnya berpacaran harus putus dengan alasan yang klise. Beda lagi dengan Dimas yang ngebet dengan Chelsea. Meskipun Chelsea kadang tulatit dan suka lupa, tapi kepintaran dan keimutannya membuat Dimas gemas sampai akhirnya jatuh cinta. Masih ada lagi Ayu, yang suka chatting dan berharap suatu hari menemukan seseorang seperti dalam mimpinya… Lantas, bagaimana kalau seseorang itu malah sebaliknya?

Perjalanan cinta masing-masing tidaklah mulus, walau pada akhirnya mereka menemukan pasangan cintanya. Dan, lebih dari itu, meski cinta pernah membuat hubungan kelimanya renggang tapi mereka sadar bahwa persahabatan ternyata di atas segalanya (www.21cineplex.com)

Boys and gals, STUDIA nggak bakal ngupas nih film dengan detil. Sebab, selain temanya pasaran, juga ya gitu-gitu aja kayaknya. Nggak lepas dari tema percintaan dan persahabatan yang udah umum. Bahkan sebetulnya tema persahabatan pun boleh dibilang cuma pelengkap doang dari tema utamanya yang lebih banyak membahas tentang cinta dan pergaulan.

Bener nih cuma tema itu? Hmm.. simak aja nih lagu yang menjadi soundtrack film ini. Judulnya sama dengan judul filmnya: “Once upon a time ada sebuah bintang/ Yang bersinar terang di hatimu/ Ku akan datang lagi/ menjemputmu dengan cinta/ Kan kubagikan semua bintangku/ Kumiliki bintang, bukan bintang biasa/ Ku bisa hapuskan semua dukamu/ Ku tak akan menghilang, slalu ada di hatimu/ Memberi bintang hanya untuk cinta.”

Sobat, buletin kesayangan kamu ini pengen bahas karena judul film ini menarik: Bukan Bintang Biasa. Mungkin saja Mbak Melly sebagai produser punya keinginan sendiri dengan judul seperti itu. Punya target dan juga definisi khusus yang ingin disampaikan kepada pemirsa dengan mengusung bukan bintang biasa itu. Nah, STUDIA juga ingin bahas tentang itu, judul yang menarik itu, tapi dari sudut pandang Islam, gitu lho. Boleh aja kan?

Yup, menjadi bintang pasti menyenangkan. Bintang Pelajar misalnya, pasti julukan yang oke banget dan bikin hati kita berbunga-bunga karena menjadi bintang di antara pelajar lainnya. Perumpamaan ini tentunya nggak mengada-ada. Sebab, faktanya bintang memang selalu di atas. Itu pula barangkali ada nama obat yang menggunakan nama bintang, hotel biar terkesan keren perlu menempatkan beberapa bintang untuk menunjukkan kelasnya, termasuk bintang lapangan hijau. Iya nggak sih?

Intinya, menjadi bintang berarti menjadi lebih dari segalanya di antara kumpulan manusia di suatu komunitas. Kalo dipikir-pikir, memang banyak pemain sepakbola yang keren dan bagus-bagus di jagat ini, tapi David Beckham ternyata mampu menyedot perhatian banyak penduduk dunia dan menempatkannya menjadi bintang di antara bintang sepakbola lainnya. Bukan bintang biasa.

BTW, yang akan dibahas sama STUDIA adalah Bukan Bintang Biasa di mata Allah Swt. Meski banyak kaum muslimin, tapi nggak mau dong cuma dianggap bilangan doang, tapi ingin diperhitungkan juga. Apalagi di hadapan Allah Swt. Artinya, kita nggak mau cuma menjadi muslim biasa. Harus yang luar biasa.
Bukan muslim biasa

Sobat, menentukan ukuran biasa dan luar biasa itu memang perlu ada standarnya. Supaya jelas dan tegas. Mana yang bisa disebut luar biasa, mana yang biasa saja. Harus sepakat pula sudut pandangnya. Apakah diserahkan kepada manusia atau kepada Pencipta manusia untuk menilainya. Tul nggak? Supaya apa? Supaya manusia nggak mengklaim saling merasa benar sendiri, gitu lho.

Maka, jika dilihat dari sudut pandang manusia tanpa bimbingan wahyu dari Allah, manusia akan banyak setuju kalo mereka memang bukan bintang biasa. Ukurannya: mereka ganteng dan cantik, kaya, bisa main film, bisa nyanyi, bisa menghibur orang dan sejenisnya. Tapi, apakah menurut Pencipta manusia juga mereka disebut bintang? Allahu’alam. Kita cuma diberi tuntunan tentang kehidupan ini. Mana yang salah dan mana yang benar. Perbuatan mana yang terpuji dan apa saja yang tercela. Kita bisa memilihnya karena sudah diberikan akal.

Oke, diperjelas dikit nih. Apakah yang disebut bukan bintang biasa itu hanya dinilai dari tampilan fisik saja? Sementara pikiran dan perasaannya yang sebetulnya menjadi ukuran diabaikan? Apa kita merasa nyaman berada di sisi orang yang ganteng dan cantik tapi mereka suka maksiat? Apa kita merasa enjoy bergaul dengan mereka yang kaya dan tenar tapi menyebalkan kepribadiannya? Saya pikir, kita perlu merenungkan hal itu.

Nah, hal ini tentu sama saja dengan keberadaan kita saat ini. Sebagai muslim, apakah kita cukup merasa puas diri hanya karena kita disekolahkan di sekolah Islam, apakah merasa sudah hebat ketika sudah menguasai ilmu pengetahuan agama, atau apakah merasa tenang ketika sudah mengenakan semua simbol-simbol agama? Itu belum cukup, Bro. Sebab, banyak dari kita yang disekolahkan di sekolah Islam atau pesantren, tapi kelakuannya tetep nggak mencirikan pribadi seorang muslim. Kepala sih pake kerudung, pinter baca al-Quran pula, tapi gaul bebas dengan lawan jenis dan bahkan jadi seleb di dunia hiburan. Lha, apa kita merasa puas cuma menyandang nama diri yang islami dan berbalut simbol agama tapi pikiran dan perasaan kita dijajah ideologi lain? Menyedihkan!

Padahal, kalo ngeliat kebanyakan orang saat ini ingin menjadi bintang di mata manusia lainnya. Mengapa kita sebagai muslim, nggak merasa harus berlomba menjadi ‘Bukan Muslim Biasa’ di mata Allah dan juga di mata manusia? Tapi, yang terpenting di mata Allah. Kalo di mata manusia mah, khawatir terjerumus ke dalam penyakit hati macam riya’, ujub, dan takabbur yang bisa ngegerogoti pahala kita.

Sobat, sebenarnya menjadi muslim itu sendiri sudah menjadi bintang di dunia ini, dan insya Allah di akhirat. Kita umat pilihan. Firman Allah Swt., :” “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (QS Ali Imran [3]: 110)

Tapi, dalam hidup ini kita juga dianjurkan untuk selalu menjadi yang terbaik (seperti anjuran dalam ayat ini). Sebab, baik saja belum cukup. Harus yang terbaik. Memang praktiknya berat dan mungkin butuh konsistensi kita. Tapi kan bisa diusahakan. Bismillah deh, atas ijin Allah insya Allah pasti bisa. Sebab, Allah udah menjanjikan, bahwa bagi orang yang beriman dan beramal shalih, saling menasihati dalam kebenaran (Islam) dan kesabaran nggak bakalan rugi di dunia ini. Allah Swt. berfirman:

وَالْعَصْرِ.إِنَّ الإِْنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ.إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-‘Ashr [103]: 1-3)

Yup, semoga saja, kita menjadi muslim pilihan. Bukan Muslim Biasa. Sehingga menjadi bintang di hadapan Allah Swt. Sebab, Dia nggak bakalan membuat kita kecewa. Kalo manusia masih bisa saling mengecewakan. Tapi Allah Swt. nggak pernah mengecewakan kita, apalagi kalo kita menjadi hambaNya yang terbaik.

Cuma masalahnya nih, jangan bermimpi menjadi muslim yang terbaik alias bukan muslim biasa, jika dalam kehidupan sehari-hari kita nggak mencerminkan pribadi muslim pilihan. Ya, Allah Mahatahu apa yang kita perbuat. Semua amalan kita akan dicatat.

Kalo manusia dengan manusia lainnya bisa saling menipu diri. Kita mungkin sering tertipu dengan penampilan manusia lainnya. Kita anggap baik, ternyata sebenarnya buruk. Tapi ingat, Allah nggak bakalan bisa kita tipu. Percayalah. Yuk, kita taat cuma kepadaNya.
Menjadi manusia pilihan

Menjadi mukmin itu sudah bisa dianggap bintang di antara manusia lainnya yang nggak beriman kepada Allah Swt.. Iman adalah ukuran pertama yang bisa membuat kita bukan manusia biasa. So, syarat pertama menjadi manusia pilihan Allah Swt. adalah beriman. Inilah yang akan menjadikan kita sebagai bintang di hadapan Allah Swt. mengalahkan bintang-bintang dalam penilaian sebatas akal dan hawa nafsu manusia.

Kedua, manusia yang berilmu. Ini sangat penting dan akan memberikan perbedaan dengan manusia pada umumnya, termasuk di antara kaum muslimin. Orang yang berilmu tentu lebih tinggi derajatnya ketimbang yang tak berilmu. Firman Allah Swt.: “… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS al-Mujaadilah [58]: 11)

Nah, yang ketiga agar menjadi manusia pilihan Allah Swt. adalah, beramal shaleh. Wah, lengkap deh. Insya Allah menjadi bintang di atas bintang di hadapan Allah Swt. Nggak heran kan kalo sampe kita menjadi “bintang di surga”. Allah Swt. berfirman: “”Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: ‘Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! Maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya’.” (QS az-Zumar [39]: 73)

Subhanallah. Milih mana, menjadi bintang di dunia atau di surga? Enaknya sih nggak usah milih salah satu, dua-duanya kita pilih. Dan, itu hanya ada pada Islam. Islam yang akan menjadikan kita bintang di dunia sekaligus di surga. Asal, kita beriman, berilmu, bertakwa dan beramal shalih. Tuntunan hidup kita hanya aturan Allah Swt. dan RasulNya. Bukan yang lain. Siap kan? Insya Allah. Ayo, mulai berbenah menjadi manusia pilihan di mata Allah Swt. Bukan manusia biasa dan bukan muslim biasa. Bukan bintang biasa, tapi bintang di dunia dan sekaligus di akhirat. Bagaimana? Mau kan jadi bintang di hadapan Allah Swt.?



Tuesday 27 October 2009

Berbahagialah Orang-orang ‘Aneh’

Ketika ada seorang muslimah yang mengenakan jilbab dengan baik dan benar, sesuai tuntunan syariat Islam, banyak orang merasa heran. Bahkan ada sebagian besar yang menganggapnya aneh. Sebab, di tengah maraknya busana wanita yang mengeksploitasi keindahan tubuh wanita, muslimah yang mengenakan jilbab dengan sempurna tentunya adalah fenomena keanehan. Sebuah keterasingan.

Bahkan seringkali pemakai busana muslimah ini (kerudung lengkap dengan jilbabnya), dianggap kuno dan nggak nyetel dengan perkembangan jaman (walah, kalo ukuran modern adalah irit kain dalam berbusana, orang-orang Suku Asmat lebih modern dong, karena mereka cuma pake koteka doang?). Bagi muslimah yang termakan propaganda seperti ini, akhirnya mencoba berbaur dengan budaya yang ada. Pengen tetep mengenakan busana muslimah, tapi juga modis dan nggak mau dianggap aneh, maka maraklah pengguna busana muslimah yang nggak ngikut aturan Islam. Misalnya, pake kerudung doang, sementara tubuhnya nggak ditutupi jilbab, tapi malah mengenakan pakaian ketat baik baju maupun celana panjang. Ciloko!

Begitu pula ketika seorang Muslim yang mempertahankan keislamannya di tengah berserakannya ide sekularisme dijual di pasar bebas kehidupan, kerap disindir: “Jangan sok suci!” “Jangan sok alim!”, begitu kira-kira umpatan banyak orang kepadanya ketika ia tidak mau berbuat maksiat. Ia tetap tegar dengan keyakinannya meski harus menelan cemoohan dan sindiran dari pihak yang benci Islam. Ya, ternyata berpegang teguh kepada ajaran Islam dalam kondisi seperti saat ini, di tengah kehidupan sekularisme, menjadi sangat terasing dan dianggap aneh.

Sobat muda muslim, sebenarnya siapa pun boleh mengklaim dirinya paling benar. Tapi masalahnya, pasti kita bakalan bingung menentukan siapa yang benar dan paling benar kalo nggak ada batasan dan ukurannya. Iya nggak? Nah, sebagai muslim tentu aja standar kebenaran itu hanyalah Islam. Bukan yang lain. So, semua hal wajib disesuaikan dengan ajaran Islam. Baik-buruknya, terpuji-tercelanya, dan halal-haramnya harus pake aturan Islam. Sebab, Islam adalah cara hidup kita.

Oya, nggak perlu khawatir dianggap aneh, selama yang kita pegang adalah kebenaran Islam. Tak perlu minder apalagi patah semangat, selama yang kita yakini adalah Islam. Justru menjadi orang-orang yang dianggap aneh atau terasing dalam komunitas yang menurut ajaran Islam justru dianggap komunitas yang aneh adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Bahkan Rasulullah saw. memuji orang-orang yang terasing dalam kehidupan yang rusak. Rasulullah saw. bersabda: “Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu.” (HR Muslim no. 145)

Dalam hadis lain, Rasulullah saw. memberikan kabar gembira kepada kaum Muslimin yang senantisa bersabar dalam menghadapi godaan dan rayuan kehidupan yang akan memalingkan dirinya dari Islam. Sabda beliau: “Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata,’Hai Rasululah, apakah itu pahala lima puluh di antara mereka?” Rasululah saw. menjawab,”Bahkan lima puluh orang di antara kalian (para shahabat).” (HR Abu Dawud, dengan sanad hasan)

Subhanallah. Rasulullah saw. memberikan penghargaan yang luar biasa kepada kita yang bisa bertahan dalam kondisi yang rusak ini. Meski hidup di tengah kemaksiatan, kita nggak tergoda untuk ikut larut dalam kehidupan yang rusak dan bejat. Malah sebaliknya bertahan dengan memeluk ajaran Islam sepenuh hati dan sekuat tenaga. Tak akan melepaskannya selama hayat masih dikandung badan. Semoga kita menjadi orang-orang yang senantiasa menjaga diri dan berusaha untuk tetap istiqomah dalam kebenaran bersama Islam. Meski taruhannya adalah dianggap aneh atau bahkan diasingkan. Bukan hanya kita, tapi juga ajaran Islam yang kita peluk erat saat ini dianggap asing oleh mereka yang membenci Islam. Bersabarlah, sobat. Allah Swt. bersama dengan orang yang beriman kepadaNya dengan penuh keyakinan, beramal shalih dan bersabar.

Iman harus tetap hidup

Ketika cahaya iman tetap menyala dalam hati dan pikiran kita, insya Allah kita tak akan pernah berada dalam kegelapan. Iman akan hidup dan memberikan tenaga bagi kita untuk memandu ke jalan yang benar. Kita tak akan pernah terpengaruh dengan kerusakan yang melingkari kehidupan kita.

Ibarat ikan yang hidup di air laut yang penuh dengan garam. Air laut yang asin itu, selama ikan masih hidup bisa bergerak ke sana kemari, asinnya air laut tak akan mampu meresap ke dalam tubuhnya. Tapi begitu ikan mati, maka air laut yang asin itu akan dengan mudah menyusup ke dalam tubuhnya. Sehingga tubuh ikan itu menjadi asin.

Seorang Muslim yang keimanannya tetap hidup dalam dirinya, insya Allah tak akan mudah larut dalam kehidupan yang rusak. Oya, harus dipahami bahwa keimanan itu harus kita pelihara terus. Bagaimana cara memelihara agar iman tetap hidup?

“Iman itu kadang bertambah dan kadang berkurang,” begitu sabda Rasulullah saw. Itu memang benar. Tapi Rasulullah saw. melanjutkan dalam hadis tersebut adalah, “iman bertambah dengan taat, dan iman bekurang dengan maksiat.”

Ya, ketika kita berbuat maksiat, maka tentu saja keimanan kita telah turun atau berkurang. Cepatnya pengurangan tergantung jenis kemaksiatan dan banyaknya kemaksiatan yang kita lakukan. Begitu pula bertambahnya keimanan akibat kita taat. Seberapa cepat bertambahnya? Itu bergantung jenis dan banyaknya ketaatan yang kita lakukan.

Itu sebabnya, nyalakan terus cahaya keimanan dalam hidup kita agar senantiasa menjaga kita. Bagaimana agar cahaya keimanan tetap menyala? Para sahabat, generasi awal kaum Muslimin yang berhasil dididik Rasulullah saw. mengaitkan aktivitas berpikir dengan keimanan. Mereka menjelaskan bahwa, “Cahaya dan sinar iman adalah banyak berpikir” (Kitab ad-Durrul Mantsur, Jilid II, hlm. 409)

Jadi, agar cahaya iman kita tetap menyala dalam kehidupan kita, banyaklah berpikir. Berpikir adalah proses terakhir setelah kita tahu dan belajar. Sebab, jika kita hanya tahu saja tentang Islam, tapi belum menyempatkan diri untuk belajar, maka besar kemungkinan kita tak akan pernah bisa mencapai derajat berpikir. Jadi, biasakan kita melalui proses KLT (Knowing, Learning, and Thinking: tahu, belajar, dan berpikir).

Jika kita tahu bahwa Islam mengajarkan kebaikan, maka kita akan belajar tentang kebaikan itu, dan berusaha untuk memikirkan bagaimana menyampaikan kebaikan itu kepada orang lain. Inilah yang insya Allah akan menjadikan cahaya iman tetap menyala bagi kita. Kita bukan hanya berusaha menyelamatkan diri sendiri, tapi berupaya juga menyelamatkan orang lain agar bisa menerima cahaya iman. Sehingga akan banyak orang yang berbuat untuk memelihara keimanan ini agar tetap hidup dalam diri mereka. Kita semua sebagai kaum Muslimin. Insya Allah.

Penyebab Islam terasingkan

Ada dua faktor yang bisa dianggap sebagai penyebab Islam menjadi terasing. Pertama, dari faktor internal. Kedua, dari faktor eksternal.

Apa saja faktor internal yang menyebabkan Islam terasingkan? Pertama, kaum Muslimin yang malas belajar. Ini akan menyebabkan kaum Muslimin tidak mengenal dan memahami, serta mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan benar. Ya iyalah, gimana mau mengamalkan ajaran Islam, wong dirinya aja nggak paham dengan ajaran Islam. So, jangan malas belajar ya.

Kedua, tidak terjalin ukhuwah dengan benar antar kaum Muslimin. Meski kelihatan bersama, tapi kaum Muslimin nggak bersatu. Jadinya, ya jalan masing-masing deh. Mereka yang aktif berdakwah seringnya dicuekkin, yang aktif maksiat juga nggak mau diingatkan. Oya, yang lebih parah sesama aktivis dakwah malah nggak akur. Halah! Padahal bersaudara itu adalah sebuah kenikmatan dari Allah Swt. Jika kita bersama dan bersatu, insya Allah kita akan terlihat sebagai kekuatan yang besar. Firman Allah Ta’ala:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS Ali Imran [3]: 103)

Ketiga, sedikit atau bahkan hilangnya aktivitas dakwah. Ini akan menjadi faktor pelemah kekuatan Islam karena Islam tidak tersebar dan tidak diketahui banyak oleh kaum Muslimin (dan juga nonMuslim).

Keempat, berhentinya proses ijtihad. Ini menjadi bencana bagi kaum Muslimin karena banyak masalah baru nggak bisa terpecahkan dengan benar dan baik.

Kelima, hancurnya daulah Khilafah Islamiyah, sehingga nggak ada pelindung bagi kaum Muslimin. Akibatnya kaum Muslimin hidup dalam ‘kesendirian’ mereka masing-masing setelah induknya dibuang. Saat ini, kita terkotak-kotak di lebih dari 50 negara kecil yang tak memiliki kekuatan berarti karena disekat oleh nasionalisme. Nasionalisme telah membuat kaum Muslimin di masing-masing negara tak mau peduli dengan saudaranya yang berbeda negara. Menyedihkan banget!

Sobat, adapun faktor eksternal penyebab Islam menjadi terasing adalah upaya musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam melalui perang pemikiran dan budaya (ghazwul fikri dan ghazwuts tsaqafiy). Sehingga kaum Muslimin menjadi gamang dalam hidup bahkan sebagian besar merasa minder menyandang predikat Muslim. Mereka takut terasing dan akhirnya larut bersama kehidupan yang rusak: jadi hedonis dan permisif.

Itu sebabnya, mari kita bekerjasama untuk segera bangkit dari kondisi ini. Harus segera sadar, tahu, dan mau mengamalkan dan memperjuangkan Islam, tentu agar Islam tidak asing dan kaum Muslimin tidak merasa terasingkan. Kobarkan semangat dan tetap istiqomah bersama Islam. Allahu Akbar!



Monday 26 October 2009

Cantik, Ga' Harus Putih!

Assalamu’alaikum Wr.wb
Cantik adalah satu kata yang identik dengan cewek. Bisa dibilang gak ada seorang makhluk bernama cewe’ bakalan nolak dibilang cantik, terlihat cantik, dan menjadi cantik. Untuk kata itu juga, sebagian kaum hawa tuh rela ngelakuin apa aja. Mulai dari aktivitas standar semacam bersolek alias dandan, sampe pada aktivitas yang melibatkan pisau dan gunting (eit…bukan lagi bikin ketrampilan lho). Kita sering menyebutnya operasi plastik atau bisa juga face off yang sekarang lagi heboh diberitakan media. Percaya ga sih, kalo media ternyata punya andil membuat definisi cantik. Coba deh tanya diri kamu sendiri ato temen-temen kamu, cantik tuh kayak apa? Hampir bisa dipastikan jawaban cantik akan tertuju pada cewek-cewek dengan kulit putih, tinggi 170 cm, berat badan ideal, rambut hitam puanjang dan lurus n definisi-definisi lain yang fisik banget.

Yup, media pula yang ikut menggembar-gemborkan kalo seorang perempuan itu harus, kudu bin wajib cantik. Mau bukti? Liat aja kontes-kontes macam cantik Indonesia, gadis sampul, putri Indonesia, dkk, yang gak mungkin diikutin sama cewek dengan modal fisik “pas-pasan”. Sekalipun yang punya gawe berdalih kalo “beauty” hanya satu diantara kriteria yang dinilai selain brain dan behaviour. Tapi, kalo bener begitu, kenapa Pok Nori gak bisa ikut yach??. Bahkan di negeri Barat sono, ada kontes bernama Swan yang khusus diadain buat patnernya kaum adam yaitu kaum hawa yang ngerasa dirinya “jelek” dan dengan senang hati mau dipermak abieez.. menjadi cantik laksana angsa (baca: swan). Dan gak tanggung-tanggung dech mulai dari ahli bedah plastik, pelatih kebugaran ampe psikolog terlibat langsung dalam acara yang bakalan mengubah hidup pada pesertanya (weleh…weleh… busyeeeet..)

Buat generasi kartini yang ngerasa “biasa” dan bermodal cekak tapi punya khayalan tingkat tinggi (Peter pan kalee!), bisa jadi pengen tongkat ajaib yang dengan sekali simsalabim bisa mengubahnya secantik Dian Sastro, seputih Tamara Bletzinsky dan sejauh mata memandang, gak mungkiii….n banget. Jangankan buwat operasi plastik, ke salon untuk facial aja bisa gak jajan sebulan, palagi pake mandi susu, creambath, meni-pedi, spa, wah bisa puasa setahun tuh (he…he…). Walhasil, dipilihlah rangkaian produk kosmetik, dalam hal ini pemutih yang relatif lebih murah dengan iming-iming bakalan putih (cantik) dalam 4 minggu. Bahkan saking pengennya putih, temen-temen kita yang dari lahir udah punya kulit kayak Whoopy Goldberg, Naomi Campbell ato Whitney Houston juga maksa ga mo ketinggalan. Emang cantik harus putih? Apa juga mesti ribet begitu?? (ee… tanya kenapa???)

Gals, kalo ngebahas kata yang satu itu, kayaknya jatah kolom cewek banget yang cuman satu halaman ato Imut satu edisi juga ga bakalan cukup, tapi dibikin simpel juga bisa. Sebenernya kita gak perlu dech bingung kemana harus bertanya tentang masalah ini. Ga perlu ke dokter ahli or berduyun-duyun ke salon kecantikan. Coz “pakarnya” udah hadir dan siap menjawab semua tanda tanya. Termasuk problem “kecil” yang satu ini (back sound: please welcome…), apalagi kalo bukan Islam. Dien yang datang dari Dzat yang Maha Tahu dan Maha Indah. Islam gak pernah melarang kita jadi cantik. Bahkan kita disunnahkan senantiasa menjaga dan merawat diri kita. Sebagaimana sabda Rasulullah “Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan.” (HR. Imam Qurthuby dari Imam Makhul dari Aisyah ra.).
Jangan sampe deh, kita tampil kumal, kusut, kumuh, kucel dan kutuan (idiiih… gak bangeeeet dech..). Kita kudu memelihara kerapian dan kebersihan diri sebagai wujud rasa syukur atas apa yang udah diberikan Allah Sang Maha Rahman. Malah dalam QS. Al-A’raf 31, Allah berfirman, “Hai Anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. So, kemanapun kamu pergi, terlebih ke masjid, mesti rapi n bersih. Jangan kebalik, kalo kondangan aja dandan abis-abisan, giliran ke masjid asal-asalan.

(Kalo gitu boleh dong kita ngapain aja biar cantik?) Jangan salah, sekalipun ga ada larangan untuk cantik dalam Islam, bukan berarti kita bebas semau gue menghalalkan segala cara biar stempel cantik itu diketok ke muka kita (wadou…!). Boleh cantik asal syar’i. Gimana tuh?. Pastinya kita tidak diperbolehkan bertabaruj alias menampakkan kecantikan sampai memalingkan pandangan cowok karena saking terseponanya (QS. Al Ahzab: 33). Cewek dikatakan tabaruj kalo suka pake parfum yang wanginya menyengat hidung, memoles bibirnya sama lipstik, mengenakan pakaian ketat plus pendek n kalo ngomong suaranya dibuat mendayu-dayu. Lagian gals, kecantikan sejati adalah kecantikan alami yang muncul dari dalam, kita mengenalnya dengan ‘inner beauty’. Kecantikan kayak gini yang tahan lama dan gak dijual di salon manapun. Nah, biar kamu cantik luar dalem, ikutin deh tips-tips berikut, pertama, jadikan kebersihan dan kerapian diri sebagai ritual wajib tiap hari, boleh pake bedak, sekedar biar kamu keliatan fresh. Kedua jadikanlah menundukkan pandangan (ghadul bashor) sebagai hiasan kedua matamu. Oleskan “lipstik” kejujuran pada bibirmu. Pakailah sabun istighfar untuk menghindarkan kulitmu dari api neraka. Rawatlah rambutmu dengan shampo kerudung Islami, dan pakailah jilbab sebagai pakaian taqwa. Terakhir, poles kecantikanmu dengan terus membekali diri dengan tsaqofah-tsaqofah Islam. Dijamin, tanpa pemutih pun kamu bakalan cuantik abieeees!!! TOEPE BEGETE… kayak puisi di bawah ini neeh… kita jangan memandang dari fisik sebab cantik fisik bukan jaminan akan cantiknya hati.

Sebuah puisi teruntuk ukhti..

Ada wajah
Dengan seulas senyum menghias
Terpancar kecantikan dari dirimu
Yang kulihat bukan dari wajahmu
Sebab hatimu memancarkan kecantikanmu
By: Anonimous

Kecantikan wanita tidak bisa diukur dengan wajah.tapi melalui keshalihannya,lewat kepintarannya ( maaf nih ya gak mau kan kalo ada yang bilang cantik-cantik kok enggak pinter) jadi ya harus seimbang donk!! Ya luar – ya dalem so Cantieeek luar daleem gitu loooh… lagian nih ya sekarang modal cantik doang gak bakal membuat kita sukses di kehidupan dunia maupun akhirat. Example-nya ya Umpama kita pengen jadi presenter di televisi ato apa aja deh ,, kalo cuman cantik apa iya kita bakal berhasil jadi presenter kalo gak punya keahlian ngomong di depan publik.Be-coz that kita harus patri kuat-kuat dalam otak kita bahwa sebagai cewek selain harus cantik kita kudu pinter en yang paling pueenting lagi alias the most important yaiku kudu shalihah. Percuma aja duoonk kalo kita cantik di mata para manusia tapi kita itu jelek di mata Allah.Naah lo rugi bangeet tuh.. karna Allah pernah berfirman kalo Allah gak melihat dari fisik kita walaupun kita gak secantik Dian Sastro ato secakep chae kyoung di Princess Hours (ya.. ga’ masalah geto) yang penting hati kita dan ketakwaan kita tull gak setuju gak

Tapi gak muna’ ya kalo para kaum hawa tuh berdandan gara-gara syapa coba’?? ya gara-gara kaum adam.Lha wong yang mau kita bikin tertarik pada kita tuh kaum adam ,,ya khan..ya khan??? Ya jelaz donk kaum adam, kalo kita mau bikin tertarik sesama kaum hawa itu mah mengerikaaaaan bin syeeeeereeeeem banget plus gak normal (hehehe.. ) So gimana donk sikap kita sebagai cewek agar punya kecantikan luar dan dalam???

First step:
Rawat dirimu,ya cukuplah mandi yang bersih dan selalu menjaga kebersihan o iya tau ndak kalo wudhu itu bisa buwat seger wajah. Karena itu banyakin sholat sehingga waktu wudhu kita juga banyak so wajah kita akan terlihat fresh.
Second step:
Peka terhadap lingkungan,banyak senyum,slalu ramah ama syapa aja,enggak sombong,mau membantu temen yang kesusahan.Itu semua bakal mendatangkan energi positif bagi kamu dan membuwat kecantikan hatimu terpancar.Selain itu makin banyak temen deh!!( asyiik gak tuh ).
Three step:
Stay cool artinya ya kita harus jaga sikap kita.sebagai cewek ya jangan deh berdandan terlalu over dan jangan ampe’ kita melakukan sesuatu yang membuwat image kita buruk.Gak mau kan di-cap atao di-judge sebagai cewek yang don’t Have rule atao gak punya aturan(gak mau..gak mau..).maaf nieeeh okelah kalo kamu-kamu ada yang punya sifat tomboi tapi jangan ampe terlalu cowok seperti kan u are girl.khan Allah pernah berfirman kalo Allah gak suka cewek yang kayak cowok dan cowok yang kaya’ cewek.So gak mau khan kalo kita sampe tidak disukai Allah.
Four step:
Keep ur self and to be strong girl artinya jaga dirimu jangan sampe’ kaum adam melecehkan.contoh berpakaianlah yang sopan dan rapi dan jangan mengumbar aurat.Ya kalo paling baguznya sih ya berjilbab.Selain melindungi kita dari aksi pelecehan,jilbab juga bisa menjadi pengenal.
Five step:
Intelek donk! Artinya tuh kita harus pinter,, sebab yang namanya cewek kalo pinter,cerdas,apalagi cantik wah-wah kaum adam banyak yang pada ngantri tuh.. hehehe
Last step:
Sesudah melakukan berbagai step dari 1 sampai lima jangan lupa diiringi dengan perbanyak ibadah dan doa insyaAllah kecantikan luar dalam pasti bisa kamu miliki..en bisa-bisa bidadari-bidadari di surga pada cemburu karena disaingi kecantikannya..

Kalo gitu ayo donk temen-temen semua percantik diri dan hati untuk menjadi muslimah sejati yang unya inner beauty dan baik hati( kok serba iiiiii semua ya belakangnya.. hehehe…) yup siap untuk jadi cantik… LET’S GO GIRL!!!!!
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Sunday 25 October 2009

Berkerudung Kok Seksi?

Banyak remaja muslimah mulai nyadar soal busana. Tapi sayangnya, kesadaran itu belum cukup sempurna. Pengen tampil islami, tapi tetep nggak kehilangan trendi. Hasilnya? Berkerdung tapi tetep modis dan seksi. Wah?

Alhamdulillah, sekarang udah banyak anak putri yang mulai berkerudung bahkan banyak pula yang udah lengkap dengan jilbabnya. Nah, maraknya anak putri yang mengenakan busana muslimah ini patut dibanggakan. Emang sih, mereka yang mengenakan simbol busana muslimah ini ada yang karena kesadarannya memahami hukum Islam, tapi nggak sedikit pula yang cuma ikut-ikutan tren doang. Maka, dalam pelaksanaannya pun pastinya berbeda dong. Maksudnya dilihat dari niat dan amalnya.

Mereka yang bener-bener paham bahwa itu kewajiban dari Allah, memakainya pun bakalan sempurna. Tapi yang cuma ikut-ikutan tren doang, pake kerudung doang. Udah gitu, ‘cepak’ pula. Maksudnya, modis. Kerudungnya ketat banget membalut kepala. Terus, ujung-ujung kain penutup kepala itu yang seharusnya menutupi bagian dada malah ditarik ke atas dan dilipat ke bagian belakang leher lalu diikat. Kesannya memang jadi lucu. Itulah yang disebut sebagai kudung gaul. Trendi banget, karena banyak artis ibu kota yang melakukannya.

Bagi mereka yang merasa kudu tampil modis dan trendi, tren ini jadi semacam bentuk penyaluran dari seleranya. Maksudnya pengen mengenakan simbol islami, tapi juga nggak mau meninggalkan mode yang sedang ‘in’ saat ini. Akibatnya, dalam masalah kerudung aja mesti ada aturan main yang dibuatnya sendiri. Ati-ati sobat! Oke?

Eh, mendingan kita tanya aja yuk sama temen-teman kamu soal busana muslimah ini. Lusi, bukan nama sebenarnya (soalnya doi pengen disamarkan sih), mengaku pake kerudung gaul. Doi nulis di kolom chat YM (Yahoo! Messenger), waktu STUDIA ngajak chat (oya, kalo pengen chat ama STUDIA, bisa di-add nih—Yahoo! ID STUDIA: redaksistudia), “Aku memang pake kerudung, tapi aku nggak ingin tampil kusam apalagi kumuh. Jadi aku modis deh. Pake kerudung yang rada gaya aja,” tulisnya.

“Menurutku busana muslimah itu ya harus lengkap dipakainya. Ada kerudung, ada jilbab. Itu beda lho. Alhamdulillah aku udah berkerudung dan berjilbab,” Maya, anak Jakarta dan juga aktivis rohis yang masih duduk di bangku SMA kelas dua ini ngasih penjelasan ke STUDIA via YM.

Dina, pelajar SMP kelas 3 di sebuah sekolah di Bogor ini mengaku mengenakan busana muslimah seperlunya aja. “Aku emang tahu dari kakak pembina pengajian di remaja masjid tempat aku berorganisasi. Tapi, rasa-rasanya kalo pake jilbab ribet ya? Belum lagi kalo ujan. Wuih, pasti basah semua tuh ujung kain jilbabnya. Jadi, aku kadang pake kadang nggak. Gimana aku suka dan pas butuhnya aja,” Dina panjang lebar.

Nah, selain Lusi, Maya, dan Dina, ada juga Mira. Cewek yang mengaku asal Bandung ini, seenggaknya itu yang dia tulis pas chat bareng STUDIA. Ketika Mira ditanya, “Apakah kamu baru pake kerudung atau udah lengkap berjilbab?”

Doi ngasih jawaban begini, “Gue belum ngerti soal itu. Soalnya guru ngaji gue aja bilang kalo kita mengenakan penutup kepala, itu namanya jilbab. Tapi, menurutku nggak masalah sih, yang penting nutup aurat. Tapi jujur aja, gue belum sampe sih kalo pake-pake jubah gitu. Ribet!” papar Mira kayaknya sambil nunjukkin rasa nggak sukanya. Eh, bener nggak nih Mir? Hehehe.. jangan ngambek ya kalo ternyata tuduhan ini benar. Gubrak!

Ya, begitulah, ternyata masih ‘beredar’ juga teman remaja yang belum paham soal busana muslimah. Paling nggak beberapa teman yang kena todong STUDIA soal ini. Kasihan juga ya? Apa kurang pembinaan dari para ustadz, atau sengaja pengen trendi aja?


Pilih syar’i atau trendi?

Ngetren sih boleh aja Non, tapi kudu tahu aturan main. Khususnya karena kita muslim, aturannya Islam dong. Nggak sembarangan lho. Sebab, menurut para ahli psikologi saja, busana juga bisa menyampaikan pesan. Bener lho. Misalkan kamu yang anak laki memakai peci, dan karena umumnya pake peci itu adalah orang Islam, maka secara tidak langsung kamu udah woro-woro ke orang lain, tanpa kudu ngomong, bahwa kamu seorang muslim. Betul itu. Nggak percaya? Buktikan saja, Bro!

But, kayakya ada yang mo lewat dulu nih, namanya Lusi, doi nulis di YM, “Gimana ya, kalo disuruh milih taat aturan agama atau ngikuti tren, kayaknya aku kok masih seneng ikut tren ya. Kerudung gaul buatku bisa bebas. Lihat aja Gita KDI, meski pake kerudung tapi bisa gaya. Beda banget kan kalo yang pake jubah gitu. Nggak bisa bebas beraktivitas. Nggak bisa ikutan ajang KDI atau Indonesian Idol, misalnya. Hehehe...,” Lusi setengah ngeledekin.

“Aku ini manusia biasa. Apa yang bisa aku lakuin tanpa kehendak Allah Swt.? Kalo Dia udah ngasih aturan, termasuk dalam berbusana buat wanita muslimah, insya Allah aku ridha mengikuti aturanNya, daripada milih trendi yang mungkin hanya diridhoi oleh manusia saja. Itu pun manusia yang lemah iman,” Maya blak-blakan. Waduh, boljug nih Maya.

Sobat muda muslim, banyak juga lho remaja muslimah yang mengamalkan busana muslimah tapi pengen praktis dan pengen trendi aja. Artinya, nggak mau terlalu ribet dengan aturan yang digariskan agama kita. Kalo ngelihat faktanya, banyak juga sebetulnya pelaku kudung gaul yang ngerasa bahwa apa yang dipakainya tuh belum sempurna.

Oya, sebenarnya temen-temen remaja muslimah yang udah berbusana muslimah sesuai syariat risih nggak sih kalo ngelihat temennya yang masih berkerudung gaul?

“Jujur aku nggak suka. Aku sering nasihati temen-temenku. Ada yang nyadar, tapi ada juga yang bandel. Itu urusan mereka. Yang penting aku udah ngasih tahu kalo itu belum sempurna berbusana sesuai syariat,” imbuh Maya.

Terus, kira-kira apa ya alasan mereka pake kerudung gaul gitu?

Nah, ini pendapat cowok nih. Nggak apa-apa deh. Kasihan doi udah mo nimbrung chat di YM ama STUDIA sih. Rama namanya, anak Yogya. Udah kuliah. Ngakunya sih mahasiswa di salah satu di perguruan tinggi negeri di sana. Rama nulis, “Melihat akhwat yang berbusana muslimah dengan benar, yakni udah berkerudung dan berjilbab, rasanya kok sejuk banget di hati ya (ehm..ehm..). Enak dipandang mata. Tapi, aku terus terang risih dan merasa kasihan sama akhwat yang maksain tampil pake kerudung gaul gitu. Sok modis. Sebel. Menurutku, anak cewek yang berbusana gaul gitu kayaknya ngikutin seleb deh. Kan seleb wanita banyak yang gitu. Iya kan?” papar Rama sembari ingin dapet persetujuan. Duile, kamu semangat banget nulisnya. Panjang euy.

Waduh, kalo banyak cewek begitu, berarti bisa ngerusak imej dong ya? Iya, soalnya jilbab kan busana yang bisa nunjukkin identitas juga lho. Menurut Kefgen dan Touchie-Specht, busana itu mempunyai fungsi: diferensiasi, perilaku, dan emosi. Dengan busana, membedakan diri (dan kelompoknya) dari orang, kelompok, atau golongan lain. Dalam hal ini, kamu suka nemuin kan ada orang yang suka tampil beda dengan busana atau aksesoris lainnya. Sekelompok remaja puteri ada yang berani malu untuk memakai busana tang-top kalo keluar rumah.

Jadi, busana emang pembeda. Kalo al-Quran adalah pembeda dari yang haq dan yang bathil, maka busana bisa membedakan siapa orang yang memakainya itu: tahu aturan, atau pelanggar aturan yang ada? Dan busana, termasuk salah satu yang berperan dalam membedakan identitas seseorang.

Terus, busana juga bisa mengendalikan perilaku, lho. Bener. Saat kamu memakai kerudung, maka perilaku kamu nggak bakalan “se-okem” ketika kamu berjins-ria. Ini fakta umum. Apalagi bagi yang udah sempurna berbusana muslimah, yakni lengkap memakai kerudung dan jilbabnya, nggak bakalan berani berperilaku yang norak, okem, senewen, atau malah urakan dan doyan maksiat. Ih, amit-amit deh, meskipun tampang imut-imut.

Lalu, busana juga ternyata bisa berfungsi emosional. Remaja puteri yang memakai kerudung, lengkap dengan jilbabnya, akan merasa bangga ketika memakai busana ini. Kenapa? Karena ada nilai lain yang memenuhi ruang hatinya. Minimal merasa bangga bisa mengenakannya, terlebih bila ngumpul bareng mereka yang mengenakan busana yang sama.

Jadi, busana muslimah, jilbab, adalah juga simbol identitas. Simbol pembeda antara yang benar dan salah. Memakai busana muslimah sekaligus merupakan simbol mental baja pemakainya. Gimana nggak, dalam kondisi masyarakat yang rusak binti amburadul ini masih ada orang yang berani tampil dan bangga dengan jilbab. Sebab, di kota-kota besar dan di desa-desa wanita-wanita udah merasa betah berbusana modern yang anti-menutup aurat. Kalo pun mau pake busana muslimah, itu pun lebih suka yang trendi ketimbang yang syar’i. Bahaya banget. Sumpah!


Gerakan sadar syariat

Sobat muda muslim, nggak cuma digalakkan gerakan disiplin nasional. Tapi juga kudu ada gerakan sadar syariat. Bukan apa-apa, kini saatnya remaja pun ngeh aturan agama. Jangan bertindak semaunya en sesukanya. Udah nggak jaman deh. Suer!

Nah, apa yang bisa kita lakukan untuk teman-temen yang masih belum sadar syariat? “Karena aku orangnya agak-agak cerewet, jadi aku tegur langsung sama temen yang pake busana muslimahnya belum sempurna. Cuma, emang kalo aku nggak terlalu kenal sama dia, akhirnya aku ngasih tulisan aja tentang jilbab atau tulisan lainnya. Salah satunya dari STUDIA. Eh STUD, kamu jangan geer ya! Hehehe..,” Maya ngasih komen. Yee.. siapa yang geer? Kamu jangan geer ya dengan nuduh kita jadi geer. Hehehe.. jangan sewot ya. Just kidding kok.

“Sori ye, buat para cewek yang masih pake busana muslimahnya belum sempurna, jangan setengah-setengah deh kalo melaksanakan ajaran Islam. Nggak baik dan emang nggak benar,” Rama ngasih wejangan. Ciee.. Rama keren juga nih. Sip lah.

Oke deh, buat teman remaja puteri jangan setengah-setengah kalo mau melaksanakan ajaran Islam, khususnya dalam masalah busana muslimah ini. Insya Allah kita yakin sama kamu, bahwa kamu bisa membedakan mana yang salah dan mana yang bener, mana terpuji dan mana tercela. Sebab, kalo dikasih tahu tentang kesalahan biasanya ngaku. Jujur gitu lho. Tapi, biasanya rada susah kalo kudu mengubah kebiasaan.

‘Mitos’ bahwa teori lebih gampang ketimbang praktik jadi bener-bener ada. Bagi sebagian orang memang begitu kendalanya. Nah, kalo itu masalahnya, berarti kamu butuh untuk mengubah kebiasaan kamu. Caranya, kamu kudu berani tampil beda. Dalam kebaikan tentu ya? Nggak usah malu. Buang jauh-jauh rasa malu. Juga, coba gabung en gaul dengan teman-teman yang udah sempurna mengenakan busana muslimahnya. Biar mantep. Apalagi kalo sampe ikutan ngaji. Insya Allah, dijamin ajeg deh pemahaman kita.

Soalnya nih, bedanya orang yang ikut pembinaan, yakni belajar dan mengkaji Islam dengan orang yang nggak dibina tuh jauh banget. Kalo ikut pembinaan, insya Allah akan merasa terus terawasi. Sehingga kita akan senantiasa berusaha untuk bersama-sama taat kepada syariat Allah Swt. Insya Allah. Tentu, dalam berbusana pun nantinya nggak bakalan ada yang berani ngeledekkin lagi: “Berkerudung kok seksi?” Tul nggak, galz?

Oya, kalo udah belajar dan udah mau berubah, insya Allah bisa lebih baik kok. Asal sabar, insya Allah kamu mampu untuk melepaskan kudung gaulmu, dan mengenakan busana muslimah sesuai syariat; jilbab dan kerudungnya. Eh, ampir lupa, pengertian jilbab itu adalah semacam baju kurung (jubah) yang longgar alias nggak ketat, terus tebal, tidak transparan, dan panjang sampe menutupi mata kaki. Kalo keluar rumah jelas anak cewek yang udah baligh wajib mengenakannya lengkap dengan kerudung. Gitu deh singkatnya.

Dan jangan lupa, senantiasa punya semangat untuk mengkaji Islam. Insya Allah, bersama Islam kita raih kemenangan. Yakinlah sobat!