Facebook

Monday, 14 June 2010

Perdamaian Dunia

oleh: Adian Husaini/Sekjen KISDI
Republika (12/01/2002)

Harapan perdamaian di bumi Palestina semakin pupus dan kenyataan ini diamini oleh Ribhi Awad, Dubes Palestina untuk Indonesia. Dari hari ke hari, Israel – Palestina saling serang menyerang dengan kondisi kekuatan yang tidak seimbang. "Aksi syahadah" semakin banyak dilakukan oleh aktivis Perlawanan Palestina. Dari 36 aksi syahadah dari September 2000, sekitar 19 kali dilakukan oleh Hamas dan jatuh korban 91 orang. Sampai berita terakhir, Israel telah membunuh 760 warga Palestina dan jatuh korban di pihak Israel sekitar 223 orang.
Persoalan Palestina bertambah pelik ketika Israel putuskan hubungan dengan Arafat setelah aksi bom Palestina, karena. Arafat dituding bertanggungjawab atas aksi tersebut. Jalan perdamaian menjadi pupus karena tokoh ini "bisa diajak kompromi" oleh Israel.

Publik Israel juga mendukung keputusan Ariel Sharon itu. Dari hasil polling harian Yediot Aharonot, 53 persen responden menginginkan Arafat dipecat,.24 persen berharap Arafat dibunuh..
Dengan menahan Sheikh Ahmad Yassin, menangkap 180 aktivis Palestina, Israel tidak puas. Tekanan Israel dan AS menjadikan posisi Arafat sulit.
Arafat juga dilarang menghadiri perayaan Natal di Bethlehem. Walau dunia internasional mengecam kebijakan itu, namun publik Israel mendukung keputusan itu. Dari polling koran The Jerusalem Post (26/12/01), 73 persen responden setuju tindakan keras terhadap Arafat.
Sesudah Ariel Sharon menjadi perdana menteri, bulan Juni 2002, aksi-aksi kekerasan di Palestina sudah diduga meningkat, pamor kelompok-kelompok garis keras di Palestina naik dan jalan perdamaian menjadi buntu.
Hamas semakin popular di tengah aksi kekerasan ini. Dari Time (17/12/01), Johanna McGeary mencatat "Hamas adalah kelompok yang paling dominant pada 14 bulan terakhir setelah diplomasi gagal dan kekerasan meningkat di Palestina."
Dari sejumlah polling, popularitas Hamas terbukti melampaui partai Arafat. Para pemuda Hamas bersemangat menyambut panggilan syahid. Israel diyakini sebagai "komunitas asing" di tanah Islam.
Aksi-aksi intifadah yang dilakukan oleh Hamas, Jihad Islam, dan faksi Fatah PLO didukung rakyat Palestina dan negara-negara Arab lainnya. Sekitar 60-70 persen rakyat Palestina mendukung aksi ini dan OKI menolak Hamas, Hizbullah, dan Jihad Islam sebagai kelompok "teroris". Menlu Saudi Pangeran Saud al-Faisal menyatakan: "Seseorang yang berjuang untuk kemerdekaan negerinya bukanlah teroris."
Di kampus, popularitas Hamas semakin naik, sedangkan Arafat turun. Di Universitas Nasional An Najah, Nablus, kursi Hamas naik dari 42 menjadi 48; kursi Partai Fatah turun dari 34 menjadi 28. "Dalil" sederhana dalam politik Palestina berlaku: "When Palestinians lose faith in the peace process, the popularity of Hamas rises".
Dengan kondisi ini dan ortodoksi di masyarakat Israel sendiri, upaya perdamaian menjadi pupus. AS juga bersikap tidak netral, seperti tuduhan negeri adigdaya ini atas kasus kapal Karina.
Arafat mengaku sendiri atas sikap utusan AS, Anthony Zinni. Zinni dikabarkan terus menekan Arafat agar menangkap pelaku pemboman itu.
Pokok persoalan terletak pada Ariel Sharon yang membekukan perundingan Israel-Palestina dan menolak hasil-hasil perundingan yang dicapai oleh Ehud Barak.
Salah satu kesepakatan antara Sharon dan Barak adalah kesediaan Barak "mengakui" perjanjian damai dengan Palestina sebatas yang telah diratifikasi oleh parlemen (Knesset). Sharon berarti menang karena membatalkan semua konsesi yang diberikan pemerintah Israel kepada Palestina. Di lain pihak, pada Perundingan Taba, Mesir pada akhir Januari 2001, Ehud Barak menawarkan pengembalian 90 persen wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza kepada Palestina serta berbagi kedaulatan atas Jerusalem dengan Palestina.
Sikap Sharon-Barak sejalan dengan AS. Mary Ellen Countryman, jubir Dewan Keamanan Nasional, pada Kamis (8/2/01) menyatakan semua usul perdamaian di bawah Presiden Bill Clinton batal. Pada KTT Camp David II, Juli 2000 Ehud Barak menyetujui draft perdamaian final dari AS, yaitu: penyerahan 95 persen wilayah Tepi Barat dan pembagian kedaulatan Jerusalem Timur. Di bawah Sharon, penyerahan wilayah Tepi Barat sebesar 42 persen dan tanpa pembagian kota Jerusalem.
Dengan kata lain, terdapat tiga Perjanjian yang diakui Israel: Perjanjian Oslo 1993, Perjanjian Wye River 1988, dan Wye River II (Perjanjian Shamal Sheikh), 1999.
Menurut Perjanjian Oslo, Palestina harus berdiri pada 4 Mei 1999, namun Israel menunda butir perjanjian ini dengan alasan pemilu. Menurut Perjanjian Wye River, Israel mundur dari 13,1 persen wilayah Tepi Barat, namun aplikasinya diganjal Netanyahu dengan alasan Palestina tidak memenuhi komitmennya. Kemudian, Menurut Perjanjian Sharm Al-Sheikh, ditentukan perundingan final Israel-Palestina akan dimulai 13 September 1999 dan berlangsung selama satu tahun. Berarti, pada 13 September 2000, sudah berdiri negara Palestina. Dalam hal ini, Israel tetap menolak memenuhi komitmennya. Kemudian, KTT Camp David II digelar, tetapi gagal mencapai kesepakatan final.
Intifada kedua meletus. Rakyat Israel memilih Ariel Sharon. Kini terjadi eskalatif kekerasan di Palestina dan dapat dikatakan harapan perdamaian kian pupus. Untuk mencegah meluasnya peperangan di Palestina, penyeimbangan kekuatan di antara pihak yang terlibat konflik perlu dilakukan. Dominasi militer Israel (dan AS) dalam masalah Palestina telah menyebabkan satu pihak berlaku zalim terhadap yang lain. Dengan semena-mena. Mau tidak mau, Dunia Islam harus menjadi kekuatan pengimbang untuk berhadapan dengan Israel dan AS.

Komentar:
1. Secara garis besar, tulisan saudara Adian Husaini menarik dan berbicara secara objektif serta menerapkan cover both sides. Pihak Israel sendiri baik rakyat dan pemimpinnya mengambil kebijakan garis keras. Kelompok-kelompok Yahudi baik agama maupun sayap kiri dan kanan bersikap orthodoks. Kebijakan dan sikap Israel yang mengambil garis keras ini dijawab oleh pihak Palestina, terutama kelompok Perlawanan Palestina Hamas, Jihad Islam dan sayap Fatah di bawah Arafat sendiri.
2. Walau Adian Husaini berupaya bersikap objektif, tetapi dia masih terkena bias media massa Barat, yang notabene didominasi Yahudi. Adian diakhir tulisan ini menyatakan bahwa konflik Palestina-Israel ini tidak seimbang atau berat sebelah, namun di sejumlah bagian tulisannya dinyatakan aksi penyerangan saling berganti. Kedua pernyataan ini harus diletakkan secara komparatif. Upaya perlawanana Palestina untuk menyeimbangi Israel dengan kemampuan persenjataan dan intelijen modern sangat jauh di atas rata-rata kemampuan persenjataan dan intelijen aktivis Perlawanan Palestina. Oleh karena itu, tidak ada keseimbangan di sini.



0 comments:

Post a Comment