Facebook

Sunday, 20 June 2010

SEPUTAR SIHIR..!

Syaikh Wahid Abdu Salam Bali

Arti Sihir secara Bahasa

Al Azhari berkata: Sihir ialah amal perbuatan yang dilakukan dengan mendekatkan diri kepada syetan dan dengan pertolongan darinya.

Arti asal ‘sihir’ aialah memalingkan sesuatu dari hakekatnya kepada selainnya; seolah-oleh penyihir melihat kebatilan dalam bentuk kebenaran dan membayangkan sesuatu tidak menurut yang sebenarnya (Lisanul Arab 4/348).

Syamr meriwayatkan dari Abi Syaibah, ia berkata : Orang Arab menamakan sihir dengan sihir karena ia mengubah kesehatan menjadi penyakit ( Idem).

Ibnu Faris berkata : Sihir ialah mengeluarkan kebatilan dalam bentuk kebenaran. (Mishbah (267)).

Di dalam Muhithul Muhith disebutkan : Sihir ialah mengeluarkan sesuatu dalam bentuk penampilannya yan terbaik sehingga sesuatu nampak mempersona, (Muhithul Muhith hal.399).



Arti Sihir menurut Istilah Syari’at

Fakhruddin Ar Razi berkata : Sihir menurut tradisi syariat ialah setiap perkara yang tersembunyi sebabnya dan dibayangkan tidak sebagaimana yang sebenarnya sehingga tak ubahnya seperti pengelabuan dan penipuan (Misbahul Munir : hal.368).

Ibnu Qudamah Al Madisi berkata : Sihir ialah buhul, mantra dan perkataan yang diucapkan atau ditulis atau dibuat sesuatu yang berpenagruh pada jasad orang yang disihir atau pada hati dan akalnya tanpa menyentuh secara langsung. Sihir adalah sesuatu yang memang terjadi. Diantaranya ada yang sampai menimbulkan kematian, sakit, menghalangi seorang suami untuk menggauli istrinya, menceraikan sesorang dari istrinya, menimbulkan kebencian atau cinta antara dua orang dan lain sebagainya ( Al Lughni 10/104).

Ibnu Qayyim berkata : Sihir ialah persenyawaan dari berbagai pengaruh ruh-ruh jahat dan interaksi kekuatan-kekuatan tabiat dengannya ( Zaadul Ma’ad, 4/127).



Definisi Sihir

Ialah kesepakatan antara penyihir dan syetan bahwa penyihir akan melakukan sebgaian perbuatan yang diharamkan atau beberapa bentuk kemusyrikan sebagi imbalan bantuan dan ketaatan syetan terhadapnya yang menyangkut hal-hal yang diinginkannya.



Sarana Tukang Sihir dalam Mendekatkan Diri pada Syetan

Di antara tukang sihir ada yang menjadikan Mushaf (Al Quran) sebagai alas kaki untuk masuk ke WC. Ada yang menulis sebagaian ayat Al Quran dengan menggunakan kotoran atau menulisnyua dengan darah haid. Ada pula yang menulis sebagian ayat Qur`an di telapak kakinya atau menulis AL Fatihah secera sungsang (terbalik). Di antara mereka ada yang shalat tanpa wudhu atau tetap dalam keadaan junub. Ada pula yang menyembelih untuk syetan dan tidak meyebut nama Allah pada waktu menyembelih kemudian melemparkan sesembelihan tersebut ke suatu tempat yang telah ditentukan oleh syetan ( Wiqayatul Insan hal.14). Ada yang berbicara kepada bintang-bintang dan bersujud kepadanya. Ada yang menggauli ibu atau anak perempuannya. Ada yang menulis mantar-mantra dengan lafaz-lafaz yang mengandung kekufuran.

Dari sini jelas bagi kita bahwa jin tidak akan membantu tukang sihir dan menjadi pelayan (Khadam) nya kecuali dengan suatu imbalan. Semakin besar kekufuran seorang tukang sihir maka akan semakin besar pula ketaatan syetan kepadanya dan semakin cepat melaksanakan perintahnya. Jika tukang sihir tidak mau melaksanakan kekufuran tersebut maka syetan pun tidaka mau menjadi khadamnya.

Jadi tuikang sihir dan syetan adalah dua sejoli yang bertemu dalam rangka kemaksiatan kepada Allah.

Jika Anda perhatikan wajah tukang sihir maka akan nampak kebenaran apa yang penulis sebutkan. Anda akan melihat kegelapan kekafiran bertengger di wajahnya seperti mendung hitam.

Jika Anda kenali tukang sihir lebih dekat maka Anda akan menyaksikan kehidupannya berada dalam kesengasaraan jiwa dalam hidup bersama istri,anak-anaknya ataupun terhadap dirinya sendiri.Ia tidak bisa tidur tenang, bahkan merasakan kecemasan-kecemasan dalam tidurnya berkali-kali, disamping bahwa syetan-syetan itu sering menyakiti anak-anak dan istrinya dan menimbulan pertengkaran diantara mereka. Maha Benar Allah yang berfirman:


”Dan barangsiapa berpaing dari perinagnatn-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (QS Thaha : 124).



BAGAIMANA TUKANG SIHIR MENDATANGKAN JIN?


Kesepakatan Antara Tukang Sihir dan syetan


Pada galibnya terjadi kesepakatan antara tukang sihir dan syetan bahwa pihak pertama (tukang sihir) akan melakukan sebagian perkara kemusyrikan atau sebagian perbuatan kafir secara jelas-jelas sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, dan sebagai imbalannya syetan akan melayani tukang sihir dan menundukkan orang-orang yang melayani tukang sihir, atau menundukkan orang yang akan melayani tukang sihir tersebut.

Pada dasarnya hubungan antara tukang sihir dan jun yang ditundukkan tersebut adalah hubungan kebencian dan permusuhan. Dari sinilah kemudian kita lihat bahwa jin ini sering menyakiti tukang sihir dengan menganggu istri, anak-anak atau harta bendanya dan lain sebagainya, bahkan kadang-kadang menyakiti tukang sihir ini dengan tidak disadarinya, seperti selalu pusing, sulit tidur, selalu cemas dan lainnya. Bahkan para tukang sihir rendahan ada yang tidak bisa punya anak karena jin khadamnya telah membunuh janinya ketika masih di dalam perut sebelum sempurna pencipataannya. Hal ini sangat masyhur di kalangan tukang sihir hingga sebagian mereka ada yang meningalkan sihir agar bisa punya anak.



Bagaimana tukang sihir mendatangkan jin ?

Ada banyak cara beraneka ragan yang seluruhnya mengandung kemusyrikan atau kekafiran yang nyata. Penulis sebutkan ada delapan cara diantaranya menunjukkan kemusyrikan atau kekafiran yang terdapat dalam setiap cara yang digunakkan. Saya sebutkan hal ini karena sebagian kamum muslimin tidak bisa membedakan antara ‘ilaj Qurani (pengobatan Qurani) dan pengobatan sihir. Yang pertama bersifat imani dan yang kedua bersifat syatehani.



Cara Pertama
Thariqatul Iqsam ( Bersumpah atas Nama Jin atau Syethan)

Tukang sihir masuk ke dalam kamar gelap kemudian menyalakan api dan meletakkan sejenis dupa atau kemenyan di atas api tersebut, sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Jika ingin menceraikan, menimbulkan permusuhan dan kebencian maka dia harus meletakkan kemenyan yang berbau tidak enak.

Jika ingin menimbulkan rasa cinta atau melepaskan ikatan , atau membuang sihir maka harus diletakkan kemenyan yang berbau harum kemudian tukang sihir mulai membaca “jimat-jimat kemusyrikan” yaiitu berupa mantar-mantra tertentu yang mengandung sumpah kepada jin atas nama pemimpin mereka dan meminta kepada mereka dengan menyebut nama pemimpin mereka. Selain itu, juga memuat bentuk-bentuk kemusyrikan lainnya seperti mengagungkan tokoh-tokoh jin, istightsah kepad amereka dan lain sebagainya.

Hal tersebut dilakukan oleh tikang sihir dengan syarat dalam keadaan tidak suci, dalam keadaan junub atau memakai pakaian najis dan lain sebagainya.

Dari cara ini nampaklah bagi kita bahwa ;

Jin menyukai kamar gelap

Jinmendapatkanmakanan dari bau asap yang tidak disebutkannama Allah padanya.

Di anatara kemusyrikan yang nyata dalam cara ini ialah bersumpah atas nama jin dan istighatsah ( memeohon pertolongan ) kepad amereka, dan

Jin menyukai najis dan syetan mendekat kepada orang-orang najis.



Cara Kedua
Thariqatudz Dzabhi (Memotong Sembelihan)



Tukang sihir medatangkan seekor burung, binatang, ayam, kerbau atau yang lainnya dengan sifat0sifat tertentu sesuai permintaan jin – biasanya berwarna hitam karena jin mengutamakan warn ahitam – kemudian menyembelihnya tanpa menyebut nama Allah (kadang-kadang penderita diolesi darahnya dan kadang-kadang tidak) kemudian melemparkannya ke tempat-tempat reruntuhan, sumur atau tempat-tempat kosong – yang biasa menjadi tempat tinggal jin. Ketika melemparkannya juga tidak menyebut nama Allah kemudian kembali ke rumahnya lalu mengucapkan “jimat kemusyrikan” kemudian memerintahkan jin sesuai dengan tugas yang diinginkannya.

Dalam hal ini terdapat dua hal kemusyrikan yaitu :

Pertama, menyembelih untuk jin. Perbuatan ini adalah haram karena merupakan sembelihan untuk selain Allah. Dan seorang muslim tidak boleh memekannya apalagi melakukan perbuatan tersebut.

Kedua, jimat kemusyrikan dengan lafaz atau mantar-mantra untuk menghadirkan jin. Mantar-mantar ini mengandung kemusyrikan yang nyata,sebagaimana disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.



Cara Ketiga
Thariqah Sufliyah ( Melakukan Kemaksiatan)



Cara ini terkenal di kalangan tukang sihir dengan cara menistakan diri. Tukang sihir yangmenempuh cara ini memiliki sejumlah pembesar syetan yang siap menjadi khadamnya dan melaksanakan perintahnya karena tukang sihir ini telahmelakukan kekufuran dankemusyrikan yang paling besar dan keji. Semoga Allah melaknatinya.

Tukang sihir yang menempuh cara ini disyaratkan harus melakukan sejumlah dosa besar seperti melakukan berbagai hal haram seperti homoseksual, zina, atau mencela agama. Semua ini dilakukan dalam rangka mencari ridho syetan.



Cara Keempat
Thariqatul Tankis ( Menulis Ayat-ayat Allah dengan Sungsang)

Dalam hal ini tukag sihir menulis salah satu surat-surat Al Quran dengan huruf-huruf terpisah secara sungsang yakni dari belakang ke depan kemudian mengucapkan jimat kemusyrikan sampai jin yang diinginkan datang untuk diperintahkan. Cara ini juga diharamkan di samping mengandung kemusyrikan dan kekufuran.



Cara Keenam
Tahriqatut Tanjim ( Mneyembah Bintang)





Cara ini dikenla juga dengan nama Ar Rashdu ( mengintai bintang) karena tukang sihir menunggu0nunggu munculnya bintangtertentu kemudian berbicara kepadanya dengan bacaan-bacaan sihir lalu membaca mantar-mantar lain yang mengandung kemusyrikan dan kekufuran kepada Allah. Setelah itu melakukan bebrapa gerakan yag menurt mereka merupakan ibadah kepada bintang, sekalipun orang yang menujum tak menyadarinya. Ini merupakan ibadah dan ta’zim kepada selain Allah. Setelah itu syetan-syetan akan memenuhi perintah tukang sihir tersebut.

Jelas, cara ini merupakan ta’zim (pengaggungan) dan istighasah ( memohon pertolongan) kepada selain Allah. Semua merupakan kemusyrikan, belum lagi mantra-mantra kemusyrikannya.



Cara Ketujuh
Thariqatul Kaffi ( Melihat melalui telapak tangan)



Di dalam cara ini tukang sihir menghadirkan anak kecil yang belum aqil balik dengan syarat tidak dalam keadaan berwudhu, kemudian mengambil telapak tangan kiri tersebut lalu menggambar segi empat di atasnya.

Di sekitar segi empat itu ditulis mantar-mantar sihir –tentu saja mengandung kemusyrikan. Mantra-mantar ini ditulis di sekitar segi empat dari empat penjuru kemudian di telapak tangan anak ini di tengah tersebut dilatakkan minyak dan bunga berwarna biru. Dalam keadaan inuilah si anak itu melihat telapak tangannya. Kemudian si tuakng sihir memabacakanmantara-mantra kakafiran. Tak lama kemudia sia naka kecuila seolah-olah melihat beberapa gambar yag bergerak-gerak di telapak tangnnya,kemudian si tukang sihir menanyakan kepada anak kecil tersebut segala yang dinginkannya.

Biasanya cara ini digunakan untuk mencari barang yang hilang. Tidak diragukan lagi bahwa cara ini mengandung kekufuran dan kemusyrikan.



Cara Kedelapan
Thariqatul Atsar ( Memanfaatkan Benda Bekas Pakai)



Di dalam cara ini tukang sihir meminta benda beka spakai seperti sapu tangan, pakaian dalam dan benda apa saja yang mengandung bau keringat pemiliknya. Kemudian mengikat benda tersebut seraya dibacakan surat At Takatsur atau surat lainnya dengan suara keras kemudian dilanjutkan dengan mantra-mantra kemusyrikan yang dibaca suara lirih kemudian memanggil jin untuk melaksanakan perintahnya.

Cara ini mengandung beberapa penipuan antara lain :

1. Pengelabuan karena solah-oah tuakng sihir mengobati dengan Al Quran padahal tidak demikan adanya. Rahasia kemusyrikan terletak pad amantar yang dibaca dengan suara lirih.

2. Isti`anah ( meminta bantuan) kepad ajin, memanggil mereka dan berdoa kepad amereka. Kesemua ini adalah masalah kemusyrikan kepada Allah Yang Maha Agung

3. Jin itu banyak dustanya. Anda tidak tahu apakah jin itu tersenut juru atau dusta.





Tanda-tanda Tukang Sihir


Apabila Anda temukan salah satu tanda dari tanda-tanda berikut ini maka tidak diragukan lagi bahwa ia tukang sihir. Tanda-tandanya ialah :

Bertanya kepada penderita tentang namanya dan nama ibunya.

Mengambil salah satu benda bekas pakai penderita.

Kadang-kadang meminta binatang denga sifat-sifat tertentu untuk disembelih.

Menulis jimat-jimat tertentu

Membaca mantra-mantra yang tidak dipahami.

Memberi ‘hijab’ atau kerudung yang mengandung segi empat di dalamnya dan ada beberapa huruf atau nomor di dalamnya.

Memerintahkan penderita agar menghindari orang (`uzlah) selama masa-masa tertentu di kamar yang tidak kemasukkan matahari. Orang menyebutnya “nyepi”.

Kadang-kadang meminta penderita agar tidak menyentuh air pada masa-masa tertentu biasanya 40 hari. Tanda ini menunjukkan bahwa jin yang melayani tukang sihir tersebut beragama Nasarani.

Memberi penderita benda-benda yang harus ditanam di tanah.

Memberi penderita bebearpa kertas untuk dibakar dan berasap dengannya.

Berkomat-kamit membaca sesuatu yang tidak dipahami.

Kadang-kadang tukang sihir memberitahukan kepada penderita tentang namanya dan lain-lain.

Menuliskan kepada penderita huruf-huruf atau potongan di kertas atau di piring dari tembikar berwarna putih dan memerintahkan penderita untuk melarutkannya dan meminumkannya.



Jika Anda sudah tahu bahwa seseorang adalah tukang sihir, maka janganlah Anda pergi kepadanya. Jika Anda masih juga pergi, maka Anda terkena sabda Rasulullah “ Barangsiapa mendatangi tukang sihir kemudian membenarkan apa yang dikatakannya maka sesungguhnya di telah kafir kepada apa yang diturunkan Muhammad shalalalhu `alahi wasallam”(Al Bazzar, hadits hasan)





Demikianlah beberapa nasiehat buat kita semua. Mudah-mudahan bermanfaat dan berguna. Nantikan seri beritunya berjudul “Menangkal Sihir”





Sumber : Sihir dan Cara Pengobatannya : Robbani Press,1995. Syaikh Abdu Salam Bali.



Sent by : http://www.islamiy.net

Saturday, 19 June 2010

Perbedaan antara wali-wali Allah dan wali-wali syaithon

Disusun oleh Ibnu Abidin As-Soronji

Anggapan yang telah menyebar di kaum muslimin pada umumnya, terutama yang ada di Indonesia bahwasanya yang disebut wali Allah adalah orang-orang yang memiliki kekhususan-kekhususan yang tidak dimiliki oleh orang-orang biasa. Yaitu mampu melakukan hal-hal yang ajaib yang disebut dengan karomah para wali. Sehingga jika ada seseorang yang memiliki ilmu yang tinggi tentang syari’at Islam namun tidak memiliki kekhususan ini maka kewaliannya diragukan. Sebaliknya jika ada seseorang yang sama sekali tidak berilmu bahkan melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah U dan meninggalkan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah U, namun dia mampu menunjukan keajaiban-keajaiban (yang dianggap karomah) maka orang tersebut bisa dianggap sebagai wali Allah U.

Hal ini disebabkan karena kaum muslimin (terutama yang di Indonesia) sejak kecil telah ditanamkan pemahaman yang rusak ini. Apalagi ditunjang dengan sarana-sarana elektronik seperti adanya film-film para sunan yang menggambarkan kesaktian para wali. Tentunya hal ini adalah sangat berbahaya yang bisa menimbulkan rusaknya aqidah kaum muslimin.

Ketahuilah Allah U telah menjelaskan dalam kitab-Nya dan sunnah Rosul-Nya bahwasanya Allah U memiliki wali-wali dari golongan manusia dan demikian pula syaithon juga memiliki wali-wali dari golongan manusia. Maka Allah U membedakan antara para wali Allah dan para wali syaithon.[1] Sebagaimana firman Allah U :

اللهُ ولي الذين آمنوا يخرجهم من الظلمات إلى النّور و الذين كفروا أولياؤهم الطاغوت يخرجونهم من النور إلى الظلمات ألئك أصحاب النار هم فيها خالدون

Allah adalah wali (penolong) bagi orang-orang yang beriman. Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang kafir penolong-penolong mereka adalah thogut yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan-kegelapan. (Al-Baqoroh : 256)

فإذا قرأت القرآن فاستعذ بالله من الشيطان الرجيم. إنه ليس له سلطان على الذين آمنوا وعلى ربهم يتوكلون. إنما سلطانه على الذين يتولونه و الذين هم به مشركون

Jika engkau membaca Al-Qur’an maka berlidunglah kepada Allah dari (godaan) syaithon yang terkutuk. Sesungguhnya tidak ada kekuatan baginya terhadap orang-orang yang beriman dan mereka bertawakal kepada Rob mereka. Hanyalah kekuatannya terhadap orang-orang yang berwala’ kepadanya dan mereka yang dengannya berbuat syirik. (An-Nahl :98-100)

ومن يتخذ الشيطان وليا من دون الله فقد خسر خسرانا مبينا

Dan barangsiapa yang menjadikan syaithon sebagai wali selain Allah maka dia telah merugi dengan kerugian yang nyata (An-Nisa’ : 119)

الذين آمنوا يقاتلون في سبيل الله و الذين كفروا يقاتلون في سبيل الطاغوت فقاتلوا أولياء الشيطان إن كيد الشيطان كان ضعيفا

Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah dan orang-orang kafir berperang di jalan thogut. Maka perangilah para wali-wali syaithon sesungguhnya tipuan syaithon itu lemah. (An-Nisa’ : 76)[2]

Mak wajib bagi kita untuk membedakan manakah yang merupakan wali-wali Allah dan manakah yang merupakan wali-wali syaithon, sebagaimana Allah dan Rosulullah membedakannya.[3]

Definisi wali
Wali diambil dari lafal al-walayah yang merupakan lawan kata dari al-‘adawah. Adapun arti dari al-walayah adalah al-mahabbah (kecintaan) dan al-qorbu (kedekatan). Sedangkan arti al-‘adawah adalah al-bugdlu (kebencian) dan al-bu’du (kejauhan). Sedangkan wali artinya yang dekat.[4]

Siapakah yang disebut wali Allah ?
Yang disebut wali Allah adalah orang yang dia mencintai Allah U dan dekat dengan Allah U. Dan orang seperti ini harus memiliki sifat-sifat berikut :

1. Dia harus ittiba’ (mengikuti) Nabi r, menjalankan perintah Nabi r dan menjauhi larangan-larangan beliau. Berdasarkan firman Allah U:

قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله

Katakanlah :”Jika kalian mencintai Allah maka ikutlah aku maka Allah akan mencintai kalian” (Ali Imron :31)

Ayat ini merupakan ayat ujian yang turun untuk menguji orang-orang yang mengaku mencintai Allah U (termasuk di dalamnya orang yang mengaku dia adalah wali Allah). Jika dia benar mengikuti Nabi r maka kecintaannya kepada Allah U adalah benar, dan jika tidak maka cintanya adalah dusta.

2. Dia harus bersifat lembut kepada kaum muslimin dan keras kepada kaum kafir, dan berjihad di jalan Allah dan tidak takut dengan celaan orang-orang yang mencela, sesuai dengan firman Allah U:

يا أيها الذين آمنوا من يرتد منكم عن دينه فسوف يأتي الله بقوم يحبهم ويحبونه, أذلة على المؤمنين أعزة على الكافرين يجاهدون في سبيل الله ولا يخافون لومة لائم

Wahai orang-orang yang beriman barang siapa dari kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka mencintai Allah yang bersifat lemah lembut kepada orang-orang mukmin, yang bersifat keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah dan tidak takut dengan celaan orang yang mencela.(Al-Maidah : 54)

3. Dia harus bertaqwa dan beriman, yaitu beriman dengan hatinya dan bertaqwa dengan anggota tubuhnya, sesuai dengan firman Allah U:

ألا أن أولياء الله لا خوف عليهم ولا هم يحزنون الذين آمنوا وكانوا يتقون

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih (hati). (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa. (Yunus : 62,63)

Maka barangsiapa yang mengaku sebagai wali Allah namun tidak memiliki sifat-sifat ini maka dia adalah pendusta.[5]

Namun perlu diperhatikan bukanlah syarat seorang wali dia harus ma’sum (tidak pernah berbuat salah), dan tidak pula dia harus menguasai seluruh ilmu syari’at. Bahkan boleh baginya tidak mengetahui sebagian syari’at atau masih samar baginya sebagian perkara agama. Oleh karena itu tidak wajib bagi manusia untuk mengimani seluruh apa yang dikatakan oleh seorang wali Allah sehingga dia tidak menjadi seorang Nabi r, tetapi seluruh yang dikatakannya dikembalikan kepada ajaran Muhammad r. Jika sesuai, maka perkataannya diterima dan jika tidak, maka ditolak. Dan jika tidak diketahui apakah sesuai atau tidak dengan ajaran Nabi r maka tawaquf.[6] Dan inilah sikap yang benar kepada wali Allah. Adapun sikap yang salah kepada wali Allah yaitu membenarkan semua apa yang diucapkan dan yang dilakukannya, atau sebaliknya jika melihat dia mengatakan atau melakukan sesuatu yang menyelisihi syari’at maka langsung mengeluarkan dia dari kewaliannya.[7]

Umar bin khottob t adalah contoh seorang wali Allah, yang Rosulullah r bersabda tentangnya :

قد كان فيما قبلكم من الأمم ناس محدثون فإن يكن من أمتي أحد فإنه عمر

Pada umat-umat sebelum kalian ada orang-orang yang muhaddatsun (yang mendapatkan berita ghoib atau sejenis ilham dari Allah). Kalaupun ada di kalangan umatku satu orang, maka dia adalah Umar.[8]

إن الله ضرب الحق على لسان عمر و قلبه

Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran pada lisan Umar dan pada hatinya.[9]

لو كان نبي بعدي لكان عمر

Kalaulah ada nabi setelahku maka dia adalah Umar.[10]

Hadits-hadits ini jelas menunjukan bahwasanya Umar t adalah seorang wali Allah, bahkan beliau mendapatkan ilham dari Allah. Namun hal ini tidak menunjukan bahwa Umar t harus ma’sum (terjaga dari kesalahan). Kesalahan yang pernah beliau lakukan diantaranya [11]:

a. Yaitu Nabi r berumroh pada tahun ke enam Hijroh bersama sekitar 1400 kaum muslimin –mereka itu yang berbai’at di bawah pohon- dan Nabi r telah mengadakan perjanjian damai dengan kaum musyrikin setelah melalui perundingan dengan kaum musrikin tersebut untuk kembali ke Madinah pada tahun ini dan berumroh pada tahun yang akan datang. Dan Nabi r memberi beberapa syarat terhadap mereka yang dalam syarat-syarat tersebut ada tekanan kepada kaum muslimin secara dzohir, sehingga hal itu memberatkan kebanyakan kaum muslimin, sedangkan Allah dan Rosul-Nya lebih mengetahui dengan maslahat yang ada di balik itu. Dan Umar t termasuk orang yang tidak setuju dengan hal itu, lalu berkata kepada Nabi r :”Wahai Rosulullah, bukankah kita di atas kebenaran dan musuh kita di atas kebatilan ?”, maka Nabi r menjawab :”Benar”, lalu Umar t berkata lagi :”Bukankah orang-orang yang terbunuh diantara kita masuk ke dalam surga dan orang-orang yang terbunuh di antara mereka masuk ke dalam neraka?”, Nabi r menjawab :”Benar”. Umar t berkata :”Kenapa kita merendahkan agama kita?”, Nabi berkata :”Aku adalah Rosulullah dan Allah adalah penolongku dan aku bukanlah orang yang bermaksiat kepadanya.”, Umar t berkata :”Bukankah engkau berkata kepada kami bahwa kita kita akan mendatangi baitulloh dan berthowaf ?”, Nabi berkata :”Benar”. Nabi r berkata lagi:”Apakah aku mengatakan kepadamu sesungguhnya engkau akan mendatanginya pada tahun ini?”, Umar t berkata :”Tidak”, Nabi r berkata :”Sesungguhnya engkau akan mendatanginya dan berthowaf.”

Umar pun mendatangi Abu Bakar t dan berkata kepadanya sebagaimana perkataannya kepada Rosulullah. Dan Abu Bakar t pun menjawab sebagaimana jawaban Rosulullah r, padahal dia tidak mendengar jawaban Rosulullah r. Dan Abu Bakar t adalah orang yang lebih sering sesuai dengan Allah dan Rosul-Nya dari pada Umar t, dan Umar t mengakui kesalahannya dan berkata :”Aku benar-benar akan mengamalkannya”[12]

b. Ketika Nabi r wafat, Umar mengingkari kematian Nabi r. Namun tatkala Abu Bakar t berkata :”Sesungguhnya dia telah wafat”, maka Umar t pun menerimanya.[13]

c. Ketika Abu Bakar t memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat, maka Umar t berkata kepada Abu Bakar t :”bagaimana bisa kita memerangi manusia, sedangkan Rosulullah bersabda :”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku adalah Rosulullah. Apabila mereka mengakui hal ini maka terjagalah darah-darah dan harta-harta mereka, kecuali dengan haknya””, maka Abu Bakar t berkata :”Bukanlah Rosulullah bersabda “kecuali dengan haknya”?, sesungguhnya zakat termasuk haknya. Demi Allah kalau mereka itu menolak untuk membayar zakat kepadaku yang mereka membayarnya kepada Rosulullah maka aku akan memerangi mereka karena ketidakmauan mereka”. Berkata Umar t :”Demi Allah tidaklah ada, kecuali aku melihat Allah telah melapangkan dada Abu Bakar untuk memerangi (orang-orang yang enggan membayar zakat), maka aku mengetahui bahwasanya dia adalah benar”[14]

Faidah yang bisa diambil dari kisah ini adalah [15]:

a. Seorang wali tidak ma’sum, bisa berbuat salah, bahkan berkali-kali.

b. Seorang wali bisa memiliki karomah sebagaimana Umar yang mendapat ilham dari Allah U.

c. Tidak berarti seseorang yang mendapat karomah berarti lebih mulia daripada wali Allah yang tidak ada karomahnya. Sebagaimana Abu Bakar t jelas lebih mulia daripada Umar t, namun dia tidak mendapatkan ilham dari Allah U.

d. Seorang wali tetap harus melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah U dan Rosul-Nya dan menjauhi larangan-larangan Allah U dan Rosul-Nya. Sebagaimana Umar t yang tetap melaksanakan perintah Allah U.

e. Walaupun seorang wali, tapi perkataan dan perbuatannya harus ditimbang dengan Al-Kitab dan Sunnah Nabi r yang ma’sum. Sebagaimana ucapan Umar t dikembalikan (ditimbang) oleh Abu Bakar t dengan Sunnah Nabi. Berkata Yunus bin Abdil A’la As-Shodafi : Saya berkata kepada Imam Syafi’i : “Sesungguhnya sahabat kami –yaitu Al-Laits- mengatakan :”Apabila engkau melihat sesorang bisa berjalan di atas (Permukaan) air, maka janganlah engkau anggap dia sebelum engkau teliti keadaan (amalan-amalan) orang tersebut, apakah sesuai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah.”, lalu Imam Syafi’i berkata :”Al-Laits masih kurang, bahkan kalau engkau melihat sesseorang bisa berjalan di atas air atau bisa terbang di udara, maka janganlah engkau anggap ia sebelum engkau memeriksa keadaan (amalan-amalan) orang trsebut apakah sesuai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah”.[16]

Sehingga tidaklah benar anggapan bahwa Aresto adalah wali Allah karena Aresto adalah mentrinya Iskandar yang kafir (karena tidak ada wali Allah dari orang kafir), yang sebagian orang (diantaranya Ibnu Sina) menyangka bahwa Iskandar adalah Dzulqornain.[17]

f. Seorang wali yang telah jelas bahwasanya perkataan atau perbuatannya menyelisihi Sunnah Nabi, maka dia harus kembali kepada kebenaran. Dan dia tidak menentangnya. Sebagaimana Umar t, beliau tidak membantah Abu Bakar t dengan berkata :”Tapi saya kan wali, saya kan mendapat ilham dari Allah, saya kan dijamin masuk surga, dan kalian harus menerima perkataan saya”

g. Seorang wali harus mematuhi syari’at Muhammad r. Para Nabi saja kalau hidup sekarang harus mengikuti syari’at Muhammad r apalagi para wali. Karena jelas para Nabi lebih bertaqwa daripada para wali dari selain Nabi. Ibnu Mas’ud t berkata :”Tidaklah Allah mengutus seorang nabipun kecuali Allah mengambil perjanjiannya, jika Muhammad r telah diutus dan nabi tersebut masih hidup maka nabi tersebut harus benar-benar beriman kepadanya dan menolongnya. Dan Allah memerintah Nabi tersebut untuk mengambil perjanjian kepada umatnya kalau Muhammad r telah diutus dan mereka (umat nabi tersebut masih) hidup maka mereka akan benar-benar beriman kepadanya dan menolongnya.”[18]

h. Seorang wali tidak boleh menyombongkan dirinya dengan mengaku-ngaku bahwa dia adalah wali, sebagaimana yang dilakukan oleh Ahlul kitab yang mereka mengaku bahwa mereka adalah wali-wali Allah. Sebagaimana firman Allah :

فلا تزكوا أنفسكم هو أعلم بمن اتقى

Dan janganlah kalian menyatakan diri-diri kalian suci. Dia (Allah) yang lebih mengetahui tentang orang yang bertaqwa. (An-Najm : 32 )

Orang mengaku dirinya adalah wali maka dia telah berbuat maksiat kepada Allah U karena telah melanggar larangan Allah U ini. Dan orang yang bermaksiat tidak pantas disebut wali Allah.[19]

Dan juga bukan termasuk syarat sebagai wali Allah yaitu dia harus memiliki karomah. Namun karomah merupakan tambahan kenikmatan yang Allah berikan kepada siapa saja yang Ia kehendaki dari kalangan para wali-Nya.[20] Dan wali-wali Allah tidak memiliki ciri-ciri yang khusus pada perkara-perkara mubah yang bisa membedakannya dengan manusia yang lain.[21] Pakainnya sama, rambutnya sama, dan yang lainnya juga sama.

Contoh-contoh karomah para wali Allah [22]:
1. Amir bin Fahiroh mati syahid, maka mereka mencari jasadnya namun tidak bisa menemukannya. Ternyata ketika dia terbunuh dia diangkat dan hal ini dilihat oleh Amir bin Thufail. Berkata Urwah:”Mereka melihat malaikat mengangkatnya”[23]

2. Kholid bin Walid ketika mengepung musuh di dalam benteng yang kokoh, maka para musuhpun berkata :”Kami tidak akan menyerah sampai engkau meminum racun”, lalu diapun meminum racun namun tidak mengapa.[24]

3. Sa’ad bin Abi Waqqos adalah orang yang selalu dikabulkan do’anya. Dan dengan do’anya itulah dia berhasil mengalahkan pasukan Kisro dan menguasai Iroq.[25]

4. Umar bin Khottob, pernah mengutus pasukan dan beliau mengangkat seorang pemuda yang bernama Sariyah untuk memimpin pasukan tersebut. Dan ketika Umar sedang berkhutbah di atas mimbar, beliau berteriak :”Wahai Sariyah, gunung !, wahai Sariyah, gunung !”. Lalu utusan pasukan tersebut menemui Umar dan berkata : “Wahai Amirul Mu’minin, kami bertemu musuh, tiba-tiba ada suara teriakan :”Wahai Sariyah, gunung!”, lalu kami menyandarkan punggung-punggung kami ke gunung kemudian Allah memenagkan kami”.[26]

5. Abu Muslim Al-Khoulani, dia pernah dicari oleh Al-Aswad Al-‘Anasi yang mengaku sebagai nabi. Lalu Al-Aswad bertanya kepada beliau :”Apakah engkau bersaksi bahwa saya adalah Rosul Allah?”, lalu dia berkata :”Saya tidak dengar”, lalu dia bertanya lagi :”Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rosul Allah?”, beliau menjawab :”Ya”. Lalu disiapkan api dan beliau dilemparkan ke api. Namun mereka mendapatinya sedang sholat di dalam kobaran api itu, api itu menjadi dingin dan keselamatan untuknya.[27]

6. Sa’id Ibnul Musayyib, di waktu hari-hari yang panas, beliau mendengar adzan dari kuburan Nabi ketika tiba waktu-waktu sholat, dan mesjid dalam keadaan kosong (karena panasnya hari –pent), tidak ada seorangpun kecuali dia.[28]

7. Uwais Al-Qorni ketika wafat mereka menemukan di bajunya ada beberapa kain kafan yang sebelumnya tidak ada, dan mereka juga menemukan lubang yang digali di padang pasir yang sudah ada lahadnya. Lalu mereka mengafaninya dengan kefan-kafan teresbut dan menguburkannya di lubang tersebut.[29]

8. Asid Bin Hudlair membaca surat Al-Kahfi lalu turunlah bayangan dari langit yang ada semacam lentera dan itu adalah para malaikat yang turun karena bacaannya.[30] Dan malaikat pernah menyalami Imron bin Husain t[31]. Salman t dan Abu Darda’ t makan di piring lalu piring mereka bertasbih atau makanan yang ada pada piring tersebut bertasbih.[32] Ubbad bin Busyr t dan Asid bin Hudlair t kembali dari Rosulullah pada malam yang gelap gulita. Maka Allah menjadikan cahaya bagi mereka berdua, dan tatkala mereka berpisah maka terpisah juga cahaya tersebut.[33]

9. Muthorrif bin Abdillah jika memasuki rumahnya maka tempayan-tempayannya bertasbih bersamanya.[34] Dia bersama seorang sahabatnya berjalan di malam hari, lalu Allah menjadikan cayaha untuk mereka berdua.[35]

10. Ahnaf bin Qois. Ketika dia wafat, tutup kepala milik seseorang terjatuh di kuburannya. Lalu orang tersebut mengambil topinya, dan dia melihat kuburannya telah menjadi seluas mata memandang.[36]

11. Utbah Al-gulam, dia meminta kepada Allah tiga perkara, yaitu suara yang indah, air mata yang banyak, dan makanan yang diperoleh tanpa usaha. Dan jika dia membaca Al-Qur’an maka dia menangis dengan air mata yang banyak. Dan jika dia bernaung di rumahnya dia mendapatkan makanan dan dia tidak tahu dari manakah makanan tersebut.[37]

Siapakah wali-wali syaithon ?
Allah U berfirman :

ومن يعش عن ذكر الرحمان نقيض له شيطانا فهو له قرين

Dan barang siapa yang berpaling dari pengajaran Ar-Rohman, kami adakan baginya syaithon yang menyesatkan, maka syaithon itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (Az-Zukhruf : 36)

هل أنبئكم من تنزل الشيطان, تنزل على كل أفاك أثيم, يلقون السمع وأكثرهم كاذبون

Apakah akan aku beritahukan kepadamu, kepada siapkah syaithon-syaithon itu turun ?, mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi banyak dosa. Mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaithon) itu, dan kebanyakan mereka adalah pendusta. (As-Syu’aro’ : 221,223)

Contoh-contoh tipuan syaithon
a.Abdullah bin Soyyad. Nabi r pernah menguji Ibnu Soyyad (seorang dukun yang hidup di zaman Nabi yang dia adalah seorang Yahudi). Nabi r berkata kepadanya :”(Cobalah tebak) aku menyembunyikan sesuatu (di hatiku)”. Ibnu Soyyad berkata :”Ad-Dukh…Ad-Dukh..”. Padahal sesungguhnya Nabi r sedang menyembunyikan surat Ad-Dukhon. Lalu Nabi berkata kepadanya :”Cih, engkau tidak mampu melampaui kemampuanmu”[38]. Ibnu Soyyad hampir betul menebak apa yang ada di hati Nabi, dan ini adalah suatu keajaiban, namun dengan bantuan syaithon. Karena seorang yang normal maka dia tidak akan bisa mengetahui isi hati manusia, bahkan Nabi pun tidak mengetahui isi hati manusia kecuali yang diberitahu oleh Allah U. Para sahabat pun (kecuali Hudzifah, karena dia telah diberitahu oleh Nabi r) tidak mengetahui siapa-siapa saja orang munafik yang ada bersama mereka. [39]

b.Al-Aswad Al-‘Anasi yang mengaku sebagai nabi. Dia dibantu para syaithon yang memberitahukan kepadanya tentang perkara-perkara ghoib. Dan tatkala kaum muslimin memeranginya mereka kawatir para syaithonnya akan mengabarkan kepadanya apa yang mereka bicarakan tentang dirinya (yaitu bahwasanya dia akan dibunuh –pent). Namun istrinya sadar akan kekafiran suaminya maka diapun menolong kaum muslimin.[40]

c.Musailamah Al-Kadzdzab yang juga mengaku sebagai nabi, memiliki syaithon-syaithon yang memberitahukan perkara-perkara gho’ib kepadanya dan membantunya melakukan hal-hal yang ajaib[41]. Diantaranya dia pernah meludah di sumur sehingga air sumur tersebut menjadi melimpah.[42]

c.Al-Harits Ad-Dimasyqi, seorang pembohong besar yang muncul dan mengaku sebagi nabi di Syam pada zaman khalifah Abdul Malik bin Marwan (wafat tahun 86 H). Al-Harits memiliki kemampuan ajaib. Para syaithonnya melepaskan kedua kakinya dari belenggu, dan membuatnya kebal senjata, dan batu pualam bisa bertasbih jika dia sentuh dengan tangannya. Dan dia telah melihat orang-orang dalam keadaaan berjalan dan naik kuda terbang di udara, dia berkata : “Mereka adalah malaikat”, padahal mereka adalah jin. Dan tatkala kaum muslimin menangkapnya untuk dibunuh, maka ada orang yang menombaknya di tubuhnya, namun tidak mempan. Maka Abdul Malik berkata kepadanya :”Engkau tidak menyebut nama Allah”. Lalu orang itu menyebut nama Allah dan berhasil membunuh Al-harits.[43]

d. Lia ‘Aminuddin, yang mengaku sebagai Imam Mahdi dan mengaku telah didatangi oleh Jibril. Keajaiban yang ada padanya yaitu dia mampu untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Bahkan dia mengaku adalah seseorang yang memberantas bid’ah dan kesyririkan.

Syubhat-syubhat
Syubhat pertama

Sesungguhnya Rosulullah diutus kepada manusia pada umumnya namun tidak pada manusia-manusia yang khusus yaitu para wali, dan para wali tersebut tidak butuh kepada Nabi, mereka memiliki cara tersendiri untuk mencapai Allah U. Sebagaimana Nabi Musa tidaklah diutus kepada Nabi Khidir sehingga Nabi Khidir tidak wajib mengikuti syari’at Musa.[44]

Jawab [45]:

Perkataan ini sebagaimana perkataan kebanyakan para ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) bahwasanya Rosulullah diutus kepada orang-orang yang tuna aksara bukan kepada mereka. Dan pendalilan dengan kisah antara Khidir dan Musa adalah tidak tepat, sebab :

a. Bahwasanya Musa tidaklah diutus kepada Khidir (tetapi hanya diutus untuk bani Isroil), sehingga Khidir tidaklah wajib mengikuti Nabi. Adapun Muhammad r risalahnya umum untuk seluruh jin dan manusia. Bahkan jika ada orang yang lebih mulia dari Khidir (seperti Ibrohim, Musa, dan Isa)[46] bertemu dengan Nabi, maka dia wajib mengikuti Nabi. Apalagi Khidir, tentu lebih wajib lagi.

Oleh karena itu Khidir berkata kepada Musa : “Aku diatas ilmu yang diajarkan Allah kepadaku yang tidak kau ketahui dan engkau di atas ilmu yang Allah mengajari engkau yang aku tidak mengetahuinya”[47]. Dan tidak boleh bagi seorangpun yang sampai kepadanya risalah Muhammad r untuk berkata sebagaimana perkataan Khidir ini.

b. Apa yang telah dilakukan oleh Khidir[48] tidaklah menyelisihi syari’at Musa. Musa tidaklah mengetahui sebab yang membolehkan hal-hal itu. Dan ketika Khidir menjelaskan sebab-sebab tersebut Musa menyetujuinya. Sehingga berkata Ibnu Abbas kepada Najdah Al-Harwari ketika dia bertanya kepada Ibnu Abbas t tentang membunuh anak-anak kecil: “Jika kamu mengetahui anak-anak tersebut sebagaimana yang diketahui oleh Khidir tentang anak kecil (yang dibunuhnya) maka bunuhlah mereka, dan jika tidak maka jangan.”[49]

Syubhat kedua

Mereka (para wali syaithon) menganggap bahwa mereka mendapat wahyu langsung dari Allah -sebagaimana yang diserukan oleh Ibnu Arobi-, dan bahwasanya mereka lebih baik dari para nabi yang mengambil ilmu dari Allah melalui perantara. Mereka berkata :”Kenabian telah berakhir dengan wafatnya Rosulullah r, sedangkan kewalian belum berakhir. Dan yang paling terakhir adalah yang lebih baik dari yang sebelumnya”.

Jawab :

Ini adalah pemikiran sesat Ibnu Arobi yang sama sekali tidak bersandar kepada dalil. Ketika dia mengetahui bahwa syari’at ini sudah tidak bisa dirubah lagi hingga hari kiamat, (dan dia ingin keluar dari syari’at) maka dia berkata :”Kenabian telah tertutup, tetapi kewalian belum”, dan dia menganggap bahwa kewalian lebih tinggi derajatnya dari pada kerosulan dan kenabian, sebagaimana dia berkata :

مقام النبوة في برزخ فويق الرسول و دون الولي

Kedudukan kenabian berada di alam barzakh, sedikit di atas (kedudukan) Rosul dan dibawah (kedudukan) Wali

Hal ini tentunya pemutarbalikan syari’at. Seharusnya kenabian lebih khusus dari kewalian dan kerosulan lebih khusus daripada kenabian. Sehingga kedudukannya adalah kerosulan lebih tingi daripada kenabian dan kenabian lebih tinggi daripada kewalian.[50] Berkata Imam Abul ‘Izz Al-Hanafi :”Maka siapakah yang lebih kafir dari memisalkan dirinya dengan sebuah bata emas dan memisalkan Nabi dengan bata perak, lalu dia menjadikan dirinya lebih tinggi daripada Nabi,…….bagaimana bisa samar kekufuran dari perkataannya (Ibnu Arobi) ini ?…..dan kekufuran Ibnu “Arobi lebih parah dari kekufuran orang-orang yang berkata : “Tidaklah kami beriman hingga kami diberikan apa yang diberikan kepada Rosulullah” (Al-An’am : 124)”[51]

Syubhat ketiga

Kami tidak usah menjalankan syari’at karena Allah U telah bersatu dengan kami para hambanya yang sholih. Bukankah Allah U berkata dalam hadits qudsi :

و ما يزال عبدي يتقرب ألي بالنوافل حتى أحبه, فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به و بصره الذي يبصر يه ويده التي يبشط بها ورجله التي يمشي بها, ولئن سألني لأعطينه ولئن استعاذني لأعيذنه

Dam hamba-Ku senantiasa bertaqorrub (mendekatkan dirinya) kepada-Ku dengan amalan-amalan nafilah (sunnah) hingga Aku mencintainya. Apabila Aku mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang dia mendengar dengannya, dan penglihatannya yang dia melihat dengannya, dan tangannya yang dia memukul dengannya, dan kakinya yang dia berjalan dengannya, dan jika dia meminta kepada-Ku maka akan aku berikan, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku maka aku akan melindunginya.[52]

Jawab : Dzohir hadits ini adalah bukanlah Allah U menjadi pendengarannya, penglihatannya, tangannya, dan kakinya, tetapi dzohirnya adalah Allah U meluruskan (memberi petunjuk) kepada penglihatan, pendengaran, tangan dan kakinya, sehingga apa yang dilakukan oleh hamba tersebut selalu dibimbing oleh Allah U. Adapun makna yang batil di atas adalah tidaklah mungkin, sebab :

- Ini merupakan aqidah wihdatul wujud (manunggaling kawulo gusti) yang sesat karena bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang muhkam (jelas) yang tidak bisa lagi dipalingkan lagi maknanya.

- Barang siapa yang memperhatikan hadits ini dengan baik maka dia akan faham tentang batilnya aqidah wihdatul wujud ini. Dalam hadits ini Allah U menetapkan adanya hamba (yang beribadah) dan ma’bud (yang diibadahi), yang mendekat (bertaqorrub) dan yang didekati (ditaqorrubi), yang dicintai dan yang mencintai, yang meminta dan yang memberi, yang meminta perlindungan dan yang memberi perlindungan. Maka hadits ini menunjukan adanya dua dzat yang berbeda, yang satu bukan yang lainnya. Dan bukan pula yang satu merupakan sifat atau bagian dari yang lainnya.

- Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki si wali semuanya adalah sifat-sifat atau bagian-bagian pada makhluk yang baru tercipta yang sebelumnya belum ada (belum tercipta). Maka tidak mungkin bagi siapa saja yang berakal untuk memahami bahwa pencipta yang awal (yaitu Allah) yang tidak ada sebelum Dia sesuatupun, akan menjadi pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki makhluk. Bahkan hal seperti inipun sulit untuk dibayangkan kalaupun kita anggap benar.[53]

Perbedaan antara karomah wali Allah dan tipuan wali syaithon
1. Bahwa karomah para wali tersebut disebabkan oleh keimanan dan ketaqwaan. Sedangkan keajaiban dan keluarbiasaan lain yang merupakan bantuan syaithon disebabkan oleh hal-hal yang merupakan larangan Allah U dan Rosulullah[54]. Jadi apabila di dalamnya mengandung unsur-unsur yang disenangi oleh syaithon, baik itu kemusyrikan, kedzoliman, atau kebid’ahan, maka jelas yang terjadi pasti bukan karomah.

2. Karomah tidak bisa dibatalkan dengan bacaan-bacaan apa saja dan tidak bisa dilawan. Sedangkan kejadian-kejadian luar biasa lain yang merupakan bantuan syaithon bisa dibatalkan dengan bacaan-bacaan ayat-ayat Allah seperti ayat kursi dan lain-lain

3. Karomah tidak bisa dipelajari sehingga menjadi suatu ilmu kedigdayaan yang baku. Sedangkan kejadian-kejadian luar bisa yang berasal dari syaithon bisa dipelajari.[55] Sebagaimana karomah-karomah yang telah dimiliki oleh para salaf, tidak ada satu atsarpun yang menunjukan bahwa mereka pernah mengajarkan karomah mereka kepada orang lain. Sebagaimana Umar t, beliau tidak pernah mengajarkan karomahnya kepada orang lain, kerena memang tidak bisa diajarkan.

4. Karomah pada umumnya tidak bisa dilakukan terus menerus, tetapi terjadi sesuai kehendak Allah bukan berdasarkan kehendak Wali yang mendapatkan karomah tersebut.

Pengetahuan tambahan :
1. Seluruh orang yang beriman adalah wali-wali Allah. Dan wali-wali yang paling mulia adalah para Nabi. Dan para Nabi yang paling mulia adalah para Rosul. Dan para Rosul yang paling mulia adalah para Rosul yang lima (Ulul ‘Azmi), dan diantara Ulul ‘Azmi yang paling mulia adalah Nabi Muhammad.[56]

2. Persamaan dan perbedaan antara Mu’jizat dan karomah.

Persamaannya : Mu’jizat dan karomah sama-sama merupakan hal yang ajaib yang luar biasa (yang tidak bisa dilkukan olah orang biasa) yang Allah berikan kepada para hambanya.

Perbedaannya [57]:

- Mu’jizat hanya berlaku pada para Nabi dan Rosul, adapun karomah pada para wali.

- Mu’jizat diperoleh dengan kenabian, adapun karomah diperoleh dengan ketaqwaan.

- Karomah kedudukannya lebih rendah daripada mu’jizat.

- Akibat dari mu’jizat adalah baik, adapun efek samping dari karomah belum tentu.[58]

- Pemilik mu’jizat (yaitu para Nabi dan Rosul) menantang orang-orang yang menyelisihinya, adapun pemilik karomah tidak demikian.

3. Kita harus mengakui adanya karomah, tidak sebagaimana mu’tazilah yang mengingkari karomah dan berkata :”Kalau kita mengakui karomah, maka akan sama wali dengan Nabi”, oleh karena itu kami mengingkari karomah dan juga mengingkari hakikat sihir. Namun ini tidaklah benar sebab orang yang memiliki karomah tidaklah mengaku bahwa dia adalah seorang Nabi.[59]

4. Dalam beribadah hendaknya kita berniat karena Allah bukan karena untuk mencari karomah. Kita meminta kepada Allah agar bisa istiqomah dalam hidup kita bukan mencari karomah. Berkata Abu Ali Al-Jauzaja’i : “Jadilah engkau orang yang mencari keistiqomahan, jangan menjadi pencari karomah. Sesungguhnya jiwamu bergerak (berusaha) dalam mencari karomah padahal Rob engkau mencari keistiqomahanmu”. Berkata Syaikh As-Sahrwardi :”Ucapan ini adalah prinsip yang agung dalam perkara ini, karena sesungguhnya banyak mujtahid dan ahli ibadah mendengar salaf yang sholih, telah diberi karomat-karomat dan hal-hal yang luar biasa sehingga jiwa-jiwa mereka (para ahli ibadah itu) senantiasa mencari sesuatu dari hal itu (karomah tersebut), dan mereka ingin diberikan sedikit dari hal itu, dan mungkin diantara mereka ada yang hatinya prustasi dalam keadaan menuduh dirinya bahwa amal ibadahnya tidak sah karena tidak mendapatkan karomah. Kalau mereka mengetahui rahasia hal itu (yaitu Allah tidak menuntut para hambanya untuk memperoleh karomah, tetapi yang Allah inginkan para hambanya beristiqomah –pent) tentu perkara ini (mencari karomah) adalah perkara yang rendah bagi mereka. [60]

5. Hukum tenaga dalam, jika diatasnamakan Islam (biasanya dicampur dengan dzikir-dzikir asma Allah) maka harom. Kalau mereka menyatakan bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk beribadah kepada Allah, maka kita katakan bahwa ini adalah bid’ah sebab kenapa harus menggunakan tata cara dan gerakan-gerakan khusus yang tidak pernah diajarkan oleh Allah dan Nabi. Dan tidak ada dalil sama sekali bahwa dengan bacaan-bacaan dan gerakan-gerakan khusus yang mereka lakukan bisa mengahasilkan tenaga dalam. Kalau mereka mengatakan tujuan mereka untuk beribadah dan untuk mempeoleh kekuatan, maka kita katakan bahwa mereka telah melakukan kesyirikan sebab niat ibadah mereka selain untuk Allah juga untuk hal yang lain.[61]

Selain itu perkatek-praktek tenaga dalam yang ada menyelisihi syari’at diantaranya :

- Latihannya harus menggunakan emosi, padahal Rosulullah r telah melarang seseorang untuk emosi, beliau bersabda :

لا تغضب فردد مرارا لا تغضب

“Janganlah engkau marah”, Rosulullah mengulanginya beberapa kali “Janganlah engkau marah”

Rahasia mereka (yang latihan tenaga dalam) harus marah sebab dengan marah tersebut syaithon bisa masuk dalam tubuh mereka sehingga bisa memberi kekuatan untuk tenaga dalam mereka. Sebagaimana sabda Rosulullah :

إن الشيطان يجري من بني آدم مجرى الدم

Sesungguhnya syaithon mengalir dalam tubuh manusia sebagaimana aliran darah. (Riwayat Bukhori)

- Ketika latihan, mereka sering tidak sadar, terutama ketika sedang memprkatekkan jurus mereka. Hal ini sama saja dengan sengaja membuat diri menjadi tidak sadar (alias mabuk), dan hal ini tidak boleh dalam Islam, sebab Islam menganjurkan kita untuk senantiasa menjaga akal kita sehingga bisa senantiasa berdzikir kepada Allah.

- Kadang disertai dengan puasa mutih (tidak boleh makan kecuali yang putih-putih), yang ini tidak ada syari’atnya dalam Islam. Atau untuk menjaga ilmunya dia harus menghindari pantangan-pantangan tertentu yang sebenarnya hal itu dihalalkan baginya sebelum dia memiliki ilmu tenaga dalam tersebut. Dan ini berarti mengha“Janganlah engkau mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah U.



والله أعلم بالصواب









Maroji :

v Al-Furqon baina auliyaurrohman wa auliyaussyaithon, karya Ibnu taimiyah, tahqiq Fawwaz Ahmad Zamarli, terbitan Darul Kutub Al-‘Arobi

v Syarah Al-Ushul As-Sittah, karya Syaikh Utsaimin

v Al-Qowa’id Al-Mutsla, karya Syaikh Utsaimin, tahqiq Abu Muhammad Asyrof bin Abdil Maqsud, terbitan Adlwa’ As-Salaf.

v Syarah Al-Aqidah At-Thohawiyah, karya Abul ‘Izz Al-Hanafi, tahqiq Syaikh Al-Albani, terbitan Al-Maktab Al-Islami

v Majalah As-Sunnah 03/III/1418

v Al-Jadawil Al-Jami’ah



--------------------------------------------------------------------------------

[1] Al-Furqon hal 25

[2] Lihat pula surat-surat Al-Maidah :51-56, Al-Kahfi : 44, Al-Kahfi : 50, Ali Imron : 173-175

[3] Al-Ushul As-sittah hal 173

[4] Al-Furqon hal 31

[5] Al-Ushul As-Sittah hal 171,172

[6] Al-Furqon hal 71, Al-Ushul As-Sittah hal 175

[7] Al-Furqon hal 82

[8] Riwayat Bukhori no 3469 dan Muslim no 2398

[9] Riwayat Abu Dawud no 2962 dengan sanad yang hasan



[10] Riwayat At-Thirmidzi no 3686, dengan sanad yang hasan

[11] Al-Furqon hal 86,87

[12] Riwayat Bukhori no 2732, 2732

[13] Riwayat Bukhori no 1241, 1242

[14] Riwayat Bukhori no 1399-1400

[15] Disimpulkan dari Al-Furqon hal 85-88

[16] Syarah Aqidah At-Tohawiyah

[17] Al-Furqon hal 42

[18] Lihat tafsir Ibnu Katsir jilid 1, Al-Furqon hal 92

[19] Syarah Al-Ushul As-Sittah hal 170

[20] Majalah As-Sunnah 03/III/1418 hal 25

[21] Al-Furqon hal 69

[22] Diringkas dari Al-Furqon hal 154-157

[23] As-Siyar 2/224

[24] Al-Furqon hal 154

[25] Riwayat At-Thirmidzi no 3751 dan Ibnu Hibban no 2215

[26] Riwayat Bukhori no 3198, dan Muslim no 1610

[27] As-Siyar 4/8,9

[28] Riwayat Al-Lalikai dalam Al-Karomat hal 165-166

[29] Al-Furqon hal 157

[30] Riwayat Bukhori no 5018

[31] Riwayat Muslim no 1226

[32] As-Siyar 2/348

[33] Riwayat Bukhori no 3805

[34] As-Siyar 4/195

[35] As-Siyar 4/86

[36] As-Siyar 5/60

[37] As-Siyar 9/7

[38] Riwayat Bukhori no 1354, Al-Furqon hal 158

[39] Hal ini sesuai dengan hadits tentang Usamah bin Zaid yang membunuh seorang kafir yang ketika pedang Usamah telah di depan matanya tiba-tiba si kafir tersebut mengucapka la ilaha illallah, namun Usamah tetap membunuhnya. Dan hal ini dilaporkan kepada Rosulullah. r, lalu Rosulullah r berkata kepada Usamah :”Apakah dia (yang terbunuh itu) telah berkata la ilaha illallah dan kau membunuhnya ?”, Usamah menjawab :”Ya, Rosulullah, dia mengatakani itu hanya karena takut akan senjataku”. Nabi r berkata :”Apakah sudah kau belah dadanya sehingga kau tahu ia berkata itu karena takut atau tidak ?”. Maka Rosulullah r terus mengulang-ulang perkataannya hingga Usamah berangan-angan seandainya dia baru masuk Islam pada hari itu. (Riwayat Bukhori). Hadits ini menunjukan bahwa Usamah yang telah berjihad tidak mengetahui isi hati manusia. Dan ada isyarat dari Rosulullah r agar para sahabat menilai seseorang dengan amalan dzohirnya bukan amalan batin. Kalau para sahabat mengetahui isi hati manusia tentu Rosulullah r tidak akan memrintahkan mereka untuk menilai secar dzohir saja.

Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud berkata :”Saya telah mendengar Umar bin Khottob berkata :”Dahulu di masa Rosulullah , orang-orang diterima (dihukumi) menurut keterangan wahyu, dan kini wahyu telah terputus. Maka kami akan bertindak (menghukumi) kalian dengan perbuatan-perbuatan kalian yang dzohir (nampak) bagi kami. Maka barang siapa yang menampakkan kebaikan kepada kami maka kami percaya dan kami hargai, dan sama sekali bukan urusan kami mengenai batinnya . Allah yang akan menghisabnya . Dan barang siapa yang menampakkan keburukan kepada kami, maka kami tidak akan mempercayainya dan tidak kami benarkan, walaupun dia berkata sesungguhnya batinnya adalah baik.”” (Riwayat Bukhori)

[40] Al-Furqon hal 159

[41] Al-Furqon hal 159

[42] Majalah As-Sunnah 03/III/1418

[43] Al-Furqon hal 159

[44] Al-Furqon hal 36

[45] lihat jawaban ini dalam Al-Furqon hal 141-142

[46] Sebagaimana firman Allah U dalam surat Ali Imron : 81 :”Dan (ingatlah) tatkala Allah mengambil perjanjian dari para nabi:”Sungguh apa saja yang Aku berikan kepada kalian berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepada kalian seorang Rosul yang membenarkan apa yang ada pada kalian, niscaya kalian akan sungguh-sungguh beriman kepada Rosul tersebut dan sungguh-sungguh akan menolongnya”. Allah berfirman :”Apakah kalian mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu ?”, mereka menjawab :”Kami mengakui”. Allah berfirman :”Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kalian.”

[47] Riwayat Bukhori, no 74

[48] Yaitu membocorkan kapal, membunuh seorang anak kecil dan memperbaiki tembok yang akan runtuh, sebagaimana dikisahkan dalam surat Al-Kahfi : 70-82

[49] Riwayat Muslim no 1812

[50] Ibnu Arobi juga berkata (dalam kitabnya “Fususul hukm”) :”Tatkala Nabi telah memisalkan kenabian dengan sebuah dinding (yang tesusun) dari bata dan Nabi melihat bahwa dinding tersebut telah sempurna kecuali tinggal satu bata lagi, dan dialah sebagai bata yang terakhir (yang menutupi bata-bata (nabi-nabi) sebelumnya –pent) (hanya saja Nabi tidak melihat tempat bata tersebut, sebagaimana Nabi berkata :” Satu tempat bata”). Adapun penutup para wali maka mereka bisa melihat tempat bata ini, dia melihat dinding yang dimisalkan oleh Nabi dan dia melihat dirinya di dinding yaitu di tempat dua bata, dirinya telah tercetak di tempat dua bata tersebut, sehingga sempurnalah tembok itu. Yang menyebabkan dia melihat dinding itu ada dua tempat bata (padahal Nabi melihatnya hanya ada satu tempat bata –pent) adalah karena dinding terdiri dari bata perak dan bata emas. Bata perak adalah dzohirnya dan hukum-hukum yang diikuti, sebagaimana Nabi mengambil syari’at yang dzohir dari Allah yang diikuti, karena Nabi melihat perkaranya sebagaimana adanya sehingga demikianlah dia melihatnya. Padahal bagian dalam tempat bata itu adalah tempat bata emas, yang dia (penutup para wali tersebut) mengambil dari sumber tambang yang malaikat yang diutus kepada Nabi mengambil dari sumber tambang itu. Jika engkau memahami apa yang kami isyaratkan maka engkau telah mendapatkan ilmu yang bermanfaat.” (Syarah Al-Aqidah At-Thohawiyah hal 493)

[51] Syarah Al-Aqidah At-Thohawiyah hal 493-494, Al-Furqon hal 110

[52] Riwayat Bukhori no 6502, dari hadits Abu Huroiroh.

[53] Al-Qowa’id Al-Mutsla hal 125

[54] Al-Furqon hal 161

[55] Majalah As-Sunnah 03/III 1418 H

[56] Al-Jadawil hal 19

[57] Al-Jadawil hal 20

[58] Keadaan orang-orang yang memiliki karomah :

- Bertambah derajatnya karena apa yang dilakukannya merupakan ketaatan dan yukur kepada Allah

- Semakin rendah derjatnya karena dia menggunakan karomahnya untuk bermaksiat kepada Allah. (Misalnya dia sombong dengan karomah yang pernah dia alami, atau dia merasa telah bertaqwa dan yakin masuk surga dengan karomahnya itu).

- Tidak bertambah dan tidak pula berkurang kebaikan-kebaikannya. Jadilah karomahnya seperti perkara yang mubah. (Syarah Al-Aqidah At-Thohawiyah hal 495)

[59] Al-Jadawil hal 21 dan Syarah Al-Aqidah At-Thohawiyah hal 494

[60] Syarah Al-Aqidah At-Thohawiyah hal 495

[61] Majalah As-Sunnah hal 30

Friday, 18 June 2010

KEUTAMAAN BERPUASA

1. URGENSI SHAUM DALAM TAZKIYAH NAFS

Secara umum puasa menjadi sarana pembentukan kepribadian yang sangat efektif dan optimal. Dalam banyak bukti kita temukan bahwa salah satu bekal penting untuk menghadai tantang besar adalah dengan berpuasa. Seperti yang terjadi pada kuda aduan sebelum berpacu, dsb.

Bagi orang beriman berpuasa menjadi car efektif dalam membentuk kebiasaan-kebiasaan baik dalam kehidupan.

1. Puasa, melatih kesabaran dan menjadikan hidup bermakna.

Jika kesabaran menjadi puncak kematangan pribadi seseorang dalam medan apapun, maka berpuasa melatih seseorang untuk bersabar. Rasulullah bersabda :”Puasa adalah separoh kesabaran” HR At Tirmidziy.

Berpuasa melatih seseorang untuk membiasakan diri dengan hidup bermakna, karena dengan berpuasa seseorang dilatih untuk tidak mengerjakan sesuatu yang tidak berguna.



2. Puasa sarana mencapai puncak ketaqwaan

Ketaqwaan adalaj standar normatif pergaulan manusia dalam Islam. Firman Allah : ”Sesungguhnya yang paling mulia di antaramu adalah yang paling bertaqwa” QS. 49:13

Ketaqwaan menjadi standar keberuntungan hidup seseorang. (QS, As Syams : 7-10) , dan puasa seperti yang diseruakan Allah SWT membentuk orang yang bertaqwa, (QS. 2:183)



2. RAHASIA DAN SYARAT SHAUM SECARA BATIN

Shaum yang efektif dalam membentuk kepribadian adalah shaum yang tidak hanya berhenti makan dan minun akan tetapi shaum yang dilakukan dengan memenuhi adab-adab berikut ini, yaitu :

mengendalikan keingainan makan dan minum

mengendalikan keinginan nafsu seksual

mengendalikan pandangan mata dari pemandangan terlarang

mengendalikan mulut dari ucapan tercela

mengendalikan telinga dari pendengaran tercela

mengendalikan tangan, kaki dan anggota badan lainnya dari perbuatan sia-sia.



3. DERAJAT SHAUM

Dalam shaum dikenal tiga tingkatan yaitu :

Puasa Awam, yaitu puasa yang hanya dengan mencegah keingan perut dan kemaluan.

Puasa Khusus, yaitu dengan tidak hanya meninggalkan makan, minum dan seksual, tetapi sudah berusaha mencegah pendengaran, penglihatan, ucapan, dan anggota badan lainnya dari perbuatan dosa.

Puasa Khusus-al Khusus, yaitu puasa yang tidak hanya menahan diri dari perbuatan dosa akan tetapi sudah mampu mengendalikan keinginan hati dan fikiran dari keinginan-keinginan randah (duniawi) dan hal-hal yang tidak berguna di hadapan Allah SWT.



4. MACAM-MACAM SHAUM SUNNAH

Puasa sunnah dapat dikelompokkan dalam pereodisasi berikut ini :

Usbu’iyyah (pekanan), seperti puasa hari Senin dan Kamis,

Syahriyyah (bulanan), seperti puasa Ayyamul-Bidh (hari-hari terang bulan)

Sanawiyyah (tahunan), seperti puasa hari Arafah bagi yang tidak sedang beribadah haji.



Wallahu A’lam.



Thursday, 17 June 2010

Aqidah Islam Jalan Lurus Mencapai Kebahagian

(Al Balagh Ed.24 Dzulqa'dah1427 H)

Siapapun orang di kalangan kaum muslimin pasti pernah mendengar kata ‘aqidah’. Di berbagai kesempatan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat keagamaan perkataan ini sering terucap. Bahkan para ustadz, kiyai dan da’i menyatakan bahwa aqidah merupakan pondasi bangunan Islam.

Apa sebenarnya faedah dan keutamaan dari aqidah Islam itu ? tulisan berikut akan sedikit mengulas tentang hal tersebut.

Bilal adalah seorang budak hitam milik seorang qurays yang bernama Umayah. Ketika terbit cahaya Islam, Bilal merupakan salah seorang yang Allah beri hidayah untuk merasakan cahaya Islam tersebut. Beliau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah. Kian hari semakin kokoh dan subur benih Islam di hati beliau. Sampai suatu ketika tuan beliau yang masih kafir mengetahui keislaman beliau dan murka. Bilal dipaksa untuk kembali kepada kekafiran dan beribadah kepada beragam sesembahan yang ada.

Iman yang bersemayam di hati Bilal membuatnya tegar menghadapi berbagai siksaan yang luar bisa kejamnya. Bilal disiksa dengan dijemur di tengah terik matahari padang pasir, ditindih tubuhnya dengan batu besar dan disiksa dengan berbagai siksaan lain yang luar biasa kejam. Namun di saat diuji dengan siksaan itu, hati beliau merasakan sejuknya sebuah keimanan, sehingga terlontar dari mulut beliau yang mulia....Ahad (Allah Maha Esa)...Ahad... Kita akan terheran, dan mungkin akan segera bertanya mengapa Bilal dan para sahabat yang lain begitu tegarnya menghadapi ujian, intimidasi dan siksaan yang seberat itu ? Jawabnya adalah, karena mereka telah mendapatkan sebuah kebahagiaan yang hakiki. Kebahagiaan yang tidak banyak dipahami oleh kebanyakan orang. Karena umumnya manusia menyatakan bahwa bahagia itu adalah kekayaan yang melimpah, rumah indah, kendaraan mewah dan terpenuhinya segala fasilitas keduniaan. Memang itu semua adalah pendukung kebahagiaan di dunia, namun dalam dataran kehidupan, kita banyak menemukan orang yang telah terpenuhi segala materi dunianya tetap saja merasakan kesumpekan hidup, tidak tenang, stress, bahkan tak jarang mengakhiri kehidupannya dengan bunuh diri... naudzubillah min dzaalik. Inikah kebahagiaan ?

Mungkin ada pula yang akan berkata, kalau demikian bahagia itu harus meninggalkan urusan dunia, hidup miskin, mengembara, tidak usah punya isteri dan keluarga atau………...? Itu juga bukan sebuah kebahagiaan yang benar, karena kebahagiaan bisa dinikmati oleh si kaya maupun si miskin, tua atau muda dan segala kalangan.

Berkaitan dengan hal ini para ulama mendefinisikan, kebahagiaan adalah ketenangan hati, lapangnya dada, dan merasa cukup dengan pemberian Allah. Itulah kebahagiaan, dan segalanya hanya bisa diraih dengan keimanan yang benar, sebagaimana sabda Nabi .shallallaahu alaihi wasallam “Sungguh mengherankan perkaranya orang mukmin, karena setiap perkaranya akan baik baginya, apabila dia mendapatkan kenikmatan maka dia bersyukur dan itu baik bagi dia, dan apabila ia mendapatkan musibah maka ia bersabar maka itupun baik bagi dia” (HR Bukhari).

Inilah peran sebuah keimanan atau aqidah yang benar, yang mengantarkan seseorang kepada kebahagiaan yang sebenarnya. Dunia memang tidak pernah sepi dari kesedihan dan kesenangan, kemudahan dan kesukaran. Menghadapi hal tersebut seorang insan muslim yang beraqidah lurus akan selalu tegar menghadapi goncangan badai kehidupan. aneka ragam musibah, seperti kekurangan harta, kekurangan jiwa (kematian anak atau keluarga), kekurangan bahan pangan, pakaian atau ancaman, insya Allah akan mampu diatasi dengan ketegaran. Di dalam hatinya dipenuhi rasa harap kepada Allah, ketergantungan kepada Allah, tawakkal, sabar , dan ridha terhadap ketentuan Allah. Tak goyah imannya dengan ujian-ujian tersebut bahkan semakin kokoh, mendorongnya untuk lebih mendekat kepada Allah dan mengikhlaskan doa hanya kepadaNya semata. Ia mengaplikasikan sabda Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallam “Apabila engkau meminta mintalah kepada Allah dan apabila engkau memohon pertolongan maka mohonlah kepada Allah.” (H.R. Tirmidzi).

Maka disaat itulah bertambah ketenangan dan kebahagiaan di dalam hatinya, yang kebahagiaan itu tak dirasakan oleh mereka yang tak kenal akan Tuhannya. Ia pun yakin akan firman Allah : “Apabila Allah menimpakan bahaya kepadamu maka tidak ada yang mampu mengangkatnya kecuali Dia.” (QS Al An ‘am). Hal tersebut di atas berbeda dengan mereka yang lemah aqidah dan imannya. Ujian yang datang sering membuat goncang, putus asa, mengumpat takdir atau terkadang lari kepada hal-hal yang lemah seperti meminta bantuan paranormal atau jin. Insan yang beraqidah lurus akan menjadi pribadi yang penuh dengan keindahan. Hal ini karena jelasnya tujuan hidup yang ia miliki, hendak kemana, untuk apa dan mengapa dia hidup di dunia. Maka jelaslah arah perjalan dia, sangat pasti ia melangkah dan tak ragu-ragu untuk menapak kehidupan. Ia sangat paham dengan tujuan hidup dia…….

“Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu.” (QS Adz dzariyat : 56).

Maka, penggalian nilai-nilai kesempurnaan Islam yang diawali dengan aqidah adalah hal yang tak tertawarkan lagi.
Mari kembali kepada Islam... !
Wallallahu a’lam bish shawab



Wednesday, 16 June 2010

AFATUL LISAN

TUJUAN

Setelah mendapatkan penjelasan materi ini pemirsa diharapkan mampu :

1. Mengungkapkan keutamaan diam

2. Menunjukkan perintah berkata baik

3. Menunjukkan bahaya yang ditimbulkan oleh lisan

4. Menunjukkan jenis-jenis ucapan berbahaya

5. Menunjukkan cara menghindarkan diri dari penyakit lisan



POKOK-POKOK MATERI

1. PERINTAH BERKATA BAIK

Kemampuan berbicara adalah salah satu kelebihan yang Allah berikan kepada manusia, untuk berkomunikasi dan menyampaikan keinginan-keinginannya dengan sesama manusia. Ungkapan yang keluar dari mulut manusia bisa berupa ucapan baik, buruk, keji, dsb.

Agar kemampuan berbicara yang menjadi salah satu ciri manusia ini menjadi bermakna dan bernilai ibadah, Allah SWT menyerukan umat manusia untuk berkata baik dan menghindari perkataan buruk. Allah SWT berfirman :

“Dan katakan kepada hamba-hamba-Ku. “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar) sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” QS. 17: 53

”Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” QS. 16:125



Rasulullah SAW bersabda :

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” HR. Muttafaq alaih

“ Takutlah pada neraka, walau dengan sebiji kurma. Jika kamu tidak punya maka dengan ucapan yang baik “ Muttafaq alaih

“Ucapan yang baik adalah sedekah” HR. Muslim.



2. KEUTAMAAN DIAM

Bahaya yang ditimbulkan oleh mulut manusia sangat besar, dan tidak ada yang dapat menahannya kecuali diam. Oleh karena itu dalam agama kita dapatkan anjuran diam dan perintah pengendalian bicara. Sabda Nabi:

“ Barang siapa yang mampu menjamin kepadaku antara dua kumisnya (kumis dan jenggot), dan antara dua pahanya, saya jamin dia masuk sorga” HR. Al Bukhariy

“Tidak akan istiqamah iman seorang hamba sehingga istiqamah hatinya. Dan tidak akan istiqamah hati seseorang sehingga istiqamah lisannya” HR Ahmad

Ketika Rasulullah ditanya tentang perbuatan yang menyebabkan masuk surga, Rasul menjawab : “Bertaqwa kepada Allah dan akhlaq mulia”. Dan ketika ditanya tentang penyebab masuk neraka, Rasul menjawab : “dua lubang, yaitu mulut dan kemaluan” HR. At Tirmidziy



Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang bisa menjaga mulutnya, Allah akan tutupi keburukannya” HR. Abu Nuaim.

Ibnu Mas’ud berkata : “Tidak ada sesuatupun yang perlu lebih lama aku penjarakan dari pada mulutku sendiri”

Abu Darda berkata : “Perlakukan telinga dan mulutmu dengan obyektif. Sesungguhnya diciptakan dua telinga dan satu mulut, agar kamu lebih banyak mendengar dari pada berbicara.





3. MACAM-MACAM AFATUL-LISAN, PENYEBAB DAN TERAPINYA

Ucapan yang keluar dari mulut kita dapat dikategorikan dalam empat kelompok : murni membahayakan, ada bahaya dan manfaat, tidak membahayakan dan tidak menguntungkan, dan murni menguntungkan.

Ucapan yang murni membahayakan maka harus dijauhi, begitu juga yang mengandung bahaya dan manfaat. Sedangkan ucapan yang tidak ada untung ruginya maka itu adalah tindakan sia-sia, merugikan. Tinggallah yang keempat yaitu ucapan yang menguntungkan.

Berikut ini akan kita bahas afatul lisan dari yang paling tersembunyi sampai yang paling berbahaya. Ada dua puluh macam bahaya lisan, yaitu :



1. Berbicara sesuatu yang tidak perlu

Rasulullah SAW bersabda : “Di antara ciri kesempurnaan Islam seseorang adalah ketika ia mampu meninggalkan sesuatu yang tidak ia perlukan” HR At Tirmidziy

Ucapan yang tidak perlu adalah ucapan yang seandainya anda diam tidak berdosa, dan tidak akan membahayakan diri maupun orang lain. Seperti menanyakan sesuatu yang tidak diperlukan. Contoh pertanyaan ke orang lain “apakah anda puasa, jika dijawab YA, membuat orang itu riya, jika dijawab TIDAK padahal ia puasa, maka dusta, jika diam tidak dijawab, dianggap tidak menghormati penanya. Jika menghindari pertanyaan itu dengan mengalihkan pembicaraan maka menyusahkan orang lain mencari – cari bahan, dst.

Penyakit ini disebabkan oleh keinginan kuat untuk mengetahui segala sesuatu. Atau basa-basi untuk menunjukkan perhatian dan kecintaan, atau sekedar mengisi waktu dengan cerita-cerita yang tidak berguna. Perbuatan ini termasuk dalam perbuatan tercela.

Terapinya adalah dengan menyadarkan bahwa waktu adalah modal yang paling berharga. Jika tidak dipergunakan secara efektif maka akan merugikan diri sendiri. selanjutnya menyadari bahwa setiap kata yang keluar dari mulut akan dimintai pertanggung jawabannya. ucapan yang keluar bisa menjadi tangga ke sorga atau jaring jebakan ke neraka. Secara aplikatif kita coba melatih diri senantiasa diam dari hal-hal yang tidak diperlukan.



2. Fudhulul-Kalam ( Berlebihan dalam berbicara)

Perbuatan ini dikategorikan sebagai perbuatan tercela. Ia mencakup pembicaraan yang tidak berguna, atau bicara sesuatu yang berguna namun melebihi kebutuhan yang secukupnya. Seperti sesuatu yang cukup dikatakan dengan satu kata, tetapi disampaikan dengan dua kata, maka kata yang kedua ini “fudhul” (kelebihan). Firman Allah : “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh bersedekah, berbuat ma’ruf, atau perdamaian di antara manusia” QS.4:114.

Rasulullah SAW bersabda : “Beruntunglah orang yang dapat menahan kelebihan bicaranya, dan menginfakkan kelebihan hartanya “ HR. Al Baghawiy.

Ibrahim At Taymiy berkata : Seorang mukmin ketika hendak berbicara, ia berfikir dahulu, jika bermanfaat dia ucapkan, dan jika tidak maka tidak diucapkan. Sedangkan orang fajir (durhaka) sesungguhnya lisannya mengalir saja”

Berkata Yazid ibn Abi Hubaib :”Di antara fitnah orang alim adalah ketika ia lebih senang berbicara daripada mendengarkan. Jika orang lain sudah cukup berbicara, maka mendengarkan adalah keselamatan, dan dalam berbicara ada polesan, tambahan dan pengurangan.



3. Al Khaudhu fil bathil (Melibatkan diri dalam pembicaraan yang batil)

Pembicaraan yang batil adalah pembicaraan ma’siyat, seperti menceritakan tentang perempuan, perkumpulan selebritis, dsb, yang tidak terbilang jumlahnya. Pembicaraan seperti ini adalah perbuatan haram, yang akan membuat pelakunya binasa. Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya ada seseorang yang berbicara dengan ucapan yang Allah murkai, ia tidak menduga akibatnya, lalu Allah catat itu dalam murka Allah hingga hari kiamat” HR Ibn Majah.

“ Orang yang paling banyak dosanya di hari kiamat adalah orang yang paling banyak terlibat dalam pembicaraan batil” HR Ibnu Abiddunya.

Allah SWT menceritakan penghuni neraka. Ketika ditanya penyebabnya, mereka menjawab: “ …dan adalah kami membicarakan yang batil bersama dengan orang-orang yang membicarakannya” QS. 74:45

Terhadap orang-orang yang memperolok-olokkan Al Qur’an, Allah SWT memperingatkan orang-orang beriman :”…maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian) tentulah kamu serupa dengan mereka.” QS. 4:140



4. Al Jidal (Berbantahan dan Perdebatan)

Perdebatan yang tercela adalah usaha menjatuhkan orang lain dengan menyerang dan mencela pembicaraannya, menganggapnya bodoh dan tidak akurat. Biasanya orang yang diserang merasa tidak suka, dan penyerang ingin menunjukkan kesalahan orang lain agar terlihat kelebihan dirinya.

Hal ini biasanya disebabkan oleh taraffu’ (rasa tinggi hati) karena kelebihan dan ilmunya, dengan menyerang kekurangan orang lain.

Rasulullah SAW bersabda : “Tidak akan tersesat suatu kaum setelah mereka mendapatkan hidayah Allah, kecuali mereka melakukan perdebatan” HR. At Tirmidziy

Imam Malik bin Anas berkata : “Perdebatan akan mengeraskan hati dan mewariskan kekesalan”



5. Al Khusumah (pertengkaran)

Jika orang yang berdebat menyerang pendapat orang lain untuk menjatuhkan lawan dan mengangkat kelebihan dirinya. Maka al khusumah adalah sikap ingin menang dalam berbicara (ngotot) untuk memperoleh hak atau harta orang lain, yang bukan haknya. Sikap ini bisa merupakan reaksi atas orang lain, bisa juga dilakukan dari awal berbicara.

Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang bermusuhan dan suka bertengkar” HR. Al Bukhariy



6. Taqa’ur fil-kalam (menekan ucapan)

Taqa’ur fil-kalam maksudnya adalah menfasih-fasihkan ucapan dengan mamaksakan diri bersyaja’ dan menekan-nekan suara, atau penggunaan kata-kata asing. Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku di hari kiamat, adalah orang-orang yang buruk akhlaknya di antara kamu, yaitu orang yang banyak bicara, menekan-nekan suara, dan menfasih-fasihkan kata”. HR. Ahmad

Tidak termasuk dalam hal ini adalah ungkapan para khatib dalam memberikan nasehat, selama tidak berlebihan atau penggunaan kata-kata asing yang membuat pendengar tidak memahaminya. Sebab tujuan utama dari khutbah adalah menggugah hati, dan merangsang pendengar untuk sadar. Di sinilah dibutuhkan bentuk-bentuk kata yang menyentuh.



7. Berkata keji, jorok dan caci maki

Berkata keji, jorok adalah pengungkapan sesuatu yang dianggap jorok/tabu dengan ungkapan vulgar, misalnya hal-hal yang berkaitan dengn seksual, dsb. Hal ini termasuk perbuatan tercela yang dilarang agama. Nabi bersabda :

“Jauhilah perbuatan keji. Karena sesungguhnya Allah tidak suka sesuatu yang keji dan perbuatan keji” dalam riwayat lain :”Surga itu haram bagi setiap orang yang keji”. HR. Ibnu Hibban

“Orang mukmin bukanlah orang yang suka menghujat, mengutuk, berkata keji dan jorok” HR. At Tirmidziy.

Ada seorang A’rabiy (pedalaman) meminta wasiat kepada Nabi : Sabda Nabi : “Bertaqwalah kepada Allah, jika ada orang yang mencela kekuranganmu, maka jangan kau balas dengan mencela kekurangannya. Maka dosanya ada padanya dan pahalanya ada padamu. Dan janganlah kamu mencaci maki siapapun. Kata A’rabiy tadi : “Sejak itu saya tidak pernah lagi mencaci maki orang”. HR. Ahmad.

“Termasuk dalam dosa besar adalah mencaci maki orang tua sendiri” Para sahabat bertanya : “Bagaimana seseorang mencaci maki orang tua sendiri ? Jawab Nabi: “Dia mencaci maki orang tua orang lain, lalu orang itu berbalik mencaci maki orang tuanya”. HR. Ahmad.

Perkataan keji dan jorok disebabkan oleh kondisi jiwa yang kotor, yang menyakiti orang lain, atau karena kebiasaan diri akibat pergaulan dengan orang-orang fasik (penuh dosa) atau orang-orang durhaka lainnya.



8. La’nat (kutukan)

Penyebab munculnya kutukan pada sesama manusia biasanya adalah satu dari tiga sifat berikut ini, yaitu : kufur, bid’ah dan fasik. Dan tingkatan kutukannya adalah sebagai berikut :

a. Kutukan dengan menggunakan sifat umum, seperti : semoga Allah mengutuk orang kafir, ahli bid’ah dan orang-orang fasik.

b. Kutukan dengan sifat yang lebih khusus, seperti: semoga kutukan Allah ditimpakan kepada kaum Yahudi, Nasrani dan Majusi, dsb.

c. Kutukan kepada orang tertentu, seperti : si fulan la’natullah. Hal ini sangat berbahaya kecuali kepada orang-orang tertentu yang telah Allah berikan kutukan seperti Fir’aun, Abu Lahab, dsb. Dan orang-orang selain yang Allah tentukan itu masih memiliki kemungkinan lain.

Kutukan yang ditujukan kepada binatang, benda mati , atau orang tertentu yang tidak Allah tentukan kutukannya, maka itu adalah perbuatan tercela yang haus dijauhi. Sabda Nabi :

“ Orang beriman bukanlah orang yang suka mengutuk” HR At Tirmidziy

“Janganlah kamu saling mengutuk dengan kutukan Allah, murka-Nya maupun jahanam” HR. At Tirmidziy.

“Sesungguhnya orang-orang yang saling mengutuk tidak akan mendapatkan syafaat dan menjadi saksi di hari kiamat” HR. Muslim



9. Ghina’ (nyanyian) dan Syi’r (syair)

Syair adalah ungkapan yang jika baik isinya maka baik nilainya, dan jika buruk isinya buruk pula nilainya. Hanya saja tajarrud ( menfokuskan diri) untuk hanya bersyair adalah perbuatan tercela. Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya memenuhi rongga dengan nanah, lebih baik dari pada memenuhinya dengan syair” HR Muslim. Said Hawa mengarahkan hadits ini pada syair-syair yang bermuatan buruk.

Bersyair secara umum bukanlah perbuatan terlarang jika di dalamnya tidak terdapat ungkapan yang buruk. Buktinya Rasulullah pernah memerintahkan Hassan bin Tsabit untuk bersyair melawan syairnya orang kafir.



10. Al Mazah (Sendau gurau)

Secara umum mazah adalah perbuatan tercela yang dilarang agama, kecuali sebagian kecil saja yang diperbolehkan. Sebab dalam gurauan sering kali terdapat kebohongan, atau pembodohan teman. Gurauan yang diperbolehkan adalah gurauan yang baik, tidak berdusta/berbohong, tidak menyakiti orang lain, tidak berlebihan dan tidak menjadi kebiasaan. Seperti gurauan Nabi dengan istri dan para sahabatnya.

Kebiasaan bergurau akan membawa seseorang pada perbuatan yang kurang berguna. Disamping itu kebiasaan ini akan menurunkan kewibawaan.

Umar bin Khatthab berkata : “Barang siapa yang banyak bercanda, maka ia akan diremehkan/dianggap hina”.

Said ibn al Ash berkata kepada anaknya : “Wahai anakku, janganlah bercanda dengan orang mulia, maka ia akan dendam kepadamu, jangan pula bercanda dengan bawahan maka nanti akan melawanmu”



11. As Sukhriyyah (Ejekan) dan Istihza’( cemoohan)

Sukhriyyah berarti meremehkan orang lain dengan mengingatkan aib/kekurangannya untuk ditertawakan, baik dengan cerita lisan atau peragaan di hadapannya. Jika dilakukan tidak di hadapan orang yang bersangkutan disebut ghibah (bergunjing).

Perbuatan ini terlarang dalam agama. Firman Allah :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok dan janganlah pula wanita-wanita mengolok-olok wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita yang diolok-olok itu lebih baik dari yang mengolok-olok “ QS. 49:11

Muadz bin Jabal ra. berkata : Nabi Muhammad SAW bersabda : “ Barang siapa yang mencela dosa saudaranya yang telah bertaubat, maka ia tidak akan mati sebelum melakukannya” HR. At Tirmidziy



12. Menyebarkan rahasia

Menyebarkan rahasia adalah perbuatan terlarang. Karena ia akan mengecewakan orang lain, meremehkan hak sahabat dan orang yang dikenali. Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya orang yang paling buruk tempatnya di hari kiamat, adalah orang laki-laki yang telah menggauli istrinya, kemudian ia ceritakan rahasianya”. HR. Muslim



13. Janji palsu

Mulut sering kali cepat berjanji, kemudian hati mengoreksi dan memutuskan tidak memenuhi janji itu. Sikap ini menjadi pertanda kemunafikan seseorang.

Firman Allah : “Wahai orang-orang beriman tepatilah janji…” QS 5:1

Pujian Allah SWT pada Nabi Ismail as: “Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya..” QS 19:54

Rasulullah SAW bersabda : “ada tiga hal yang jika ada pada seseorang maka dia adalah munafiq, meskipun puasa, shalat, dan mengaku muslim. Jika berbicara dusta, jika berjanji ingkar, dan jika dipercaya khiyanat” Muttafaq alaih dari Abu Hurairah



14. Bohong dalam berbicara dan bersumpah

Berbohong dalam hal ini adalah dosa yang paling buruk dan cacat yang paling busuk. Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya berbohong akan menyeret orang untuk curang. Dan kecurangan akan menyeret orang ke neraka. Dan sesungguhnya seseorang yang berbohong akan terus berbohong hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai pembohong” Muttafaq alaih.

“Ada tiga golongan yang Allah tidak akan menegur dan memandangnya di hari kiamat, yaitu : orang yang membangkit-bangkit pemberian, orang yang menjual dagangannya dengan sumpah palsu, dan orang yang memanjangkan kain sarungnya” HR Muslim.

“Celaka orang berbicara dusta untuk ditertawakan orang, celaka dia, celaka dia” HR Abu Dawud dan At Tirmidziy

15. Ghibah (Bergunjing)

Ghibah adalah perbuatan tercela yang dilarang agama. Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabat tentang arti ghibah. Jawab para sahabat: ”Hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui”. Sabda Nabi: “ghibah adalah menceritakan sesuatu dari saudaramu, yang jika ia mendengarnya ia tidak menyukainya.” Para sahabat bertanya : “Jika yang diceritakan itu memang ada? Jawab Nabi : ”Jika memang ada itulah ghibah, jika tidak ada maka kamu telah mengada-ada” HR Muslim.

Al Qur’an menyebut perbuatan ini sebagai memakan daging saudara sendiri (QS. 49:12)

Ghibah bisa terjadi dengan berbagai macam cara, tidak hanya ucapan, bisa juga tulisan, peragaan. dsb.

Hal-hal yang mendorong terjadinya ghibah adalah hal-hal berikut ini :

1. Melampiaskan kekesalan/kemarahan

2. Menyenangkan teman atau partisipasi bicara/cerita

3. Merasa akan dikritik atau dcela orang lain, sehingga orang yang dianggap hendak mencela itu jatuh lebih dahulu.

4. Membersihkan diri dari keterikatan tertentu

5. Keinginan untuk bergaya dan berbangga, dengan mencela lainnya

6. Hasad/iri dengan orang lain

7. Bercanda dan bergurau, sekedar mengisi waktu

8. Menghina dan meremehkan orang lain



Terapi ghibah sebagaimana terapi penyakit akhlak lainnya yaitu dengan ilmu dan amal.

Secara umum ilmu yang menyadarkan bahwa ghibah itu berhadapan dengan murka Allah. Kemudian mencari sebab apa yang mendorongnya melakukan itu. Sebab pada umumnya penyakit itu akan mudah sembuh dengan meotong penyebabnya.

Menceritakan kekurangan orang lain dapat dibenarkan jika terdapat alasan berikut ini:

1. Mengadukan kezaliman orang lain kepada qadhi

2. Meminta bantuan untuk merubah kemunkaran

3. Meminta fatwa,seperti yang dilakukan istri Abu Sufyan pada Nabi.

4. Memperingatkan kaum muslimin atas keburukan seseorang

5. Orang yang dikenali dengan julukan buruknya, seperti al a’raj (pincang), dst.

6. Orang yang diceritakan aibnya, melakukan itu dengan terang-terangan (mujahir)



Hal-hal penting yang harus dilakukan seseorang yang telah berbuat ghibah adalah :

1. Menyesali perbuatan ghibahnya itu

2. Bertaubat, tidak akan mengualnginya lagi

3. Meminta maaf/dihalalkan dari orang yang digunjingkan.





16. Namimah (adu domba)

Namimah adalah menyampaika pembicaraan seseorang kepada orang lain

17. Perkataan yang berlidah dua

18. Menyanjung

19. Kurang cermat dalam berbicara (asal bunyi)

20. Melibatkan diri secara bodoh pada beberapa pengetahuan dan pertanyaan yang menyulitkan

Tuesday, 15 June 2010

Bagaimana Anda Berkurban ?

(Al Balagh Ed.72/Th.II/8 Dzulhijjah 1427 H)

Pada prinsipnya, berkurban itu hanya disyari’atkan bagi orang yang masih hidup, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya, mereka berkurban atas nama diri mereka dan keluarga mereka.

Adapun apa yang dikira oleh sebagian orang awam bahwa berkurban hanya bagi orang yang sudah mati saja, adalah tidak ada dasarnya. Berkurban atas nama orang yang sudah mati ada tiga macam:

Pertama: Menyembelih kurban atas nama orang yang sudah mati dengan diikutkan kepada orang yang masih hidup. Seperti: bila seseorang berkurban atas nama dirinya sendiri dan keluarganya, baik yang masih hidup atau yang sudah mati. Dasarnya: kurban yang dilakukan oleh Rasulullah atas nama diri beliau dan ahli baitnya, padahal diantara mereka ada yang sudah mati.

Kedua: Menyembelih kurban atas nama orang yang sudah mati, untuk melaksanakan wasiatnya. Dasarnya: “Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 181)

Ketiga: Menyembelih kurban dan menghadiahkan pahalanya untuk orang yang sudah mati; hal ini boleh. Dan para fuqaha’ madzhab Hambali telah menegaskan bahwa pahalanya sampai kepada orang yang sudah mati dan bermanfaat baginya, dikiaskan kepada sedekah untuk orang yang sudah mati. Namun, kami tidak berpandangan bahwa mengkhususkan kurban untuk orang yang sudah mati termasuk sunnah, karena Nabi tidak pernah berkurban khusus atas nama orang yang telah mati; tidak pernah berkurban atas nama paman beliau Hamzah, padahal dia adalah orang yang paling dihormatinya, tidak pernah pula berkurban atas nama anak-anaknya yang sudah mati lebih dahulu, dan tidak pernah pula berkurban atas nama istrinya Khadijah, padahal dia istrinya yang tercinta. Tidak pernah juga diriwayatkan bahwa salah seorang sahabat, semasa beliau, menyembelih kurban atas nama seseorang dari kerabatnya yang sudah mati.Dan kami berpendapat bahwa tidak benar apa yang dilakukan sebagian orang, yaitu: menyembelih kurban setahun setelah wafatnya seseorang dengan meyakini bahwa tidak boleh ada orang lain yang disertakan dalam pahalanya; atau menyembelih binatang sebagai sedekah bagi orang yang sudah mati, atau berdasarkan wasiatnya, sementara mereka tidak menyembelih kurban atas nama diri mereka sendiri dan keluarganya. Andaikata mereka tahu bahwa apabila seseorang menyembelih kurban dari harta kekayaannya atas nama dirinya sendiri dan juga keluarganya telah mencakup keluarganya yang hidup maupun yang telah mati, niscaya mereka tidak berpaling dari sunnah ini kepada perbuatan mereka itu.

LARANGAN BAGI ORANG YANG HENDAK BERKURBAN
Jika seseorang berniat hendak berkurban dan telah masuk bulan Dzulhijjah, maka dilarang baginya mencabut atau memotong sesuatu dari rambut, kuku, atau kulitnya sampai dia menyembelih binatang kurbannya. Karena diriwayatkan dari Ummu Salamah, bahwa Nabi telah bersabda: “Apabila telah masuk sepuluh hari bulan Dzulhijjah dan seseorang di antara kamu hendak berkurban; maka supaya menahan diri terhadap rambut dan kukunya.” (HR. Imam Ahmad dan Muslim).

Dalam riwayat lain disebutkan; “Maka jangan menyentuh sesuatu dari rambut atau pun kulitnya sehingga ia menyembelih binatang kurbannya.” Dan jika berniat menyembelih kurban di antara sepuluh hari tersebut, hendaklah ia menahan diri dari larangan tersebut mulai saat berniat. Sedangkan apa yang telah dicabut atau dipotongnya sebelum itu, maka tidak apa-apa.

Adapun hikmah dalam larangan ini, bahwa orang yang berkurban karena mengikuti jama’ah haji dalam sebagian amalan manasik, yaitu bertaqarrub kepada Allah dengan menyembelih kurban maka ia pun mengikutinya dalam sebagian larangan ihram, yaitu: dengan menahan diri dari memotong rambut dan lain-lainnya. Karena itu, diperbolehkan bagi keluarga orang yang hendak menyembelih kurban untuk mencabut atau memotong rambut, kuku dan kulitnya pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Hukum ini khusus bagi orang yang hendak menyembelih kurban saja. Sedang keluarganya atau orang yang menjadi wakilnya, tidak ada kaitannya dengan larangan ini. Karena Nabi bersabda: “Dan seseorang diantara kamu hendak berkurban...”, beliau tidak mengatakan: “... atau orang-orang yang diwakilinya dalam berkurban”; dan karena Nabi ketika menyembelih kurban atas nama keluarganya tidak disebutkan bahwa beliau menyuruh mereka juga untuk menahan diri dari larangan tadi. Apabila orang yang hendak menyembelih kurban mencabut atau memotong sesuatu dari rambut, kuku atau kulitnya; maka hendaklah ia bertaubat kepada Allah l dan tidak mengulanginya lagi. Tidak ada kafarat (denda) yang harus dibayarnya dan tidak pula menghalanginya untuk melaksanakan kurbannya, sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang awam. Kalaupun dia mencabut atau memotong sesuatu dari hal-hal tersebut karena lupa, atau tidak tahu, atau karena memang terlepas tanpa sengaja, maka tidak apa-apa. Namun jika memerlukan untuk dicabut atau dipotong; seperti karena terkoyak kukunya sehingga merasa sakit dan perlu dipotong, atau rambutnya masuk ke mata dan perlu dicabut, atau rambutnya perlu dipotong untuk pengobatan luka dan semisalnya; maka dalam keadaan seperti ini boleh dia melakukannya dan tidak apa-apa.

Disarikan dari: Talkhis Kitab Ahkamul Udhiyah Wadz-Dzakah
Oleh: Syaikh Muhammad bin Sha1eh Al ‘Utsaimin.


Monday, 14 June 2010

Perdamaian Dunia

oleh: Adian Husaini/Sekjen KISDI
Republika (12/01/2002)

Harapan perdamaian di bumi Palestina semakin pupus dan kenyataan ini diamini oleh Ribhi Awad, Dubes Palestina untuk Indonesia. Dari hari ke hari, Israel – Palestina saling serang menyerang dengan kondisi kekuatan yang tidak seimbang. "Aksi syahadah" semakin banyak dilakukan oleh aktivis Perlawanan Palestina. Dari 36 aksi syahadah dari September 2000, sekitar 19 kali dilakukan oleh Hamas dan jatuh korban 91 orang. Sampai berita terakhir, Israel telah membunuh 760 warga Palestina dan jatuh korban di pihak Israel sekitar 223 orang.
Persoalan Palestina bertambah pelik ketika Israel putuskan hubungan dengan Arafat setelah aksi bom Palestina, karena. Arafat dituding bertanggungjawab atas aksi tersebut. Jalan perdamaian menjadi pupus karena tokoh ini "bisa diajak kompromi" oleh Israel.

Publik Israel juga mendukung keputusan Ariel Sharon itu. Dari hasil polling harian Yediot Aharonot, 53 persen responden menginginkan Arafat dipecat,.24 persen berharap Arafat dibunuh..
Dengan menahan Sheikh Ahmad Yassin, menangkap 180 aktivis Palestina, Israel tidak puas. Tekanan Israel dan AS menjadikan posisi Arafat sulit.
Arafat juga dilarang menghadiri perayaan Natal di Bethlehem. Walau dunia internasional mengecam kebijakan itu, namun publik Israel mendukung keputusan itu. Dari polling koran The Jerusalem Post (26/12/01), 73 persen responden setuju tindakan keras terhadap Arafat.
Sesudah Ariel Sharon menjadi perdana menteri, bulan Juni 2002, aksi-aksi kekerasan di Palestina sudah diduga meningkat, pamor kelompok-kelompok garis keras di Palestina naik dan jalan perdamaian menjadi buntu.
Hamas semakin popular di tengah aksi kekerasan ini. Dari Time (17/12/01), Johanna McGeary mencatat "Hamas adalah kelompok yang paling dominant pada 14 bulan terakhir setelah diplomasi gagal dan kekerasan meningkat di Palestina."
Dari sejumlah polling, popularitas Hamas terbukti melampaui partai Arafat. Para pemuda Hamas bersemangat menyambut panggilan syahid. Israel diyakini sebagai "komunitas asing" di tanah Islam.
Aksi-aksi intifadah yang dilakukan oleh Hamas, Jihad Islam, dan faksi Fatah PLO didukung rakyat Palestina dan negara-negara Arab lainnya. Sekitar 60-70 persen rakyat Palestina mendukung aksi ini dan OKI menolak Hamas, Hizbullah, dan Jihad Islam sebagai kelompok "teroris". Menlu Saudi Pangeran Saud al-Faisal menyatakan: "Seseorang yang berjuang untuk kemerdekaan negerinya bukanlah teroris."
Di kampus, popularitas Hamas semakin naik, sedangkan Arafat turun. Di Universitas Nasional An Najah, Nablus, kursi Hamas naik dari 42 menjadi 48; kursi Partai Fatah turun dari 34 menjadi 28. "Dalil" sederhana dalam politik Palestina berlaku: "When Palestinians lose faith in the peace process, the popularity of Hamas rises".
Dengan kondisi ini dan ortodoksi di masyarakat Israel sendiri, upaya perdamaian menjadi pupus. AS juga bersikap tidak netral, seperti tuduhan negeri adigdaya ini atas kasus kapal Karina.
Arafat mengaku sendiri atas sikap utusan AS, Anthony Zinni. Zinni dikabarkan terus menekan Arafat agar menangkap pelaku pemboman itu.
Pokok persoalan terletak pada Ariel Sharon yang membekukan perundingan Israel-Palestina dan menolak hasil-hasil perundingan yang dicapai oleh Ehud Barak.
Salah satu kesepakatan antara Sharon dan Barak adalah kesediaan Barak "mengakui" perjanjian damai dengan Palestina sebatas yang telah diratifikasi oleh parlemen (Knesset). Sharon berarti menang karena membatalkan semua konsesi yang diberikan pemerintah Israel kepada Palestina. Di lain pihak, pada Perundingan Taba, Mesir pada akhir Januari 2001, Ehud Barak menawarkan pengembalian 90 persen wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza kepada Palestina serta berbagi kedaulatan atas Jerusalem dengan Palestina.
Sikap Sharon-Barak sejalan dengan AS. Mary Ellen Countryman, jubir Dewan Keamanan Nasional, pada Kamis (8/2/01) menyatakan semua usul perdamaian di bawah Presiden Bill Clinton batal. Pada KTT Camp David II, Juli 2000 Ehud Barak menyetujui draft perdamaian final dari AS, yaitu: penyerahan 95 persen wilayah Tepi Barat dan pembagian kedaulatan Jerusalem Timur. Di bawah Sharon, penyerahan wilayah Tepi Barat sebesar 42 persen dan tanpa pembagian kota Jerusalem.
Dengan kata lain, terdapat tiga Perjanjian yang diakui Israel: Perjanjian Oslo 1993, Perjanjian Wye River 1988, dan Wye River II (Perjanjian Shamal Sheikh), 1999.
Menurut Perjanjian Oslo, Palestina harus berdiri pada 4 Mei 1999, namun Israel menunda butir perjanjian ini dengan alasan pemilu. Menurut Perjanjian Wye River, Israel mundur dari 13,1 persen wilayah Tepi Barat, namun aplikasinya diganjal Netanyahu dengan alasan Palestina tidak memenuhi komitmennya. Kemudian, Menurut Perjanjian Sharm Al-Sheikh, ditentukan perundingan final Israel-Palestina akan dimulai 13 September 1999 dan berlangsung selama satu tahun. Berarti, pada 13 September 2000, sudah berdiri negara Palestina. Dalam hal ini, Israel tetap menolak memenuhi komitmennya. Kemudian, KTT Camp David II digelar, tetapi gagal mencapai kesepakatan final.
Intifada kedua meletus. Rakyat Israel memilih Ariel Sharon. Kini terjadi eskalatif kekerasan di Palestina dan dapat dikatakan harapan perdamaian kian pupus. Untuk mencegah meluasnya peperangan di Palestina, penyeimbangan kekuatan di antara pihak yang terlibat konflik perlu dilakukan. Dominasi militer Israel (dan AS) dalam masalah Palestina telah menyebabkan satu pihak berlaku zalim terhadap yang lain. Dengan semena-mena. Mau tidak mau, Dunia Islam harus menjadi kekuatan pengimbang untuk berhadapan dengan Israel dan AS.

Komentar:
1. Secara garis besar, tulisan saudara Adian Husaini menarik dan berbicara secara objektif serta menerapkan cover both sides. Pihak Israel sendiri baik rakyat dan pemimpinnya mengambil kebijakan garis keras. Kelompok-kelompok Yahudi baik agama maupun sayap kiri dan kanan bersikap orthodoks. Kebijakan dan sikap Israel yang mengambil garis keras ini dijawab oleh pihak Palestina, terutama kelompok Perlawanan Palestina Hamas, Jihad Islam dan sayap Fatah di bawah Arafat sendiri.
2. Walau Adian Husaini berupaya bersikap objektif, tetapi dia masih terkena bias media massa Barat, yang notabene didominasi Yahudi. Adian diakhir tulisan ini menyatakan bahwa konflik Palestina-Israel ini tidak seimbang atau berat sebelah, namun di sejumlah bagian tulisannya dinyatakan aksi penyerangan saling berganti. Kedua pernyataan ini harus diletakkan secara komparatif. Upaya perlawanana Palestina untuk menyeimbangi Israel dengan kemampuan persenjataan dan intelijen modern sangat jauh di atas rata-rata kemampuan persenjataan dan intelijen aktivis Perlawanan Palestina. Oleh karena itu, tidak ada keseimbangan di sini.



Sunday, 13 June 2010

Zionisme dan Rasialisme Baru

Dr. Raghid Ash Shulh
(Al Khaleej Emiret)

Ketika Majlis Umum PBB mengeluarkan resolusi no.3379, delegasi Israel di lembaga internasional ini, Yishak Hartezog berdiri dengan memegang kertas berisi copyan dari resolusi ini kemudian merobeknya dan dilemparkan di kerangjang sampah. Ini dilakukan di depan media dunia. Usai keluar resolusi ini, Israel dan organisasi zionis dunia melakukan kampanye anti resolusi ini. Bukan hanya itu, mereka melakukan kampanye anti lembaga PBB yang mengeluarkan resolusi ini. Puncak kampanye ini, Yishak Shamer, presiden Israel kala itu menuntut agar membubarkan PBB dan mendirikan lembaga internasional yang hanya beranggotakan Negara-negara Barat saja.

Seperti biasa, reaksi atas keluarnya resolusi PBB bukan dari Israel saja namun juga nimbrunng pemerintah Amerika yang mengecam resolusi ini dan berupaya menghapusnya. Kampanye ‘Israel’ – Amerika anti resolusi ini berlangsung secara panas hingga perimbangan kekuatan internasional dengan runtuhnya Uni Soviet dan kekalahan Irak dalam perang Amerika – Irak tahun 1991. Saat itulah, peluang untuk menghapus resolusi 3379 ini terbuka setelah George Bush senior menyebut resolusi itu sebagai aib bagi PBB.

Israel dan Amerika pendukung zionis memiliki faktor-faktor untuk mendeklarasikan perang anti resolusi dan para pendukungnya. Resolusi tersebut menohok Israel secara telak. Resolusi ini menguak kedok gerakan zionisme sebagai gerakan rasialisme dan dicabut legalitasnya, seperti yang diungkapkan oleh seorang pengamat internasional. Mungkin Israel menyadari isi resolusi lebih penting dari pihak yang mengeluarkannya. Israel dan Amerika menyadari pentingnya konflik pemikiran dan politik di level internasional dan kemanusiaan. Adapun bangsa Arab yang memiliki hak-hak sejarah dalam konflik dengan Israel dan dengan gerakan zionisme, justru cenderung menganggap enteng factor-faktor konflik yang memiliki latar belakang sejarah. Adakah langkah ini memiliki legitimasi? Alasannya klasik. Mereka menganggap bahwa dunia hanya mengerti bahasa (kekuatan) kekerasan. Ini logika salah dan merugikan. Senjata sendiri – padahal Arab tidak pernah sekalipun unggul dari Israel dalam hal militer – tidak selalu menentukan konflik-konflik sepanjang sejarah. Ekperimen Perang Dingin dan hancurnya Uni Soviet adalah bukti paling kuat dalam hal ini. Sungguh sebuah keputus-asaan yang tidak pada tempatnya jika menyalahkan standar keadilan internasional yang tidak adil, opini publicnya yang tidak berpihak dan putus ada bahwa hakikat sebenarnya memiliki pengaruhnya di kalangan bangsa-bangsa dan pemerintah di dunia.

Sebaliknya, kita menyaksikan setiap hari prakarsa demi prakarsa berlebel pemikiran, ilmiah, politik tingkat tinggi yang membenarkan muatan resolusi PBB no. 3379 terhadap gerakan zionisme.

Beberapa tahun lalu, Presiden Amerika Jimmy Charter menandatangani bukunya yang baru “Palestina; tidak ada rasial tapi perdamaian,” di buku ini Charter mengkritik Israel berkali-kali karena mereka melanggar resolusi PBB dan melakukan politik rasialisme yang jauh lebih jahat dari pada politik yang dilakukan oleh Apartaid di Afrika selatan.

Segera saja, kaum zionis menuduh penulis buku ini sebagai terpengaruh oleh Islam. Namun tuduhan ini tidak mengurangi kredibelitas Charter di dunia. Ia adalah pengawal pernajanjian Camp David yang memberikan banyak pelayanan kepada Israel ketika menekan agar perjanjian ini ditandatangani. Ia memperoleh nobel perdamaian. Sejumlah hakikat yang diungkap Charter dalam bukunya dan kritikannya kepada Israel yang rasial akan meninggalkan banyak pengaruh, terutama pada opini public Amerika.

Di antara prakarsa pemikiran penting adalah buku Eilan Pabeh, sejarawan Israel yang berjudul “clansing rasis di Palestina”. Buku adalah kesaksian sejarah yang anti zionisme, mengungkap hakikat-hakikat baru terkadang berdasarkan arsip Israel sendiri soal aksi pengusiran paksa yang dilakukan oleh organisasi Yahudi seperti Hagana dan Centrin terhadap Palestina.

Buku ini mengungkap bagaimana dua organisasi di atas melakukan pembersihan secara utuh tahun 1947 terhadap desa-desa, wilayah Palestina untuk mengusir warga Palestina lari dari kampong halaman mereka. Buku ini juga menceritakan dokumentasi sejarah baagaimana rencana-rencana penghancuran rumah mengusir penghuninya, pembunuhan masal dan penghancuran pabrik-pabrik Palestina. Buku ini juga mengejek klaim Israel bahwa warga Palestina meninggalkan kampong halaman mereka karena menuruti pemimpin Arab dan bukan karena terorisme Israel.

Penulis buku yang dari Israel terancam diusir dari universitas Haiva tempatnya mengajar. Namun simpati dan dukungan terhadapnya dari dunia akademi akan mengalir deras.

Dua buku baru di atas merupakan ungkapan kesadaran dunia yang terus berkembang mengungkap hakikat zionisme da bahayanya bagi dunia. Fenomena ini seharusnya mengembalikan konflik Israel – Arab kepada posisi yang sebenarnya yakni sebagai konflik antara masyarakat internasional di satu sisi dan antara gerakan zionisme Israel di Timteng di sisi lain. Barangkali sangat tepat jika Arab mulai bergerak menghidupkan kembali resolusi 3378 atau menuntut dikeluarkannya resolusi baru. Mulai bergerak bukan berarti tergesah-gesah akan hasilnya. Harus tetap menyiapkan semua pemikiran politik terhadap gerakan anti rasialisme. Gerakan rasialisme bukan saja terhadap rasialisme zionisme namun juga di Negara kita sendiri atau dalam level wanana pemikiran.