Facebook

Thursday 22 October 2009

Kaum Muslimin Bukan Teroris!

Seorang pria berjalan memasuki Raja‘s Bar and Restaurant di Kuta
Square, Denpasar, Bali. Dengan tas punggung yang nemplok di pundaknya,
pria itu terus berjalan ke tengah-tengah kafe yang saat itu dipadati
pengunjung wisatawan asing dan turis domestik. Maklum, pada asyik
weekend tuh. Nggak ada angin nggak ada ujan, tak lama
kemudian......buum!!! Sebuah ledakan terdengar memecah keramaian kafe
tepat pukul 19.33 WITA.
Begitulah detik-detik menjelang terjadinya ledakan bom Bali II 1
Oktober 2005 kemaren yang berhasil terekam oleh kamerawan amatir. Nggak
cuma satu, dalam waktu yang hampir bersamaan, dua bom juga meledak di
Pantai Muaya dan Kafe Manage, Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali pada
pukul 19.32 dan 19.34 WITA. Sementara lima bom lainnya tidak sampai
meledak dan ditemukan personel Brigade Mobil. Sampai saat ini, jumlah
korban tewas tragedi bom Bali II sebanyak 23 orang. Dan ratusan lainnya
cedera. Kita patut berduka untuk tragedi ini.

Bukan cuma kita, tapi semua pihak serta merta berkomat-kamit
melontarkan beragam kutukan terhadap pelaku pengeboman. Indonesia
selaku tempat berdiamnya pulau dewata kudu rela kebagian getahnya dicap
sebagai negara yang nggak aman dari aksi teroris. Hingga Swedia dan
Australia pun mengeluarkan travel warning bagi warganya yang akan
berkunjung ke Bali. Demi membersihkan nama baiknya, Pemerintah pun kudu
sibuk kasak-kusuk nyari tahu pelaku Bom Bali II. Kira-kira siapa ya?
Kenapa mesti kaum Muslimin?
Sobat, sebagai seorang muslim kita pun tentu membenci peledakan Bom
Bali II yang memakan korban jiwa dan hancurnya fasilitas umum. Sebab
Islam mengajarkan kita untuk menghargai jiwa manusia. Tanpa alasan
syar’i, kita nggak diizinkan untuk menumpahkan darah atau menghilangkan
nyawa orang lain.
Sayangnya, dugaan bernada tuduhan bahwa pelaku Bom Bali II dialamatkan
kembali kepada kaum muslimin. Terutama organisasi Jamaah Islamiyah
(JI). Padahal penyelidikan pun masih terus berlanjut alias belon sampe
garis finish. Mentang-mentang pelaku tragedi bom di negeri kita sering
menyeret nama-nama berlabel Islam kayak Imam Samudera, Asmar Latin
Sani, atau Ali Gufron, bukan berarti bisa dipukul rata. Tetep kudu ada
penyelidikan dulu.
Pengamat intelejen Juanda dalam Todays Dialogue MetroTV sempat
mempertanyakan dan bahkan mengaku kecewa mengapa aparat keamanan
buru-buru menyebut pelakunya adalah Dr. Azhari dan Moh Nurdin M Top.
Sebab menurutnya, tidak bisa ditarik kesimpulan bahwa ada kesamaan
antara bom Bali I dengan Bom Bali II. (Hidayatullah.com, 04/10/05)
Sialnya, lantaran pelaku pengeboman sering dituduhkan pada aktivis
gerakan Islam, ajaran Islam sering ikut dituduh ngajarin untuk menjadi
teroris. Wasyah! Asal banget tuh!
Penulis terkenal Inggris Karen Armstrong aja menyatakan, Islam tidak
selayaknya diasosikan dengan serangan teroris yang dilakukan oleh
orang-orang yang menyebut diri mereka Muslim. Karena tindakan
orang-orang itu justru sudah melanggar prinsip-prinsip esensial Islam.
(Eramuslim, 12/07/05)
Kalo pun pelakunya seorang muslim, bisa jadi dia merupakan korban dari
sebuah rekayasa intelijen. Sehingga bisa jadi tragedi Bom Bali II ini
bagian dari konspirasi tingkat tinggi untuk menyudutkan Islam dan kaum
Muslimin di Indonesia. Mengingat sikap pemerintah yang masih adem ayem
dengan geliat gerakan-gerakan Islam yang mengkampanyekan syariat Islam
dan membongkar rencana jahat musuh-musuh Islam. Padahal justru kondisi
ini yang dikhawatirkan bisa mengancam kepentingan musuh-musuh
Islam di negeri ini.

False Flag dalam Bom Bali II
Menurut mantan KABAKIN alm. Z.A. Maulani, terdapat istilah false flag
dalam sebuah operasi intelijen. False flag adalah kegiatan atau operasi
yang dilakukan suatu pihak sehingga dampak kejadian itu bakal diarahkan
ke pihak yang dikehendaki. Dengan kata lain, false flag dilakukan untuk
menebar fitnah atau citra negatif kepada pihak yang dikehendaki.
Khusus dalam kasus Bom Bali II ini, beberapa kejanggalan yang mengarah
pada false flag terungkap dalam sebuah acara ‘To days dialogue’ Metro
TV yang dipandu reporter Najwa Shihab dengan menampilkan pakar
intelijen Juanda, Kepala Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Soenarko D
Ardanto. Beberapa kejanggalan yang sempat didialogkan dalam diskusi itu
adalah; Pertama, hasil rekaman video amatir koleksi keluarga yang
menunjukkan detil pelaku bom Bali. Kalo itu video keluarga, kok bisa
nge-shoot gerak-gerik pelaku yang saat ini diakui Polri sebagai
tersangka secara detil. Dari duduk, berjalan hingga bom diledakkan.
Layaknya kameramen film yang sengaja dan dibayar untuk merekam adegan
sang aktor.

Kedua, mengapa hasil video itu yang telah diberikan pada pihak keamanan Indonesia itu justru datang dari Australia.
Ketiga, beberapa hari sebelum terjadi ledakan, para pecalang (keamanan
adat Bali) telah mengingatkan para turis akan ada ledakan.
Dan yang keempat, beberapa hari sebelum kejadian beberapa masyarakat juga memperingatkan turis untuk tak memasuki daerah itu.
Selain kejanggalan di atas, perhatian AS dan Australia akan tragedi ini
gede banget. Hingga Amerika Serikat, Kamis (6/10), mengumumkan tawaran
hadiah berupa uang sebesar US$ 10 juta atau sepuluh milyar rupiah bagi
setiap informasi yang dapat menunjukkan di mana keberadaan tersangka
utama peledakan bom di Bali tahun 2002 lalu. (Hidayatullah, 07/10/05).
Dan Menlu Australia, Downer juga mengatakan bahwa Australia akan
memberikan santunan senilai US$770 ribu (sekitar Rp7,7 miliar) untuk
pemulihan ledakan Bali. Nggak lupa mendesak pemerintah Indonesia untuk
melarang organisasi Jamaah Islamiyah yang mereka sinyalir aktor dibalik
tragedi Bom Bali I dan II. (Kaltim Post, 05/10/05).
Apalagi, masih menurut pengamat intelijen, Juanda, ada kepentingan
tinggi pihak Australia kepada Indonesia dalam hal ini. Kabarnya,
beberapa menit setelah peristiwa pengeboman beberapa aparat intelijen
Australia sudah langsung sampai di lokasi dan ikut
menginvestigasi di TKP. (Hidayatullah.com, 04/10/05). Mungkinkah ada
indikasi false flag di tragedi Bom Bali? Bisa jadi.


Teroris teriak teroris!

Sobat, dalam pertemuan Trade Union Congress, Senin (12/9/05), Walikota
London Ken Livingstone mengatakan bahwa kebijakan-kebijakan Bush lah
yang menimbulkan ‘benturan peradaban’ antara umat Islam dan masyarakat
Barat. (Eramuslim, 14/09/05).
Kampanye The Global Wars against Terorism sendiri hanyalah kedok untuk
melawan gerakan-gerakan Islam yang mengancam kepentingan politik
ekonomi AS di dunia Islam. Buktinya, perilaku Israel yang
terang-terangan menebar teror, melakukan tindakan kekerasan, membantai,
hingga mengusir penduduk Palestina sampai saat ini nggak dicap sebagai
teroris. Keliatan banget kan standar gandanya? Iya nggak?
Fakta ini dikuatkan dengan data lebih dari 90% daftar Foreign Terrorist
Organization (FTO) adalah individu dan kelompok muslim. Sementara
nama-nama orang atau organisasi yang udah dikenal dunia sebagai teroris
seperti ekstrimis Irlandia Utara, kelompok separatis Basque ETA, atau
organisasi 17 November di Yunani nggak termasuk dalam daftar.
Akibatnya, AS gencar melakukan penangkapan terhadap aktivis
gerakan-gerakan Islam di berbagai negara. Seperti skenario penangkapan
Umar al-Faruq, Agus Budiman, Fathurahman al-Ghazi, Agus Dwikarna dan
warga Indonesia lainnya yang dicap sebagai bagian dari organisasi
teroris seperti al-Qaida. Seolah AS mau teriak ke dunia kalo di negeri
ini sudah menjadi sarang teroris. Agar mereka punya alasan kuat untuk
ikut campur urusan dalam negeri kita, terutama dalam hal keamanan
negara. Langkah yang sama yang dilakukan AS sebelum memporak-porandakan
Afghanistan dan Irak.
Dengan memegang kontrol media informasi dunia, AS dengan mudah
mendramatisasi setiap peristiwa yang berbau teror untuk memojokkan
Islam dan kaum Muslimin dengan stempel teroris, radikal, fundamental,
dll. Kalo pemerintah negeri ini nggak nyadar dengan taktik busuk AS
ini, bisa-bisa arogansi militer kampiun demokrasi ini nggak cuma kita
lihat di Afghanistan, Irak, atau penjara-penjara AS seperti Abu Ghraib.
Tapi di depan mata kita.
Padahal yang sebenernya terjadi adalah seperti penuturan Prof. Noam
Chomsky dalam bukunya Maling Teriak Maling: Amerika Sang Teroris
(2001), AS dan Israel lah sang teroris sejati. Beliau menambahkan,
serangan AS ke Afghanistan itu lebih jahat dari serangan 11 September
2001. Bahkan Human Right Watch di New York sudah menyatakan, AS adalah
pelanggar HAM terbesar di dunia. Tapi apa sanksi bagi AS? Nggak ada
banget. Posisi The Globo Cop yang disandangnya, bikin AS ngerasa nggak
pernah berbuat salah dalam aksi-aksinya demi keamanan dunia. Padahal
dia yang bikin dunia makin nggak aman. Dasar maling, eh, teroris!

Never ending dakwah

Sobat, gencarnya pemberian citra negatif terhadap gerakan Islam tak
jarang menimbulkan Islamphobia alias ketakutan terhadap Islam pada diri
kaum Muslimin. Seolah menjadi seorang aktivis adalah jalan menuju
tempat peristirahatan di balik jeruji besi. Karena kekhawatiran itu,
ada orang tua yang melarang anaknya untuk aktif dalam dakwah. Atau
surutnya semangat para pengemban dakwah dalam mengopinikan syariat
Islam di tengah masyarakat. Tentu bukan sikap seperti ini yang kita
kehendaki.

Ingatlah firman Allah swt:

“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan
daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau
membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah
menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.”
(QS al-Anfâl [8]: 30)

Sikap terbaik yang bisa kita lakukan justru tetap berdakwah membongkar
rencana jahat musuh-musuh Islam. Agar tumbuh kesadaran di tengah-tengah
masyarakat akan bahaya yang mengancam kita semua jika cuek dengan
kondisi negeri ini en sodara-sodara kita di tempat laen. Tak lupa untuk
mengajak masyarakat bersama-sama mengembalikan harga diri kaum Muslimin
melalui tegaknya Khilafah Islamiyah. Sebuah Negara Islam yang akan
menghimpun kekuatan negeri-negeri Muslim yang saat ini terpecah belah
menjadi lebih dari 50 negara kecil. Sehingga Islam punya kekuatan untuk
melawan arogansi AS, melindungi kaum Muslimin dan menebar rahmat bagi
seluruh alam.
So, nggak ada alasan untuk berhenti berdakwah. Kita selaku generasi
muda Islam adalah martir revolusi putih. Yang akan menjadi ujung tombak
kebangkitan ideologi Islam dan penghancuran sekulerisme di tengah
masyarakat. Dengan keikhlasan yang tertanam dalam hati dan keimanan
yang mantap, Allah akan selalu bersama kita. Tetaplah semangat. Karena
semangat nggak pernah tamat. Allahu Akbar!



0 comments:

Post a Comment