Secara teoritis, tidak ada pedagang yang mau merugi kecuali dia bodoh. Karena ada waktu, tenaga, dan –mungkin- biaya yang terbuang percuma. Hasil impas saja dari sebuah kerja ekonomi sebenarnya termasuk kerugian. Apalagi jika mengalami defisit! Lalu, bagaimana agar para pedagang tidak mengalami kerugian setiapkali menggelar dagangan dan melakukan transaksi?
Sebenarnya, kita semua adalah pedagang. Kita tengah menjajakan barang dagangan berupa amal-amal kita di sisi Allah. Berharap agar Dia tertarik melihatnya, membelinya dengan harga paling mahal, atau membarternya dengan yang lebih baik. Kita pertaruhkan seluruh umur kita untuk ‘kulakan’ amal-amal shalih. Agar memperoleh keuntungan yang besar sebagai bekal kehidupan nanti yang lebih baik. Tapi tidak banyak di antara kita yang menyadarinya.
Agar Meraih Amalan Terbaik
Menjaga agar hati selalu ikhlas dalam beramal adalah kewajiban penting setiap hamba yang beriman. Sebab ikhlas merupakan salah satu syarat penerimaan amal manusia di sisi Allah. Ia adalah nilai dan ruh ibadah hamba itu sendiri kepada Allah. Menentukan besar kecilnya, tercela terpujinya, juga diterima dan ditolaknya. Tanpanya, amal akan berubah menjadi debu berterbangan. Karena itu -meski tidak mudah-, keikhlasan harus sekuat mungkin kita upayakan. Sebab jika tidak, kerugian telah nampak di pelupuk mata kita.
Dalam praktiknya, godaan setan dan hawa nafsu seringkali mencampakkan kita ke dalam riya’. Baik yang terang-terangan maupun samar, baik yang kita sadari maupun tidak. Jika kita beramal dengan niat ikhlas, setan akan menunjuki kita jalan-jalan bid’ah yang tidak disyariatkan. Sedang jika kita membaguskan pelaksanaan amal, dia akan merusakkan niat kita.
Maka kita melihat riya’ dengan beragam bentuknya mengintai kita, menanti kelengahan diri saat kesukaan kita kepada pujian, harta , kekuasaan, dan kedudukan di antara manusia muncul. Menampakkan kekurusan tubuh, kemiskinan harta, kelesuan badan, atau cekungnya mata agar kita terlihat bersungguh-sungguh telah menjalankan ibadah kepada Allah. Ini termasuk riya’ badani.
Atau beramal dengan niat yang tidak lurus, mencari pujian, keuntungan materi, penghargaan sebagai ilmuwan, pahlawan, dermawan, atau keridhaan manusia. Apapun bentuknya, semua jenis riya’ tercela di sisi Allah dan merusakkan amalan kita. Yang karenanya harus dihindari sebisa mungkin.
Agar Tidak Riya’
Amal yang shalih haruslah terbebas dari riya’. Karena ia adalah kotoran dan perusak amalan. Meski berat, ada banyak cara yang bisa kita tempuh untuk membersihkan amalan kita dari riya’. Seraya selalu memohon kekuatan kepada Allah agar kita dimudahkan mengikhlaskan amal hanya kepada-Nya.
Yang pertama adalah; mendudukkan Allah dan manusia secara tepat. Caranya dengan bermakrifat secara benar terhadap Allah, melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Diikuti perenungan tentang hakikat manusia. Dari sana kita akan sampai kepada pengakuan tentang Dia Yang Maha Esa, Maha Mengetahui, Maha Kuasa terhadap seluruh alam manfaat dan madharat, juga Maha Mendengar dan Melihat. Juga tentang manusia yang hakikatnya lemah, terbatas, memihak nafsu dan bodoh. Dia berfirman, “Katakanlah, ‘Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui.’ Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Ali Imran: 29).
Ibnul Qayyim dalam Madarij-nya menyebut amalan hamba yang dilakukan karena manusia, bertujuan mencari kedudukan dan pengaruh dalam hati manusia, atau karena mengharapkan madharat dan manfaat dari manusia, sebagai amal yang muncul dari hamba yang tidak mengerti siapa sesungguhnya manusia. Bodoh tentang Allah dan manusia.
Beliau berkata memberi alasan, “Karena, jika seorang hamba sudah mengenal Allah dan mengerti siapa sesungguhnya manusia, niscaya dia akan lebih mengutamakan perlakuan kepada Allah daripada perlakuan kepada manusia.”
Agar Tidak Lupa Akhirat
Cara yang kedua adalah mengetahui kehidupan akhirat, lengkap dengan semua peristiwa yang mengiringinya. Hal ini dimulai dari ilmu tentang nikmat dan siksa kubur, nikmat surga dan siksa neraka, kebangkitan, pengumpulan di padang mahsyar, neraca keadilan, shirath dan yang lainnya. Penajaman kepekaan akan akhirat ini, bisa dengan ziarah kubur, atau mengadakan kajian ayat-ayat maupun hadits-hadits yang membahasnya secara rinci. Kalau kita mau, jumlahnya sangatlah banyak.
Pengetahuan yang memadai tentang akhirat akan memunculkan harapan akan keselamatan diri kita di sana, sekaligus ketakutan akan kecelakaan yang mungkin kita alami. Jika di-manage dengan baik, perasaan seperti ini akan memotivasi kita untuk mendahulukan akhirat daripada dunia. Juga menjadi energi tambahan agar sabar menjalani hal-hal yang berat dan sulit.
Perhatikan hadits ini!
“Tangis dikirimkan kepada penduduk neraka, maka mereka menangis sampai habis air mata mereka. Kemudian mereka menangis dengan air mata darah hingga mengalir di wajah mereka laksana parit. Seandainya ada kapal dilewatkan disana, niscaya akan bisa berlayar.” (HR. Ibnu Majah).
Juga hadits yang ini! “Penghuni jannah makan dan minum di dalamnya tetapi tidak buang air besar dan tidak kencing. Sisa keringat mereka keluar dengan sendawa dan keringat yang wangi seperti kasturi. Mereka mendapat ilham untuk terus bertasbih dan bertahmid sebagaimana nafsu mengilhami mereka .” (HR. Muslim).
Agar Berjarak dengan Dunia
Dunia memang lezat, hijau dan manis. Namun penuh dengan tipuan dan jebakan. Jika kita tidak berhati-hati, ketertarikan kepada dunia dan kenikmatannya bisa menjerumuskan kita pada perilaku riya’ karena menginginkannya, juga melalaikan kita dari mengingat kehidupan yang hakiki, akhirat. Tetapi menolak pesona dunia juga sangat berat karena kita berada di dalamnya, melihat, mendengar, bahkan merasainya. Jalan terbaik adalah mengambil jarak. Agar kita bisa mengontrol dan mengendalikan diri dari jeratannya.
Maka cara berikutnya agar kita bisa terbebas dari riya’ adalah mengambil jarak dengan dunia, mengambil sebatas kebutuhan dan mengingat akan ke’fana’annya.
Allah Yang Maha Kekal berfirman, “Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.” (QS. al-Mukmin: 65).
Dari sini kita akan mengetahui tentang nilai dunia sesungguhnya. Rendah, hina bahkan tidak bernilai di sisi Allah. Rasulullah bersabda,
“Seandainya dunia ini bernilai sebanding dengan sebelah sayap nyamuk di sisi Allah, niscaya Dia tidak akan memberi minuman kepada orang-orang kafir setegukpun .” (HR. at-Tirmidzi).
Sehingga kitapun –Insya Allah- tidak gampang tertipu dengan penampilan dan kemegahan dunia yang mengagumkan. Bisa saja apa yang tampak hebat itu adalah remeh di sisi Allah. Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya, akan datang seorang lelaki besar lagi gemuk pada hari kiamat, namun beratnya di sisi Allah tidak lebih dari sebelah sayap nyamuk.” (HR. Mutafaqun’alaih).
Tentang kematian yang bisa datang kapan saja, akan mengajari kita lebih waspada terhadap niat saat beramal. Bisa saja kita mendapatkan akhir yang buruk jika tidak hati-hati. Sedang nilai amal tergantung hasil akhirnya. Kekhawatiran saat berniat tidak ikhlas menjadi akhir yang buruk dari amal kita, semoga memudahkan kita meluruskan niat.
Jangan lupa untuk mewaspadai teman-teman yang buruk, sebab seringkali kita berbuat karena pengaruh persahabatan dan lingkungan.
Agar Tidak Merasa Sia-sia
Kadang beratnya ikhlas membuat kita merasa sia-sia beramal. Sudah capek-capek berbuat namun tidak banyak mendapat. Untuk itu, cara berikutnya agar bisa ikhlas beramal adalah mempelajari manfaatnya ikhlas dan madharatnya riya’. Sebab mengetahui manfaat sesuatu akan meringankan kita dalam menempuhnya meski berat dan sulit, sedang mengetahui bahaya sesuatu akan memudahkan kita menjauhinya meski tampak menarik dan lezat.
Manfaat ikhlas antara lain; pertolongan Allah saat kita kesulitan, terbebas dari siksa neraka, diampuninya dosa-dosa, meninggikan derajat di akhirat, tidak tersesat di dunia, dicintai penduduk langit, ketenangan hati, terbebas dari godaan syahwat dan lain-lain. Sedang bahaya riya’ antara lain; kekalahan dalam perjuangan, siksaan di akhirat, tersesat di dunia, dibenci penduduk langit, ancaman suul khatimah kegelisahan hati dan lain-lain.
Agar Tidak Lupa Allah
Terakhir, jangan lupakan Allah. Kita harus selalu memanjatkan doa kepada-Nya untuk memohon pertolongan. Seperti Rasulullah berdoa disaat mengucap talbiyah, “Ya Allah, jadikanlah ini sebagai haji yang tidak mengandung riya’ dan sum’ah!” Wallahu a’lam. (trias)
Sunday, 27 September 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment