Salah satu hal yang sering membuat energi kita terkuras adalah timbulnya rasa ketersinggungan diri. Munculnya perasaan ini sering disebabkan oleh ketidaktahanan kita terhadap sikap orang lain.
Ketika tersinggung, minimal kita akan sibuk membela diri dan selanjutnya akan memikirkan kejelekan orang lain. Hal yang paling membahayakan dari ketersinggungan adalah habisnya waktu kita menjadi buah roh.
Efek yang biasa ditimbulkan oleh rasa tersinggung adalah kemarahan. Jika kita marah, kata-kata jadi tidak terkendali, stress meningkat, dan lainnya. Karena itu, kegigihan kita untuk tidak tersinggung menjadi suatu keharusan.
Apa yang menyebabkan orang tersinggung? Ketersinggungan seseorang timbul karena menilai dirinya lebih dari kenyataan, merasa pintar, berjasa, baik, tampan, dan merasa sukses.
Setiap kali kita menilai diri lebih dari kenyataan bila ada yang menilai kita kurang sedikit saja akan langsung tersinggung. Peluang tersinggung akan terbuka jika kita salah dalam menilai diri sendiri. Karena itu, ada sesuatu yang harus kita perbaiki, yaitu proporsional menilai diri.
Teknik pertama agar kita tidak mudah tersinggung adalah tidak menilai lebih kepada diri kita. Misalnya, jangan banyak mengingat-ingat bahwa saya telah berjasa, saya seorang guru, saya seorang pemimpin, saya ini orang yang sudah berbuat. Semakin banyak kita mengaku-ngaku tentang diri kita, akan membuat kita makin tersinggung.
Ada beberapa cara yang cukup efektif untuk meredam ketersinggungan
Pertama, belajar melupakan.
Jika kita seorang sarjana maka lupakanlah kesarjanaan kita. Jika kita seorang direktur lupakanlah jabatan itu. Jika kita pemuka agama lupakan kepemuka agamaan kita. Jika kita seorang pimpinan lupakanlah hal itu, dan seterusnya. Anggap semuanya ini berkat dari Allah agar kita tidak tamak terhadap penghargaan. Kita harus melatih diri untuk merasa sekadar hamba Allah yang tidak memiliki apa-apa kecuali berkat ilmu yang dipercikkan oleh Allah sedikit. Kita lebih banyak tidak tahu. Kita tidak mempunyai harta sedikit pun kecuali sepercik titipan berkat dari Allah. Kita tidak mempunyai jabatan ataupun kedudukan sedikit pun kecuali sepercik yang Allah telah berikan dan dipertanggung jawabkan. Dengan sikap seperti ini hidup kita akan lebih ringan. Semakin kita ingin dihargai, dipuji, dan dihormati, akan kian sering kita sakit hati.
Kedua, kita harus melihat bahwa apa pun yang dilakukan orang kepada kita akan bermanfaat jika kita dapat menyikapinya dengan tepat.
Kita tidak akan pernah rugi dengan perilaku orang kepada kita, jika bisa menyikapinya dengan tepat. Kita akan merugi apabila salah menyikapi kejadian dan sebenarnya kita tidak bisa memaksa orang lain berbuat sesuai dengan keinginan kita. Yang bisa kita lakukan adalah memaksa diri sendiri menyikapi orang lain dengan sikap terbaik kita. Apa pun perkataan orang lain kepada kita, tentu itu terjadi dengan izin Allah. Anggap saja ini episode atau ujian yang harus kita alami untuk menguji keimanan kita.
Ketiga, kita harus berempati.
Yaitu, mulai melihat sesuatu tidak dari sisi kita. Perhatikan kisah seseorang yang tengah menu ntun gajah dari depan dan seorang lagi mengikutinya di belakang Gajah tersebut.
Yang di depan berkata, "Oh indah nian pemandangan sepanjang hari". Kontan ia didorong dan dilempar dari belakang karena dianggap menyindir. Sebab, sepanjang perjalanan, orang yang di belakang hanya melihat pantat gajah.
Karena itu, kita harus belajar berempati. Jika tidak ingin mudah tersinggung cari seribu satu alasan untuk bisa memaklumi orang lain. Namun yang harus diingat, berbagai alasan yang kita buat semata-mata untuk memaklumi, bukan untuk membenarkan kesalahan, sehingga kita dapat mengendalikan diri.
Keempat, jadikan penghinaan orang lain kepada kita sebagai ladang peningkatan kwalitas diri dan kesempatan untuk mempraktekkan buah - buah roh Yaitu, dengan memaafkan orang yang menyakiti dan membalasnya dengan kebaikan
Wednesday, 31 March 2010
Tuesday, 30 March 2010
Ada Apa dengan Tradisi "Ultah"?
Phuuuh! Lilin berbentuk angka 17 itu menyisakan asap tipis setelah ditiup Meta, sejurus kemudian terdengar gemuruh tepuk tangan tanda bahagia dari keluarga dan teman-temannya. Hari itu Meta genap berusia 17 tahun. Lagi lucu-lucunya, lagi lincah-lincahnya (kelinci kali…). Lagu "Happy Birthday" pun mengalun dengan jenis suara yang caur banget dari hadirin yang ikut menyaksikan pesta ultah Meta.
Terlihat mata Meta berbinar tanda suka. Dengan mengenakan gaun putih kayak Putri Salju, Meta menerima ucapan selamat dan kado dari teman-teman sekelasnya. Pestanya sendiri diadain di sebuah gedung pertemuan yang luasnya setengah lapangan sepakbola standar internasional. Walah, heboh bener ya?
Ultah, bagi Meta memiliki makna yang cukup dalam. Bukan saja karena berhasil menghirup udara sampai usia 17. Tapi sekaligus ingin menunjukkan bahwa dirinya pantas untuk dihargai dan dihormati. Maklum, penampilan dan gaya adalah nomor wahid bagi Meta. Dengan mengadakan pesta ultah, berarti emang doi pantas diperhitungkan. Siapa dulu dong bapaknya, ibunya, kakeknya, neneknya, lho….?
Sobat muda muslim, Meta dan juga teman remaja lainnya, rasanya udah biasa ngadain pesta ultah. Bahkan mungkin semacam "kewajiban" yang kudu dibayar tunai. Itu sebabnya, kadang ada remaja yang maksain kudu ngadain pesta ultah, meski isi koceknya terbilang cekak abis. Biar tekor asal kesohor. Begitu kira-kira prinsipnya.
Ngeliat faktanya begitu, nggak salah-salah amat dong kalo kita bilang bahwa pesta ultah udah jadi semacam gaya hidup. Budaya tersebut telah menjadi trademark kehidupan remaja gaul. Pokoknya, remaja yang nggak ngadain pesta ultah, siap dicap sebagai remaja kuper dalam komunitas seperti itu. Sayangnya, ternyata banyak remaja yang tak siap dibilang kuper dan kampungan. Walhasil, banyak banget yang tergoda untuk melangsungkan pesta ultah.
Acaranya bisa beragam memang. Tentu bergantung kepada isi kocek yang punya hajat. Bagi yang cekak atau boleh dibilang mau ngirit, cukup bikin tumpeng dan ngundang teman seperlunya. Berdoa, dan makan-makan.
Selain itu, tradisi yang nggak kalah heboh, yakni suka ada yang jail. Biasanya, kalo kebetulan tahu ada teman yang ulang tahun pada hari tersebut, mereka biasanya bikin kejutan. Apalagi kejutannya kalo bukan ngejailin yang berultah. Misalnya dengan melemparkan telor ke kepalanya, pake telor busuk lagi. Udah gitu, masih ditambah dengan taburan tepung terigu. Jadinya? Kayak mau manggung di Ketoprak Humor-nya Mas Timbul.
Hmm.. begitulah gaya sebagian teman remaja. Mereka menjadikan hari kelahirannya diperingati dengan amat istimewa. Meski pada praktiknya lebih ke arah hura-hura belaka. Oke deh, terlepas dari itu semua, kamu nyadar nggak sih dengan apa yang telah kamu lakukan dengan menjadikan budaya tersebut sebagai tradisi? Yup, baru kepikiran deh. Nah, pertanyaannya begini, "dari mana asal mulanya budaya ulang tahun itu?" Kamu perlu tahu sobat.
Impor dari Eropa
Dalam catatan di Tabloid NOVA, 679/XIV, 4 Maret 2001, ternyata tradisi perayaan ulang tahun sudah ada di Eropa sejak berabad-abad silam. Orang-orang pada zaman itu percaya, jika seseorang berulang tahun, setan-setan berduyun-duyun mendatanginya. Nah, untuk melindunginya dari gangguan para makhluk jahat tersebut, keluarga dan kerabat pun diundang untuk menemani, sekaligus membacakan doa dan puji-pujian bagi yang berulang tahun. Pemberian kado atau bingkisan juga dipercaya akan menciptakan suasana gembira yang akan membuat para setan berpikir ulang ketika hendak mendatangi orang yang berulang tahun. Hmm.. ini memang warisan zaman kegelapan Eropa.
Sobat muda muslim, berdasarkan catatan tersebut, awalnya perayaan ulang tahun hanya diperuntukkan bagi para raja. Mungkin, karena itulah sampai sekarang di negara-negara Barat masih ada tradisi mengenakan mahkota dari kertas pada orang yang berulang tahun. Namun seiring dengan perubahan zaman, pesta ulang tahun juga dirayakan bagi orang biasa. Bahkan kini siapa saja bisa merayakan ulang tahun. Utamanya yang punya duit.
Kalo begitu, pesta ulang tahun itu bukan berasal dari ajaran Islam? Tepat sekali. Sebab, dalam Islam, tak pernah diajarkan untuk itu. Kalo pun kemudian ada teman remaja yang berargumen bahwa dengan diperingatinya Maulid Nabi, hal itu menjadi dalil kalo ulang tahun boleh juga dalam pandangan Islam. Wah, kamu jangan gegabah dulu dong. Hati-hati lho, jangan sampe apa yang kita lakukan justru dimurkai oleh Allah Swt. Naudzubillahi min dzalik.
Begini, mungkin sekilas kita coba ngejelasin kepada teman remaja yang berdalil demikian. Kamu tahu nggak sejarahnya perayaan Maulid Nabi? Well, yang pasti Rasulullah saw. sendiri tak pernah mengajarkan kepada kita melalui hadisnya. Nggak, nggak pernah. Dan jangan salah, Maulid Nabi, itu bukan untuk diperingati, tapi tadzkirah, alias peringatan. Maksudnya? Kalo kamu baca buku tarikh Islam, di situ ada catatan bahwa Sultan Sholahuddin al-Ayubi amat prihatin dengan kondisi umat Islam pada saat itu. Di mana bumi Palestina dirampas oleh Pasukan Salib Eropa. Sultan Sholahuddin menyadari bahwa umat ini lemah dan tidak berani melawan kekuatan Pasukan Salib Eropa yang berhasil menguasai Palestina, lebih karena mereka udah kena penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Mereka bisa begitu karena mengabaikan salah satu ajaran Islam, yakni jihad. Bahkan ada di antara mereka yang nggak ngeh dengan perjuangan Rasulullah saw. dan para sahabatnya.
Nah, untuk menyadarkan kaum muslimin tentang pentingnya perjuangan, Sultan Shalahuddin menggagas ide tersebut, yakni tadzkirah terhadap Nabi, yang kemudian disebut-entah siapa yang memulainya-sebagai maulid nabi. Tujuan intinya mengenalkan kembali perjuangan Rasulullah dalam mengembangkan Islam ke seluruh dunia. Singkat cerita, kaum muslimin saat itu sadar dengan kelemahannya dan mencoba bangkit. Karuan aja, berkobarlah semangat jihad dalam jiwa kaum muslimin, dan bumi Palestina pun kembali ke pangkuan Islam, tentu setelah mereka mempecundangi Pasukan Salib Eropa. Begitu, sobat. Jadi Maulid nabi bukan dalil dbolehkannya pesta ultah. Keliru itu.
Yup, kita kembali ke soal pesta ultah ini. Jadi tahu dong sekarang bahwa pesta ultah itu bukan warisan Islam. Tapi warisan asing, alias ajaran di luar Islam. Lalu gimana kalo kita melakukannya? Berdosakah?
Hati-hati!
Nah, karena tradisi itu adalah tradisi orang-orang Eropa, yang saat itu berkembang ajaran Kristen, maka pesta ultah tentu saja merupakan tradisi kaum non-muslim. Kalo kita melakukannya? Dosa dong. Rasulullah saw. bersabda:"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka" [HR. Abu Dawud]
Dalam riwayat lain. Rasulullah saw. bersabda:"Kamu telah mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk ke dalam lubang biawak, kamu tetap mengikuti mereka. Kami bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang engkau maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani? Baginda bersabda: Kalau bukan mereka, siapa lagi?" (HR. Bukhari Muslim).
Waduh, berarti selama ini kita… Tepat, kita melakukan tradisi yang bukan berasal dari Islam. Dan tentu saja haram. Berdosa. Aduh, jangan sampe deh dilakukan lagi. Sadar dong sadar. Bukan kita sok suci nasihatin kamu, tapi ini demi kebaikan kita semua, kaum muslimin.
Oya, mungkin ada pertanyaan begini, "bolehkah merayakan ulang tahun dalam arti berdoa atau mendoakan agar yang berulang tahun selamat, sehat, takwa, panjang umur, dan seterusnya. Semua itu dilakukan dengan cara dan isi doa yang syar'i, tanpa upacara tiup lilin dan sebagainya seperti cara Barat, lalu dilanjutkan acara makan-makan. Bolehkah?"
Begini sobat, berdoa dan makan-makan adalah halal. Tetapi bila dilakukan pada hari seseorang berulang tahun, maka akan terkena hukum haram ber-tasayabbuh bil kuffar. Jadi di sini akan bertemu hukum haram dan halal. Dalam kondisi seperti ini wajib diutamakan yang haram daripada yang halal sebab kaidah syara' menyebutkan: "Idza ijtama'a al halaalu wal haraamu, ghalaba al haramu al halaala". Artinya, "jika bertemu halal dan haram (pada satu keadaan) maka yang haram mengalahkan yang halal (Kitab as-Sulam, Abdul Hamid Hakim)
Dengan demikian, jika merayakan ultah diartikan sebagai "berdoa dan makan-makan", dan dilaksanakan pada hari ultah, hukumnya haram, sesuai kaidah syar'i di atas. Akan tetapi jika dilaksanakan bukan pada hari ultah, maka hukumnya--wallahu a'lam bi ash shawab-- menurut pemahaman kami adalah mubah secara syar'i. Sebab hal itu tidak termasuk tasyabbuh bil kuffar karena yang dilakukan pada faktanya adalah "berdoa plus makan-makan", yang mana keduanya adalah boleh secara syar'i. Lagi pula hal itu dilakukan tidak pada hari ultah sehingga di sini tidak terjadi pertemuan halal dan haram sebagaimana kalau acara tersebut dilaksanakan pada hari ultah. Wallahu a'lam.
Oke deh, kalo kamu udah ngeh soal yang satu ini, maka kamu kudu menghentikan kebiasaan dan mengubah pandangan kamu tentang perayaan ulang tahun. Sebab, udah jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Padahal, kita kudu berpegang hanya kepada Islam. Bukan kepada ajaran yang lain. Allah Swt. Berfirman: "Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (TQS ali Imrân [3]: 85)
Terus yang terpenting, kamu juga jangan asal gabres aja, alias main seruduk. Mentang-mentang sesuai hawa nafsu kamu, sesuai selera nafsu kamu, main ikuti aja tradisi itu. Apalagi dengan anggapan biar disebut gaul dan modern. Nggak boleh sayang. Allah Swt. berfirman: "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya." (TQS al-Isrâ' [17] : 36).
Rasullah saw. juga bersabda: Belum sempurna keimanan salah seorang di antara kalian, sebelum hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (al-Quran) (Hadis ke-41 dalam Hadits al-Arba'in karya Imam Nawawi)
Sobat muda muslim, sekarang tentu kamu jadi paham tentang masalah ultah ini. Udah jelas kan persoalannya? Yup, boleh dibilang, udah kentara perbedaan antara yang hitam dan yang putih. Nggak abu-abu lagi. Semoga saja kamu bener-bener paham.
Selain itu, apa cukup pantas kita menari di atas penderitaan orang lain. Masih banyak lho, saudara kita yang didera kemiskinan, jangan sampe kita menghamburkan duit. Untuk yang haram lagi. Wah, celaka dua belas ini mah!
Sobat muda muslim, ternyata kita selama ini terbiasa melakukan aktivitas yang justru bertentangan dengan Islam. Gaswat!
Mari jadikan hidup ini lebih hidup. So, hanya dengan mengenal, mencintai, dan mengamalkan Islam dalam kehidupan, kita bisa menikmati hidup ini dengan benar dan baik. Insya Allah. Mulai sekarang, lho. Jangan ditunda-tunda lagi. Jadi, ngaji yuk?!
Terlihat mata Meta berbinar tanda suka. Dengan mengenakan gaun putih kayak Putri Salju, Meta menerima ucapan selamat dan kado dari teman-teman sekelasnya. Pestanya sendiri diadain di sebuah gedung pertemuan yang luasnya setengah lapangan sepakbola standar internasional. Walah, heboh bener ya?
Ultah, bagi Meta memiliki makna yang cukup dalam. Bukan saja karena berhasil menghirup udara sampai usia 17. Tapi sekaligus ingin menunjukkan bahwa dirinya pantas untuk dihargai dan dihormati. Maklum, penampilan dan gaya adalah nomor wahid bagi Meta. Dengan mengadakan pesta ultah, berarti emang doi pantas diperhitungkan. Siapa dulu dong bapaknya, ibunya, kakeknya, neneknya, lho….?
Sobat muda muslim, Meta dan juga teman remaja lainnya, rasanya udah biasa ngadain pesta ultah. Bahkan mungkin semacam "kewajiban" yang kudu dibayar tunai. Itu sebabnya, kadang ada remaja yang maksain kudu ngadain pesta ultah, meski isi koceknya terbilang cekak abis. Biar tekor asal kesohor. Begitu kira-kira prinsipnya.
Ngeliat faktanya begitu, nggak salah-salah amat dong kalo kita bilang bahwa pesta ultah udah jadi semacam gaya hidup. Budaya tersebut telah menjadi trademark kehidupan remaja gaul. Pokoknya, remaja yang nggak ngadain pesta ultah, siap dicap sebagai remaja kuper dalam komunitas seperti itu. Sayangnya, ternyata banyak remaja yang tak siap dibilang kuper dan kampungan. Walhasil, banyak banget yang tergoda untuk melangsungkan pesta ultah.
Acaranya bisa beragam memang. Tentu bergantung kepada isi kocek yang punya hajat. Bagi yang cekak atau boleh dibilang mau ngirit, cukup bikin tumpeng dan ngundang teman seperlunya. Berdoa, dan makan-makan.
Selain itu, tradisi yang nggak kalah heboh, yakni suka ada yang jail. Biasanya, kalo kebetulan tahu ada teman yang ulang tahun pada hari tersebut, mereka biasanya bikin kejutan. Apalagi kejutannya kalo bukan ngejailin yang berultah. Misalnya dengan melemparkan telor ke kepalanya, pake telor busuk lagi. Udah gitu, masih ditambah dengan taburan tepung terigu. Jadinya? Kayak mau manggung di Ketoprak Humor-nya Mas Timbul.
Hmm.. begitulah gaya sebagian teman remaja. Mereka menjadikan hari kelahirannya diperingati dengan amat istimewa. Meski pada praktiknya lebih ke arah hura-hura belaka. Oke deh, terlepas dari itu semua, kamu nyadar nggak sih dengan apa yang telah kamu lakukan dengan menjadikan budaya tersebut sebagai tradisi? Yup, baru kepikiran deh. Nah, pertanyaannya begini, "dari mana asal mulanya budaya ulang tahun itu?" Kamu perlu tahu sobat.
Impor dari Eropa
Dalam catatan di Tabloid NOVA, 679/XIV, 4 Maret 2001, ternyata tradisi perayaan ulang tahun sudah ada di Eropa sejak berabad-abad silam. Orang-orang pada zaman itu percaya, jika seseorang berulang tahun, setan-setan berduyun-duyun mendatanginya. Nah, untuk melindunginya dari gangguan para makhluk jahat tersebut, keluarga dan kerabat pun diundang untuk menemani, sekaligus membacakan doa dan puji-pujian bagi yang berulang tahun. Pemberian kado atau bingkisan juga dipercaya akan menciptakan suasana gembira yang akan membuat para setan berpikir ulang ketika hendak mendatangi orang yang berulang tahun. Hmm.. ini memang warisan zaman kegelapan Eropa.
Sobat muda muslim, berdasarkan catatan tersebut, awalnya perayaan ulang tahun hanya diperuntukkan bagi para raja. Mungkin, karena itulah sampai sekarang di negara-negara Barat masih ada tradisi mengenakan mahkota dari kertas pada orang yang berulang tahun. Namun seiring dengan perubahan zaman, pesta ulang tahun juga dirayakan bagi orang biasa. Bahkan kini siapa saja bisa merayakan ulang tahun. Utamanya yang punya duit.
Kalo begitu, pesta ulang tahun itu bukan berasal dari ajaran Islam? Tepat sekali. Sebab, dalam Islam, tak pernah diajarkan untuk itu. Kalo pun kemudian ada teman remaja yang berargumen bahwa dengan diperingatinya Maulid Nabi, hal itu menjadi dalil kalo ulang tahun boleh juga dalam pandangan Islam. Wah, kamu jangan gegabah dulu dong. Hati-hati lho, jangan sampe apa yang kita lakukan justru dimurkai oleh Allah Swt. Naudzubillahi min dzalik.
Begini, mungkin sekilas kita coba ngejelasin kepada teman remaja yang berdalil demikian. Kamu tahu nggak sejarahnya perayaan Maulid Nabi? Well, yang pasti Rasulullah saw. sendiri tak pernah mengajarkan kepada kita melalui hadisnya. Nggak, nggak pernah. Dan jangan salah, Maulid Nabi, itu bukan untuk diperingati, tapi tadzkirah, alias peringatan. Maksudnya? Kalo kamu baca buku tarikh Islam, di situ ada catatan bahwa Sultan Sholahuddin al-Ayubi amat prihatin dengan kondisi umat Islam pada saat itu. Di mana bumi Palestina dirampas oleh Pasukan Salib Eropa. Sultan Sholahuddin menyadari bahwa umat ini lemah dan tidak berani melawan kekuatan Pasukan Salib Eropa yang berhasil menguasai Palestina, lebih karena mereka udah kena penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Mereka bisa begitu karena mengabaikan salah satu ajaran Islam, yakni jihad. Bahkan ada di antara mereka yang nggak ngeh dengan perjuangan Rasulullah saw. dan para sahabatnya.
Nah, untuk menyadarkan kaum muslimin tentang pentingnya perjuangan, Sultan Shalahuddin menggagas ide tersebut, yakni tadzkirah terhadap Nabi, yang kemudian disebut-entah siapa yang memulainya-sebagai maulid nabi. Tujuan intinya mengenalkan kembali perjuangan Rasulullah dalam mengembangkan Islam ke seluruh dunia. Singkat cerita, kaum muslimin saat itu sadar dengan kelemahannya dan mencoba bangkit. Karuan aja, berkobarlah semangat jihad dalam jiwa kaum muslimin, dan bumi Palestina pun kembali ke pangkuan Islam, tentu setelah mereka mempecundangi Pasukan Salib Eropa. Begitu, sobat. Jadi Maulid nabi bukan dalil dbolehkannya pesta ultah. Keliru itu.
Yup, kita kembali ke soal pesta ultah ini. Jadi tahu dong sekarang bahwa pesta ultah itu bukan warisan Islam. Tapi warisan asing, alias ajaran di luar Islam. Lalu gimana kalo kita melakukannya? Berdosakah?
Hati-hati!
Nah, karena tradisi itu adalah tradisi orang-orang Eropa, yang saat itu berkembang ajaran Kristen, maka pesta ultah tentu saja merupakan tradisi kaum non-muslim. Kalo kita melakukannya? Dosa dong. Rasulullah saw. bersabda:"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka" [HR. Abu Dawud]
Dalam riwayat lain. Rasulullah saw. bersabda:"Kamu telah mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk ke dalam lubang biawak, kamu tetap mengikuti mereka. Kami bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang engkau maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani? Baginda bersabda: Kalau bukan mereka, siapa lagi?" (HR. Bukhari Muslim).
Waduh, berarti selama ini kita… Tepat, kita melakukan tradisi yang bukan berasal dari Islam. Dan tentu saja haram. Berdosa. Aduh, jangan sampe deh dilakukan lagi. Sadar dong sadar. Bukan kita sok suci nasihatin kamu, tapi ini demi kebaikan kita semua, kaum muslimin.
Oya, mungkin ada pertanyaan begini, "bolehkah merayakan ulang tahun dalam arti berdoa atau mendoakan agar yang berulang tahun selamat, sehat, takwa, panjang umur, dan seterusnya. Semua itu dilakukan dengan cara dan isi doa yang syar'i, tanpa upacara tiup lilin dan sebagainya seperti cara Barat, lalu dilanjutkan acara makan-makan. Bolehkah?"
Begini sobat, berdoa dan makan-makan adalah halal. Tetapi bila dilakukan pada hari seseorang berulang tahun, maka akan terkena hukum haram ber-tasayabbuh bil kuffar. Jadi di sini akan bertemu hukum haram dan halal. Dalam kondisi seperti ini wajib diutamakan yang haram daripada yang halal sebab kaidah syara' menyebutkan: "Idza ijtama'a al halaalu wal haraamu, ghalaba al haramu al halaala". Artinya, "jika bertemu halal dan haram (pada satu keadaan) maka yang haram mengalahkan yang halal (Kitab as-Sulam, Abdul Hamid Hakim)
Dengan demikian, jika merayakan ultah diartikan sebagai "berdoa dan makan-makan", dan dilaksanakan pada hari ultah, hukumnya haram, sesuai kaidah syar'i di atas. Akan tetapi jika dilaksanakan bukan pada hari ultah, maka hukumnya--wallahu a'lam bi ash shawab-- menurut pemahaman kami adalah mubah secara syar'i. Sebab hal itu tidak termasuk tasyabbuh bil kuffar karena yang dilakukan pada faktanya adalah "berdoa plus makan-makan", yang mana keduanya adalah boleh secara syar'i. Lagi pula hal itu dilakukan tidak pada hari ultah sehingga di sini tidak terjadi pertemuan halal dan haram sebagaimana kalau acara tersebut dilaksanakan pada hari ultah. Wallahu a'lam.
Oke deh, kalo kamu udah ngeh soal yang satu ini, maka kamu kudu menghentikan kebiasaan dan mengubah pandangan kamu tentang perayaan ulang tahun. Sebab, udah jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Padahal, kita kudu berpegang hanya kepada Islam. Bukan kepada ajaran yang lain. Allah Swt. Berfirman: "Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (TQS ali Imrân [3]: 85)
Terus yang terpenting, kamu juga jangan asal gabres aja, alias main seruduk. Mentang-mentang sesuai hawa nafsu kamu, sesuai selera nafsu kamu, main ikuti aja tradisi itu. Apalagi dengan anggapan biar disebut gaul dan modern. Nggak boleh sayang. Allah Swt. berfirman: "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya." (TQS al-Isrâ' [17] : 36).
Rasullah saw. juga bersabda: Belum sempurna keimanan salah seorang di antara kalian, sebelum hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (al-Quran) (Hadis ke-41 dalam Hadits al-Arba'in karya Imam Nawawi)
Sobat muda muslim, sekarang tentu kamu jadi paham tentang masalah ultah ini. Udah jelas kan persoalannya? Yup, boleh dibilang, udah kentara perbedaan antara yang hitam dan yang putih. Nggak abu-abu lagi. Semoga saja kamu bener-bener paham.
Selain itu, apa cukup pantas kita menari di atas penderitaan orang lain. Masih banyak lho, saudara kita yang didera kemiskinan, jangan sampe kita menghamburkan duit. Untuk yang haram lagi. Wah, celaka dua belas ini mah!
Sobat muda muslim, ternyata kita selama ini terbiasa melakukan aktivitas yang justru bertentangan dengan Islam. Gaswat!
Mari jadikan hidup ini lebih hidup. So, hanya dengan mengenal, mencintai, dan mengamalkan Islam dalam kehidupan, kita bisa menikmati hidup ini dengan benar dan baik. Insya Allah. Mulai sekarang, lho. Jangan ditunda-tunda lagi. Jadi, ngaji yuk?!
Monday, 29 March 2010
Ada apa dengan Gosip dan Adu-domba
(Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid)
Saya yakin semua pasti tahu Gosip, dan hampir semua pernah melakukannya, tapi tahukah bahwa perbuatan itu sungguh sangat buruk, hingga di samakan dengan memakan daging bangkai manusia, bahkan jika ditambah dengan mengadu-domba antar manusia, Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid akan menemani Anda sejenak dalam masalah ini...
Dalam banyak pertemuan di majlis, seringkali yang dijadikan hidangannya adalah
menggunjing umat Islam. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang hal tersebut, dan menyeru agar segenap hamba menjauhinya. Allah menggambarkan dan mengidentikkan ghibah dengan sesuatu yang amat kotor dan menjijikkan. Allah berfirman :
"Artinya : Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Maka tentulah kamu merasa jijik dengannya". (Al-Hujurat: 12)
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan makna ghibah (menggunjing) dalam sabdanya :
"Artinya : Tahukah kalian apakah ghibah itu ? "Mereka menjawab : "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. "Beliau bersabda :"Yaitu engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang dibencinya." Ditanyakan : "Bagaimana halnya jika apa yang aku katakan itu (memang) terdapat pada saudaraku ? "Beliau menjawab : "Jika apa yang kamu katakan terdapat pada saudaramu, maka engkau telah menggunjingnya (melakukan ghibah) dan jika ia tidak terdapat padanya maka engkau telah berdusta atasnya". (Hadits Riwayat Muslim, 4/2001)
Jadi, ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan). Baik dalam keadaan soal jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, ahlaknya, bentuk lahiriyahnya dan sebagainya. Caranya-pun bermacam-macam. Di antaranya dengan membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok.
Banyak orang meremehkan masalah ghibah, padahal dalam pandangan Allah ia adalah sesuatu yang keji dan kotor. Hal itu dijelaskan dalam sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Riba itu ada tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan daripadanya sama dengan seorang laki-laki yang menyetubuhi ibunya (sendiri), dan riba yang paling berat adalah pergunjingan seorang laki-laki atas kehormatan saudaranya". (As-Silsilah As-Shahihah, 1871)
Wajib bagi orang yang hadir dalam majlis yang sedang menggunjing orang lain, untuk mencegah kemungkaran dan membela saudaranya yang dipergunjingkan. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam amat menganjurkan hal demikian, sebagaimana dalam sabdanya.
"Artinya : Barangsiapa menolak (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menolak menghindarkan api Neraka dari wajahnya". (Hadits Riwayat Ahmad, 6/450, hahihul Jami'. 6238)
(Namimah/Mengadu Domba)
Mengadukan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak adalah salah satu faktor yang menyebabkan terputusnya ikatan, serta menyulut api kebencian dan permusuhan antar sesama manusia.
Allah mencela pelaku perbuatan tersebut dalam firman-Nya.
"Artinya : Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah". (Al-Qalam : 10-11)
Dalam sebuah hadits marfu' yang diriwayatkan Hudzaifah, disebutkan :
"Artinya : Tidak akan masuk surga al-qattat (tukang adu domba)". (Hadits Riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Baari 10/472. Dalam An-Nihayah karya Ibnu Atsir 4/11 disebutkan : ".... Al-Qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan), tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada dua yang lain dengan tujuan mengadu domba".)
Ibnu Abbas meriwayatkan :
"Artinya : (Suatu hari) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melewati sebuah kebun di antara kebun-kebun di Madinah. Tiba-tiba beliau mendengar dua orang yang sedang di siksa di dalam kuburnya, lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Keduanya disiksa, padahal tidak karena masalah yang besar (dalam anggapan keduanya) -lalu bersabda- benar (dalam sebuah riwayat disebutkan "Padahal sesungguhnya ia adalah persoalan besar"). Salah seorang diantaranya tidak meletakkan sesuatu untuk melindungi diri dari percikan kencingnya dan seorang lagi (karena) suka mengadu domba". (Hadits Riwayat Al Bukhari, lihat Fathul Baari, 1/317)
Diantara bentuk namimah yang paling buruk adalah hasutan yang dilakukan terhadap seorang lelaki tentang istrinya atau sebaliknya, dengan maksud untuk merusak hubungan suami istri tersebut.
Demikian juga adu domba yang dilakukan sebagian karyawan kepada teman karyawannya yang lain. Misalnya dengan mengadukan ucapan-ucapan kawan tersebut kepada direktur atau atasan dengan tujuan untuk memfitnah dan merugikan karyawan tersebut. Semua hal ini hukumnya haram. Assunah online
Saya yakin semua pasti tahu Gosip, dan hampir semua pernah melakukannya, tapi tahukah bahwa perbuatan itu sungguh sangat buruk, hingga di samakan dengan memakan daging bangkai manusia, bahkan jika ditambah dengan mengadu-domba antar manusia, Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid akan menemani Anda sejenak dalam masalah ini...
Dalam banyak pertemuan di majlis, seringkali yang dijadikan hidangannya adalah
menggunjing umat Islam. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang hal tersebut, dan menyeru agar segenap hamba menjauhinya. Allah menggambarkan dan mengidentikkan ghibah dengan sesuatu yang amat kotor dan menjijikkan. Allah berfirman :
"Artinya : Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Maka tentulah kamu merasa jijik dengannya". (Al-Hujurat: 12)
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan makna ghibah (menggunjing) dalam sabdanya :
"Artinya : Tahukah kalian apakah ghibah itu ? "Mereka menjawab : "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. "Beliau bersabda :"Yaitu engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang dibencinya." Ditanyakan : "Bagaimana halnya jika apa yang aku katakan itu (memang) terdapat pada saudaraku ? "Beliau menjawab : "Jika apa yang kamu katakan terdapat pada saudaramu, maka engkau telah menggunjingnya (melakukan ghibah) dan jika ia tidak terdapat padanya maka engkau telah berdusta atasnya". (Hadits Riwayat Muslim, 4/2001)
Jadi, ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan). Baik dalam keadaan soal jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, ahlaknya, bentuk lahiriyahnya dan sebagainya. Caranya-pun bermacam-macam. Di antaranya dengan membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok.
Banyak orang meremehkan masalah ghibah, padahal dalam pandangan Allah ia adalah sesuatu yang keji dan kotor. Hal itu dijelaskan dalam sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Riba itu ada tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan daripadanya sama dengan seorang laki-laki yang menyetubuhi ibunya (sendiri), dan riba yang paling berat adalah pergunjingan seorang laki-laki atas kehormatan saudaranya". (As-Silsilah As-Shahihah, 1871)
Wajib bagi orang yang hadir dalam majlis yang sedang menggunjing orang lain, untuk mencegah kemungkaran dan membela saudaranya yang dipergunjingkan. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam amat menganjurkan hal demikian, sebagaimana dalam sabdanya.
"Artinya : Barangsiapa menolak (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menolak menghindarkan api Neraka dari wajahnya". (Hadits Riwayat Ahmad, 6/450, hahihul Jami'. 6238)
(Namimah/Mengadu Domba)
Mengadukan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak adalah salah satu faktor yang menyebabkan terputusnya ikatan, serta menyulut api kebencian dan permusuhan antar sesama manusia.
Allah mencela pelaku perbuatan tersebut dalam firman-Nya.
"Artinya : Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah". (Al-Qalam : 10-11)
Dalam sebuah hadits marfu' yang diriwayatkan Hudzaifah, disebutkan :
"Artinya : Tidak akan masuk surga al-qattat (tukang adu domba)". (Hadits Riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Baari 10/472. Dalam An-Nihayah karya Ibnu Atsir 4/11 disebutkan : ".... Al-Qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan), tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada dua yang lain dengan tujuan mengadu domba".)
Ibnu Abbas meriwayatkan :
"Artinya : (Suatu hari) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melewati sebuah kebun di antara kebun-kebun di Madinah. Tiba-tiba beliau mendengar dua orang yang sedang di siksa di dalam kuburnya, lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Keduanya disiksa, padahal tidak karena masalah yang besar (dalam anggapan keduanya) -lalu bersabda- benar (dalam sebuah riwayat disebutkan "Padahal sesungguhnya ia adalah persoalan besar"). Salah seorang diantaranya tidak meletakkan sesuatu untuk melindungi diri dari percikan kencingnya dan seorang lagi (karena) suka mengadu domba". (Hadits Riwayat Al Bukhari, lihat Fathul Baari, 1/317)
Diantara bentuk namimah yang paling buruk adalah hasutan yang dilakukan terhadap seorang lelaki tentang istrinya atau sebaliknya, dengan maksud untuk merusak hubungan suami istri tersebut.
Demikian juga adu domba yang dilakukan sebagian karyawan kepada teman karyawannya yang lain. Misalnya dengan mengadukan ucapan-ucapan kawan tersebut kepada direktur atau atasan dengan tujuan untuk memfitnah dan merugikan karyawan tersebut. Semua hal ini hukumnya haram. Assunah online
Sunday, 28 March 2010
Allah Mengajarkan Cinta
Pernahkah hatimu merasakan kekuatan mencintai
Kamu tersenyum meski hatimu terluka karena yakin ia milikmu,
Kamu menangis kala bahagia bersama karena yakin ia cintamu
Cinta melukis bahagia, sedih, sakit hati, cemburu, berduka
Dan hatimu tetap diwarnai mencintai, itulah dalamnya cinta
Pernahkah cinta memerahkan hati membutakan mata
Kepekatannya menutup mata hatimu memabukkanmu sesaat di nirwana
Dan kau tak bisa beralih dipeluk merdunya nyanyian bahagia semu
Padahal sesungguhnya hanya kehampaan yang mengisi sisi gelap hatimu
Itulah cinta karena manusia yang dibutakan nafsunya
Cinta adalah pesan agung Allah pada umat manusia
DitulisNya ketika mencipta makhluk-makhlukNYA di atas Arsy
Cinta dengan ketulusan hati mengalahkan amarah
Menuju kepatuhan pengabdian kepada Allah dan Rasulnya
Dan saat pena cinta Allah mewarnai melukis hatimu,
satu jam bersama serasa satu menit saja
Ketika engkau memiliki cinta yang diajarkan Allah
Kekasih menjadi lentera hati menerangi jalan menuju Illahi
Membawa ketundukan tulus pengabdian kepada Allah dan RasulNya
Namun saat cinta di hatimu dikendalikan dorongan nafsu manusia
Alirannya memekatkan darahmu membutakan mata hati dari kebenaran
Saat kamu merasakan agungnya cinta yang diajarkan Allah
Kekasih menjadi pembuktian pengabdian cinta tulusmu
Memelukmu dalam ibadah menuju samudra kekal kehidupan tanpa batas
Menjadi media amaliyah dan ketundukan tulus pengabdian kepada Allah
Itulah cinta yang melukis hati mewarnai kebahagiaan hakiki
Agungnya kepatuhan cinta Allah bisa ditemukan dikehidupan alam semesta
Seperti thawafnya gugusan bintang, bulan, bumi dan matahari pada sumbunya
Tak sedetikpun bergeser dari porosnya, keharmonisan berujung pada keabadian
Keharmonisan pada keabadian melalui kekasih yang mencintai
Karena Allah adalah kekasih Zat yang abadi
Cintailah kekasihmu setulusnya maka Allah akan mencintaimu
Karena Allah mengajarkan cinta tulus dan agung
Cinta yang mengalahkan Amarah menebarkan keharmonisan
Seperti ikhlas dan tulusnya cinta Rasul mengabdi pada Illahi
Itulah cinta tertinggi menuju kebahagiaan hakiki
Kamu tersenyum meski hatimu terluka karena yakin ia milikmu,
Kamu menangis kala bahagia bersama karena yakin ia cintamu
Cinta melukis bahagia, sedih, sakit hati, cemburu, berduka
Dan hatimu tetap diwarnai mencintai, itulah dalamnya cinta
Pernahkah cinta memerahkan hati membutakan mata
Kepekatannya menutup mata hatimu memabukkanmu sesaat di nirwana
Dan kau tak bisa beralih dipeluk merdunya nyanyian bahagia semu
Padahal sesungguhnya hanya kehampaan yang mengisi sisi gelap hatimu
Itulah cinta karena manusia yang dibutakan nafsunya
Cinta adalah pesan agung Allah pada umat manusia
DitulisNya ketika mencipta makhluk-makhlukNYA di atas Arsy
Cinta dengan ketulusan hati mengalahkan amarah
Menuju kepatuhan pengabdian kepada Allah dan Rasulnya
Dan saat pena cinta Allah mewarnai melukis hatimu,
satu jam bersama serasa satu menit saja
Ketika engkau memiliki cinta yang diajarkan Allah
Kekasih menjadi lentera hati menerangi jalan menuju Illahi
Membawa ketundukan tulus pengabdian kepada Allah dan RasulNya
Namun saat cinta di hatimu dikendalikan dorongan nafsu manusia
Alirannya memekatkan darahmu membutakan mata hati dari kebenaran
Saat kamu merasakan agungnya cinta yang diajarkan Allah
Kekasih menjadi pembuktian pengabdian cinta tulusmu
Memelukmu dalam ibadah menuju samudra kekal kehidupan tanpa batas
Menjadi media amaliyah dan ketundukan tulus pengabdian kepada Allah
Itulah cinta yang melukis hati mewarnai kebahagiaan hakiki
Agungnya kepatuhan cinta Allah bisa ditemukan dikehidupan alam semesta
Seperti thawafnya gugusan bintang, bulan, bumi dan matahari pada sumbunya
Tak sedetikpun bergeser dari porosnya, keharmonisan berujung pada keabadian
Keharmonisan pada keabadian melalui kekasih yang mencintai
Karena Allah adalah kekasih Zat yang abadi
Cintailah kekasihmu setulusnya maka Allah akan mencintaimu
Karena Allah mengajarkan cinta tulus dan agung
Cinta yang mengalahkan Amarah menebarkan keharmonisan
Seperti ikhlas dan tulusnya cinta Rasul mengabdi pada Illahi
Itulah cinta tertinggi menuju kebahagiaan hakiki
Abdullah bin Abbas Menjadi "Tinta" bagi Umat
Di antara sahabat-sahabat Rasulullah SAW, terdapat beberapa sahabat kecil yang ketika bersyahadat mereka berusia sangat muda. Atau, ketika mereka dilahirkan, orang tuanya telah menjadi Muslim lebih dulu. Salah satunya adalah Abdullah bin Abbas, atau lebih dikenal dengan Ibnu Abbas.
Ibnu Abbas dilahirkan tiga tahun sebelum hijrah. Boleh dikata, ia hidup bersama Rasulullah SAW dan belajar langsung dari beliau. Ia adalah sepupu Rasulullah. Rasulullah pernah merengkuhnya ke dada beliau seraya berdoa, "Ya Allah, ajarilah ia al-hikmah." Dalam suatu riwayat disebutkan, "(Ajarilah ia) al-Kitab (Alquran)."
Suatu ketika, Ibnu Abbas ingin mengetahui secara langsung bagaimana cara Rasulullah shalat. Untuk itu, ia sengaja menginap di rumah bibinya, ummahatul mu'minin, Maimunah binti al-Harist.
Tengah malam, ia melihat Rasulullah bangun dan pergi berwudhu. Dengan sigap Ibnu Abbas membawakan air untuk berwudhu, sambil diam-diam mengamati cara Rasulullah bersuci. Rasul SAW melihatnya, sambil mengusap kepalanya dan berdoa, ''Ya Allah, anugerahilah pemahaman agama kepadanya.''
Kemudian Rasulullah berdiri untuk sholat lail yang dimakmumi oleh isteri beliau, Maimunah. Ibnu Abbas tak tinggal diam, dia segera berdiri di belakang Rasulullah SAW; tetapi RasuluLlah kemudian menariknya agar ia berdiri sedikit berjajar dengannya.
Ibnu Abbas berdiri sejajar dengan Rasulullah, tetapi kemudian ia mundur lagi ke shaf belakang. Seusai sholat, Rasulullah mempertanyakan sikap Ibnu Abbas ini, dan dijawab oleh Ibnu Abbas bahwa rasanya tak pantas dirinya berdiri sejajar dengan seorang utusan Allah SWT. Rasulullah ternyata tidak memarahinya, bahkan beliau mengulangi doanya ketika berwudhu.
Ketika Ibnu Abbas berusia 13 tahun, Rasulullah wafat. Ia sangat merasa kehilangan. Tapi hal ini tidak menjadikan kesedihannya berlarut-larut. Ia memantapkan hati untuk nyantri para para sahabat Rasul SAW.
Dengan sabar, ia menunggu para sahabat pulang dari kerja keseharian atau dakwahnya. Bahkan kalau sahabat tadi kebetulan sedang berisitirahat, Ibnu Abbas dengan sabar menanti di depan pintu rumahnya, bahkan hingga tertidur.
Dan, sesuai doa Rasulullah, Ibnu Abbas mendapatkan banyak ilmu. Ketekunannya belajar membuatnya menjadi seorang ulama yang mumpuni. Ia dijuluki sebagai 'tinta'-nya umat, dalam menyebarkan tafsir dan fikih.
Ibn Umar pernah berkata kepada salah seorang yang bertanya mengenai suatu ayat kepadanya, "Berangkatlah menuju Ibnu Abbas lalu tanyakanlah kepadanya sebab ia adalah sisa sahabat yang masih hidup yang paling mengetahui wahyu yang diturunkan kepada Nabi SAW."
Umar bin Khattab selalu mengundang Ibnu Abbas dalam majelis syura-nya dengan beberapa sahabat senior. Ia selalu berkata kepada Ibnu Abbas agar ia tidak perlu sungkan menyampaikan pendapat.
Beberapa sahabat Umar mempertanyakan kenapa mengajak "anak muda" dalam diskusi mereka. Umar menjawabnya dengan mengundang para sahabat, termasuk Ibnu Abbas. Umar berkata, "Apa pendapat kalian mengenai firman Allah, 'Bila telah datang pertolongan Allah dan Penaklukan.' (surat An-Nahsr hingga selesai). Maka, sebagian mereka berkata, "Kita diperintahkan agar memuji Allah dan meminta ampun kepada-Nya bila kita menang (dapat menaklukkan Mekkah)." Sebagian lagi hanya terdiam saja. Lalu, Umar pun berkata kepada Ibnu Abbas, "Apakah kamu juga mengatakan demikian?" Ia menjawab, "Tidak."
Lalu Umar bertanya, "Kalau begitu, apa yang akan kamu katakan?" Ia menjawab, "Itu berkenaan dengan ajal Rasulullah SAW di mana Allah memberitahukan kepadanya bila telah datang pertolongan-Nya dan penaklukan kota Mekkah, maka itulah tanda ajalmu (Rasulullah-red), karena itu sucikanlah Dia dengan memuji Rabbmu dan minta ampunlah kepada-Nya karena Dia Maha Menerima Tobat." Umar pun berkata, "Yang aku ketahui memang seperti yang engkau ketahui itu." Secara tidak langsung Umar hendak menjawab, kendati muda, keilmuan Ibnu Abbas sangat mumpuni.
Dalam masa kekhalifahan Utsman bin Affan RA, ia bergabung dengan pasukan Muslimin yang berekspedisi ke Afrika Utara, di bawah pimpinan Abdullah bin Abi-Sarh. Ia terlibat dalam pertempuran dan dalam dakwah Islam di sana. Ia juga menjadi amirul hajj pada tahun 35 Hijrah.
Di masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib RA, Ibnu Abbas mengajukan permohonan untuk berdakwah kepada kaum Khawarij. Melalui dialog dan diskusinya yang intens, sekitar 12 ribu dari 16 ribu Khawarij bertobat dan kembali kepada ajaran Islam yang benar.
Ia sempat diangkat menjadi penguasa di Bashrah oleh khalifah Ali. Namun tatkala Ali meninggal karena terbunuh, ia pulang ke Hijaz, bermukim di Mekkah, sebelum akhirnya menuju Tha`if dan wafat di sana.
Ibnu Abbas meninggal pada tahun 68 H dalam usia 71 tahun. Di hari pemakamannya, sahabat Abu Hurairah RA, berkata, "Hari ini telah wafat ulama umat. Semoga Allah SWT berkenan memberikan pengganti
Ibnu Abbas dilahirkan tiga tahun sebelum hijrah. Boleh dikata, ia hidup bersama Rasulullah SAW dan belajar langsung dari beliau. Ia adalah sepupu Rasulullah. Rasulullah pernah merengkuhnya ke dada beliau seraya berdoa, "Ya Allah, ajarilah ia al-hikmah." Dalam suatu riwayat disebutkan, "(Ajarilah ia) al-Kitab (Alquran)."
Suatu ketika, Ibnu Abbas ingin mengetahui secara langsung bagaimana cara Rasulullah shalat. Untuk itu, ia sengaja menginap di rumah bibinya, ummahatul mu'minin, Maimunah binti al-Harist.
Tengah malam, ia melihat Rasulullah bangun dan pergi berwudhu. Dengan sigap Ibnu Abbas membawakan air untuk berwudhu, sambil diam-diam mengamati cara Rasulullah bersuci. Rasul SAW melihatnya, sambil mengusap kepalanya dan berdoa, ''Ya Allah, anugerahilah pemahaman agama kepadanya.''
Kemudian Rasulullah berdiri untuk sholat lail yang dimakmumi oleh isteri beliau, Maimunah. Ibnu Abbas tak tinggal diam, dia segera berdiri di belakang Rasulullah SAW; tetapi RasuluLlah kemudian menariknya agar ia berdiri sedikit berjajar dengannya.
Ibnu Abbas berdiri sejajar dengan Rasulullah, tetapi kemudian ia mundur lagi ke shaf belakang. Seusai sholat, Rasulullah mempertanyakan sikap Ibnu Abbas ini, dan dijawab oleh Ibnu Abbas bahwa rasanya tak pantas dirinya berdiri sejajar dengan seorang utusan Allah SWT. Rasulullah ternyata tidak memarahinya, bahkan beliau mengulangi doanya ketika berwudhu.
Ketika Ibnu Abbas berusia 13 tahun, Rasulullah wafat. Ia sangat merasa kehilangan. Tapi hal ini tidak menjadikan kesedihannya berlarut-larut. Ia memantapkan hati untuk nyantri para para sahabat Rasul SAW.
Dengan sabar, ia menunggu para sahabat pulang dari kerja keseharian atau dakwahnya. Bahkan kalau sahabat tadi kebetulan sedang berisitirahat, Ibnu Abbas dengan sabar menanti di depan pintu rumahnya, bahkan hingga tertidur.
Dan, sesuai doa Rasulullah, Ibnu Abbas mendapatkan banyak ilmu. Ketekunannya belajar membuatnya menjadi seorang ulama yang mumpuni. Ia dijuluki sebagai 'tinta'-nya umat, dalam menyebarkan tafsir dan fikih.
Ibn Umar pernah berkata kepada salah seorang yang bertanya mengenai suatu ayat kepadanya, "Berangkatlah menuju Ibnu Abbas lalu tanyakanlah kepadanya sebab ia adalah sisa sahabat yang masih hidup yang paling mengetahui wahyu yang diturunkan kepada Nabi SAW."
Umar bin Khattab selalu mengundang Ibnu Abbas dalam majelis syura-nya dengan beberapa sahabat senior. Ia selalu berkata kepada Ibnu Abbas agar ia tidak perlu sungkan menyampaikan pendapat.
Beberapa sahabat Umar mempertanyakan kenapa mengajak "anak muda" dalam diskusi mereka. Umar menjawabnya dengan mengundang para sahabat, termasuk Ibnu Abbas. Umar berkata, "Apa pendapat kalian mengenai firman Allah, 'Bila telah datang pertolongan Allah dan Penaklukan.' (surat An-Nahsr hingga selesai). Maka, sebagian mereka berkata, "Kita diperintahkan agar memuji Allah dan meminta ampun kepada-Nya bila kita menang (dapat menaklukkan Mekkah)." Sebagian lagi hanya terdiam saja. Lalu, Umar pun berkata kepada Ibnu Abbas, "Apakah kamu juga mengatakan demikian?" Ia menjawab, "Tidak."
Lalu Umar bertanya, "Kalau begitu, apa yang akan kamu katakan?" Ia menjawab, "Itu berkenaan dengan ajal Rasulullah SAW di mana Allah memberitahukan kepadanya bila telah datang pertolongan-Nya dan penaklukan kota Mekkah, maka itulah tanda ajalmu (Rasulullah-red), karena itu sucikanlah Dia dengan memuji Rabbmu dan minta ampunlah kepada-Nya karena Dia Maha Menerima Tobat." Umar pun berkata, "Yang aku ketahui memang seperti yang engkau ketahui itu." Secara tidak langsung Umar hendak menjawab, kendati muda, keilmuan Ibnu Abbas sangat mumpuni.
Dalam masa kekhalifahan Utsman bin Affan RA, ia bergabung dengan pasukan Muslimin yang berekspedisi ke Afrika Utara, di bawah pimpinan Abdullah bin Abi-Sarh. Ia terlibat dalam pertempuran dan dalam dakwah Islam di sana. Ia juga menjadi amirul hajj pada tahun 35 Hijrah.
Di masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib RA, Ibnu Abbas mengajukan permohonan untuk berdakwah kepada kaum Khawarij. Melalui dialog dan diskusinya yang intens, sekitar 12 ribu dari 16 ribu Khawarij bertobat dan kembali kepada ajaran Islam yang benar.
Ia sempat diangkat menjadi penguasa di Bashrah oleh khalifah Ali. Namun tatkala Ali meninggal karena terbunuh, ia pulang ke Hijaz, bermukim di Mekkah, sebelum akhirnya menuju Tha`if dan wafat di sana.
Ibnu Abbas meninggal pada tahun 68 H dalam usia 71 tahun. Di hari pemakamannya, sahabat Abu Hurairah RA, berkata, "Hari ini telah wafat ulama umat. Semoga Allah SWT berkenan memberikan pengganti
Sunday, 21 March 2010
ANTARA BANYAK DAN SEDIKIT
Oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi
Di antara kaidah yang diterapkan ulama adalah, bahwa "merebaknya suatu
perbuatan tidak menunjukkan atas kebolehannya, sebagaimana tersembunyinya
suatu perbuatan tidak menunjukkan atas dilarangnya."[1]
Ibnu Muflih dalam Al-Adab Asy-Syar'iyyah (I/163) berkata, "Seyogyanya
diketahui bahwa hal yang dilakukan banyak manusia adalah bertentangan dengan
ketentuan syar'i dan hal tersebut masyhur di antara mereka dan banyak
manusia yang melakukannya. Yang wajib bagi orang yang arif adalah tidak
mengikuti mereka, baik dalam ucapan maupun perbuatan, dan janganlah dia
terpengaruh oleh hal tersebut setelah tersebar jika dalam kesendirian dan
sedikitnya kawan.
Syaikh Muhyiddin An-Nawawi berkata, "Janganlah manusia terpedaya oleh
banyaknya orang yang melakukan sesuatu yang dilarang melakukannya, yaitu
kepadanya oleh orang yang tidak menjaga adab-adab ini. Laksanakanlah apa
yang dikatakan Fudhail bin 'Iyadh, 'Janganlah kamu menganggap buruk
jalan-jalan kebaikan karena sedikitnya orang yang melakukannya, dan
janganlah kamu terpedaya dengan banyaknya orang-orang yang binasa'." [2]
Abu Wafa' bin 'Uqail dalam Al-Funun berkata, "Barangsiapa yang keyakinannya
lahir dari bukti-bukti dalil, maka akan hilang pada diri sikap ikut arus dan
terpengaruh oleh perubahan kondisi orang banyak.
Firman-Nya, "Apakah jika dia wafat atau terbunuh kamu berbalik ke belakang
(murtad)?" [Ali 'Imran : 144]
Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu 'anhu adalah orang yang kokoh pendiriannya
dalam berbagai keadaan, berbeda-beda berbagai kondisi tidak menjadikannya
goyah ketika kaki-kaki jatuh tergelincir."
Sampai dia berkata, "Dan terkadang seseorang Muslim sampai dipersempit
kehidupannya. Dan sesungguhnya agama kami berlandaskan pada mengambil dunia
dan kebaikan akhirat, maka siapat yang mencari kehidupan dunia dengan cara
meninggalkan kebaikan akhirat maka dia salah jalan."
Jika kita telah mengetahui hal tersebut maka tampak kebatilan argumen yang
dibuat orang banyak yang jatuh ke dalam sebagian bid'ah dan hal-hal yang
baru, "Bahwa mayoritas manusia melakukan ini," atau alasan-alasan lain yang
batil dan penakwilan-penakwilan yang tumpul.
Dalam buku saya "Dzam Al-Katsrat wal Mutakatstsirin" terdapat banyak
keterangan dari ayat Al-Qur'an dan hadits yang mengecam orang yang terpedaya
dengan paham mayoritas dan bangga dengan memperbanyak amal.
Al-'Allamah Ibnul Qayyim dalam "Ighatsah Al-Lahfan min Masyahid
Asy-Syaithan" (hal. 132-135 -Mawarid Al-Aman) berkata.
"Orang yang cermat pandangannya dan benar imannya tidak akan merasa gelisah
karena sedikitnya kawan dan bahkan dari tiadanya kwan jika hatinya telah
merasa berteman dengan generasi pertama dari orang-orang yang diberikan
nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, orang-orang yang membenarkan,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh, dan mereka itulah
sebaik-baik teman. Maka kesendirian seseorang dalam pencariannya sebagai
bukti kesungguhan dia dalam mencari kebenaran.
Ishaq bin Rahawaih pernah ditanya tentang suatu masalah, lalu dia menjawab.
Maka dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya saudaramu Ahmad bin Hanbal
mengatakan masalah ini seperti itu." Maka dia menjawab, "Saya tidak
menyangka bahwa seseorang sepakat denganku dalam masalah ini."
Dia tidak merasa kesepian setelah tampak kebenaran baginya meskipun tidak
ada yang sependapat dengannya. Sesungguhnya kebenaran jika telah tampak
dengan jelas, maka tidak membutuhkan saksi yang mendukungnya. Sebab hati
melihat kebenaran sebagaimana mata melihat matahari. Maka, jika seseorang
telah melihat matahari, dan berdasarkan keilmuan dan keyakinannya bahwa
matahari telah terbit, maka dia tidak membutuhkan saksi untuk itu dan tidak
membutuhkan orang untuk menyetujui atas apa yang dilihatnya.
Betapa bagusnya apa yang dikatakan Abu Muhammad Abdurrahman bin Isma'il yang
terkenal dengan Abu Syamah [3] dalam kitabnya tentang hal-hal baru dan
bentuk-bentuk bid'ah [4], terdapat perintah memegang teguh jama'ah. Maka
yang dimaksud denganya adalah, memegang teguh kebenaran dan mengikutinya,
meskipun orang yang berpegang teguh kepadanya sedikit, sedangkan orang yang
melanggarnya banyak. Sebab kebenaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh
jama'ah pertama pada masa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dan shahabatnya,
dan tidak diukur oleh banyaknya orang yang mengikuti bid'ah mereka.
'Amr bin Maimun Al-Audi berkata, "Saya telah menyertai Mu'adz di Yaman, dan
saya tidak berpisah dengannya hingga saya menguburkannya di Syam. Kemudian
setelah itu, saya selalu menyertai orang terpandai dalam ilmu fiqh, Abdullah
bin Mas'ud radhiallahu 'anhu, maka saya mendengar dia berkata, "'Hendaklah
kalian memegang teguh jama'ah. Sebab tangan Allah di atas jama'ah.' Pada
suatu hari saya mendengar dia berkata, 'Akan memimpin kalian para pemimpin
yang mengakhirkan shalat dari waktunya, maka shalatlah kalian tepat pada
waktunya, sebab demikian itu adalah yang wajib, dan shalatlah kalian bersama
mereka karena shalat itu bagi kalian adalah tambahan (sunnah).' Saya
berkata, 'Wahai shahabat Muhammad! Aku tidak mengerti apa yang kamu
bicarakan kepada kami?' Ia berkata, "Apakah itu?' Saya berkata, 'Engkau
memerintahkan aku berjama'ah dan menghimbauku kepadanya kemudian kamu
berkata, 'Shalatlah kamu sendirian, dan demikian itu adalah yang wajib, dan
shalatlah kalian bersama jama'ah, dan dia sunnah?' Ia berkata, 'Wahai 'Amr
bin Maimun. Saya mengira kamu orang yang terpandai tentang fiqh dari
penduduk negeri ini. Kamu mengerti, apa jama'ah itu?' Saya berkata, 'Tidak.'
Ia berkata, 'Sesungguhnya mayoritas masyarakat adalah orang-orang yang
berpaling dari jama'ah. Jama'ah adalah sesuatu yang sesuai kebenaran,
meskipun kamu hanya sendirian'." [Diriwayatkan oleh Al-Lalikai dalam
As-Sunnah nomor 160, dan lihat buku saya Ad-Da'wah Ilallah 89-95 pasal
Al-Jama'ah Musthalah wa Bayan.]
Dalam riwayat lain disebutkan, "Maka dia memukul pahaku dan berkata,
'Celakalah kamu! Sesungguhnya mayoritas manusia berpaling dari jama'ah.
Sesungguhnya jama'ah adalah apa yang sesuai dengan keta'atan kepada Allah
'Azza wa Jalla'."
Nu'aim bin Hammad berkata, "Yakni, jika jama'ah telah rusak, maka kamu harus
memegang teguh apa yang telah dilakukan jama'ah ketika sebelum rusak,
meskipun kamu sendirian, maka sesungguhnya ketika itu kamu adalah jama'ah."
Hasan Al-Bashri berkata, 'Sunnah itu -demi Dzat yang tiada Tuhan selain Dia-
di antara orang yang berlebih-lebihan dan orang yang meremehkan. Maka
bersabarlah kalian di atasnya, semoga Allah merahmati kalian. Sebab Ahlus
Sunnah adalah minoritas di antara manusia pada masa lalu dan mereka juga
manusia minoritas pada masa sesudahnya. Yaitu orang-orang yang tidak pergi
bersama orang-orang yang bermewah-mewahan dalam kemewahan mereka, dan juga
tidak besama orang-orang yang mengikuti bid'ah dalam kebid'ahan mereka, dan
mereka sabar atas Sunnah hingga bertemu dengan Tuhan mereka. Maka dalam
keadaan demikianlah kalian harus berada, insya Allah.'
Muhammad bin Aslam Ath-Thusi [5], seorang imam yang disepakati keimamannya
adalah orang yang paling mengikuti sunnah pada masanya, hingga dia berkata,
"Tidak sampai kepadaku Sunnah dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam
melainkan saya mengamalkannya. Dan sungguh saya ingin thawaf di Ka'bah
dengan naik unta, namun tidak memungkinkan bagi saya untuk melakukannya.
Hingga sebagai ulama pada msanya ditanya tentang As-Sawad Al-'Azham yang
disebutkan dalam hadits.
"Jika manusia berselisih maka hendaklah kalian memegang teguh As-Sawad
Al-'Azham." [HR. Ibnu Majah 2950, Ibnu Abi 'Ashim 84 dan Al-Lalikai 153 dari
Anas, dan sanadnya sangat dha'if. Sebab di dalamnya terdapat Abu Khalaf al-
Makfuf yang nama aslinya Hazim bin 'Atha'. Ia ditinggalkan sekelompok ulama
dan dinyatakan pendusta oleh Ibnu Ma'in.]
Maka dia berkata, "Muhammad bin Aslam Ath-Thusi adalah As-Sawad Al-'Azham."
[Hilyah Al-Auliya IX/238-239 dan darinya Adz-Dzahabi meriwayatkannya dalam
Siyar An-Nubala' XII/196]
Benar, demi Allah, bahwa di satu masa bila di dalamnya terdapat orang yang
mengerti Sunnah dan menda'wahkannya, maka dia adalah hujjah, ijma', jama'ah,
dan jalan orang-orang Mukmin, barangsiapa memisahkandiri darinya dan
mengikuti yang lainnya, maka Allah akan memalingkan dia kepada apa yang dia
berpaling dan Allah akan memasukkan dia ke Jahannam, seburuk-buruknya tempat
kembali." [Sebagaimana diisyaratkan dalam surat An-Nisa' :115]
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata [Ighatsah Al-Lahfan:271-273],
"Barangsiapa yang mempunyai pengalaman tentang ajaran yang Allah mengutus
Rasul-Nya dengannya dan apa yang dilakukan orang-orang musyrik dan Ahli
Bid'ah pada hari ini, niscaya dia akan mengetahui bahwa antara salaf dan
mereka yang meninggalkannya terdapat jarak yang jauh lebih jauh daripada
jarak antara timur dan barat, dan bahwa mereka pada sesuatu, sedangkan salaf
pada sesuatu yang lain, seperti dikatakan.
"Ia berjalan ke timur dan kamu berjalan ke barat
Betapa jauhnya antara timur dan barat.'
Dan perkaranya -demi Allah- lebih besar dari apa yang telah kami sebutkan.
Sesungguhnya Imam Bukhari dalam Ash-Shahih [II/115] menyebutkan riwayat dari
Ummu Darda' radhiallahu 'anha, ia berkata, "Abu Darda' mendatangi saya
dengan marah, maka saya berkata kepadanya, 'Ada apa?' Ia berkata, "Demi
Allah, saya tidak mengetahui pada mereka sesuatu pun dari perkara Muhammad
shalallahu 'alaihi wasallam kecuali mereka semua mengerjakan shalat."
Imam Bukhari [6] juga menyebutkan bahwa Az-Zuhri berkata, "Saya mendatangi
Anas bin Malik di Damaskus dan dia sedang menangis. Maka saya berkata
kepadanya, "Apa yang menyebabkan anda menangis?" Ia berkata, "Saya tidak
mengetahui sesuatu tentang apa yang saya dapatkan kecuali shalat ini, dan
shalat ini pun telah disia-siakan."
"Ini adalah fitnah terbesar yang dikatakan oleh Abdullah bin Mas'ud
radhiallahu 'anhu, "Bagaimana jika kalian telah diliputi fitnah di mana
orang menjadi tua dan anak keci tumbuh berkembang di dalamnya, dia berjalan
pada manusia dan mereka menjadikannya sebagai sunnah, ketika hal itu diubah,
dikatakan, "Sunnah telah diubah?" atau, "Ini adalah kemungkaran." [HR.
Ad-Darimi I/64 dan Al-Hakim IV/514 dan lihat takhrijnya dalam buku saya
Arba'i Asy-Syakhsyiyyah Al-Islamiyyah no. 40.]
"Ini adalah salah satu dalil bahwa amal jika tidak sesuai Sunnah, maka tidak
ada nilainya dan tidak boleh diperhatikan. Juga sebagai bukti bahwa amal
tersebut telah berjalan pada arah yang berbeda dengan arah Sunnah sejak masa
Abu Darda' dan Anas."[7]
Abul Abbas Ahmad bin Yahya [8] berkata, "Muhammad bin Ubaid bin Maimun
bercerita kepadaku dari Abdullah bin Ishaq Al-Ja'fari, ia berkata, "Abdullah
bin Hassan banyak duduk bersama Rabi'ah. Ia berkata, 'Lalu pada suatu hari
mereka menyebut tentang berbagai sunnah, maka seseorang yang ada di majelis
itu berkata, 'Apa yang dilakukan oleh manusia tidak seperti ini!' Maka
Abdullah berkata, 'Bagaimana pendapatmu jika banyak orang bodoh berlaku
sebagai para hakim, apakah mereka menjadi hujjah atas As-Sunnah?' Maka
Rabi'ah berkata, "Saya bersaksi bahwa ini adalah ucapan anak-anak para
Nabi." [Al-Ba'its 'ala A'lam Inkar Al-Bida' wal Hawadits hal. 51 oleh Abu
Syamah.]
Maka, seorang Muslim yang sejati adalah orang yang tidak terkontaminasi oleh
maraknya bentuk-bentuk bid'ah dalam memahami bentuk-bentuk sunnah. Sebab
hal-hal yang telah mentradisi sebagaimana dia itu membangun beberapa pokok,
dia juga menghancurkan beberapa pokok, dan dia sangat mendominasi. Maka,
melepaskan dari cengkramannya membutuhkan latihan jiwa dan memaksakan diri
dalam melaksanakan segala bentuk sunnah. [Lihat Marwiyyat Du'a Khatmi
Al-Qur'an hal. 75 oleh Syaikh Bakar bin Abu Zaid]
Betapa indahnya riwayat yang disebutkan Al-Imam Al-Khathib Al-Baghdadi dalam
Syaraf Ashhab Al-Hadits (hal. 7) dengan sanad shahih dari Al-Auza'i
rahimahullah,
"Hendaklah kamu berpegang dengan riwayat-riwayat dari salaf, meskipun
manusia menolak kamu, dan hindarilah olehmu pendapat-pendapat manusia,
meskipun mereka menghiasinya kepadamu dengan perkataan yang manis."
Dan Allah adalah yang memberikan petunjuk kepada jalan kebenaran.
Di antara kaidah yang diterapkan ulama adalah, bahwa "merebaknya suatu
perbuatan tidak menunjukkan atas kebolehannya, sebagaimana tersembunyinya
suatu perbuatan tidak menunjukkan atas dilarangnya."[1]
Ibnu Muflih dalam Al-Adab Asy-Syar'iyyah (I/163) berkata, "Seyogyanya
diketahui bahwa hal yang dilakukan banyak manusia adalah bertentangan dengan
ketentuan syar'i dan hal tersebut masyhur di antara mereka dan banyak
manusia yang melakukannya. Yang wajib bagi orang yang arif adalah tidak
mengikuti mereka, baik dalam ucapan maupun perbuatan, dan janganlah dia
terpengaruh oleh hal tersebut setelah tersebar jika dalam kesendirian dan
sedikitnya kawan.
Syaikh Muhyiddin An-Nawawi berkata, "Janganlah manusia terpedaya oleh
banyaknya orang yang melakukan sesuatu yang dilarang melakukannya, yaitu
kepadanya oleh orang yang tidak menjaga adab-adab ini. Laksanakanlah apa
yang dikatakan Fudhail bin 'Iyadh, 'Janganlah kamu menganggap buruk
jalan-jalan kebaikan karena sedikitnya orang yang melakukannya, dan
janganlah kamu terpedaya dengan banyaknya orang-orang yang binasa'." [2]
Abu Wafa' bin 'Uqail dalam Al-Funun berkata, "Barangsiapa yang keyakinannya
lahir dari bukti-bukti dalil, maka akan hilang pada diri sikap ikut arus dan
terpengaruh oleh perubahan kondisi orang banyak.
Firman-Nya, "Apakah jika dia wafat atau terbunuh kamu berbalik ke belakang
(murtad)?" [Ali 'Imran : 144]
Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu 'anhu adalah orang yang kokoh pendiriannya
dalam berbagai keadaan, berbeda-beda berbagai kondisi tidak menjadikannya
goyah ketika kaki-kaki jatuh tergelincir."
Sampai dia berkata, "Dan terkadang seseorang Muslim sampai dipersempit
kehidupannya. Dan sesungguhnya agama kami berlandaskan pada mengambil dunia
dan kebaikan akhirat, maka siapat yang mencari kehidupan dunia dengan cara
meninggalkan kebaikan akhirat maka dia salah jalan."
Jika kita telah mengetahui hal tersebut maka tampak kebatilan argumen yang
dibuat orang banyak yang jatuh ke dalam sebagian bid'ah dan hal-hal yang
baru, "Bahwa mayoritas manusia melakukan ini," atau alasan-alasan lain yang
batil dan penakwilan-penakwilan yang tumpul.
Dalam buku saya "Dzam Al-Katsrat wal Mutakatstsirin" terdapat banyak
keterangan dari ayat Al-Qur'an dan hadits yang mengecam orang yang terpedaya
dengan paham mayoritas dan bangga dengan memperbanyak amal.
Al-'Allamah Ibnul Qayyim dalam "Ighatsah Al-Lahfan min Masyahid
Asy-Syaithan" (hal. 132-135 -Mawarid Al-Aman) berkata.
"Orang yang cermat pandangannya dan benar imannya tidak akan merasa gelisah
karena sedikitnya kawan dan bahkan dari tiadanya kwan jika hatinya telah
merasa berteman dengan generasi pertama dari orang-orang yang diberikan
nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, orang-orang yang membenarkan,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh, dan mereka itulah
sebaik-baik teman. Maka kesendirian seseorang dalam pencariannya sebagai
bukti kesungguhan dia dalam mencari kebenaran.
Ishaq bin Rahawaih pernah ditanya tentang suatu masalah, lalu dia menjawab.
Maka dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya saudaramu Ahmad bin Hanbal
mengatakan masalah ini seperti itu." Maka dia menjawab, "Saya tidak
menyangka bahwa seseorang sepakat denganku dalam masalah ini."
Dia tidak merasa kesepian setelah tampak kebenaran baginya meskipun tidak
ada yang sependapat dengannya. Sesungguhnya kebenaran jika telah tampak
dengan jelas, maka tidak membutuhkan saksi yang mendukungnya. Sebab hati
melihat kebenaran sebagaimana mata melihat matahari. Maka, jika seseorang
telah melihat matahari, dan berdasarkan keilmuan dan keyakinannya bahwa
matahari telah terbit, maka dia tidak membutuhkan saksi untuk itu dan tidak
membutuhkan orang untuk menyetujui atas apa yang dilihatnya.
Betapa bagusnya apa yang dikatakan Abu Muhammad Abdurrahman bin Isma'il yang
terkenal dengan Abu Syamah [3] dalam kitabnya tentang hal-hal baru dan
bentuk-bentuk bid'ah [4], terdapat perintah memegang teguh jama'ah. Maka
yang dimaksud denganya adalah, memegang teguh kebenaran dan mengikutinya,
meskipun orang yang berpegang teguh kepadanya sedikit, sedangkan orang yang
melanggarnya banyak. Sebab kebenaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh
jama'ah pertama pada masa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dan shahabatnya,
dan tidak diukur oleh banyaknya orang yang mengikuti bid'ah mereka.
'Amr bin Maimun Al-Audi berkata, "Saya telah menyertai Mu'adz di Yaman, dan
saya tidak berpisah dengannya hingga saya menguburkannya di Syam. Kemudian
setelah itu, saya selalu menyertai orang terpandai dalam ilmu fiqh, Abdullah
bin Mas'ud radhiallahu 'anhu, maka saya mendengar dia berkata, "'Hendaklah
kalian memegang teguh jama'ah. Sebab tangan Allah di atas jama'ah.' Pada
suatu hari saya mendengar dia berkata, 'Akan memimpin kalian para pemimpin
yang mengakhirkan shalat dari waktunya, maka shalatlah kalian tepat pada
waktunya, sebab demikian itu adalah yang wajib, dan shalatlah kalian bersama
mereka karena shalat itu bagi kalian adalah tambahan (sunnah).' Saya
berkata, 'Wahai shahabat Muhammad! Aku tidak mengerti apa yang kamu
bicarakan kepada kami?' Ia berkata, "Apakah itu?' Saya berkata, 'Engkau
memerintahkan aku berjama'ah dan menghimbauku kepadanya kemudian kamu
berkata, 'Shalatlah kamu sendirian, dan demikian itu adalah yang wajib, dan
shalatlah kalian bersama jama'ah, dan dia sunnah?' Ia berkata, 'Wahai 'Amr
bin Maimun. Saya mengira kamu orang yang terpandai tentang fiqh dari
penduduk negeri ini. Kamu mengerti, apa jama'ah itu?' Saya berkata, 'Tidak.'
Ia berkata, 'Sesungguhnya mayoritas masyarakat adalah orang-orang yang
berpaling dari jama'ah. Jama'ah adalah sesuatu yang sesuai kebenaran,
meskipun kamu hanya sendirian'." [Diriwayatkan oleh Al-Lalikai dalam
As-Sunnah nomor 160, dan lihat buku saya Ad-Da'wah Ilallah 89-95 pasal
Al-Jama'ah Musthalah wa Bayan.]
Dalam riwayat lain disebutkan, "Maka dia memukul pahaku dan berkata,
'Celakalah kamu! Sesungguhnya mayoritas manusia berpaling dari jama'ah.
Sesungguhnya jama'ah adalah apa yang sesuai dengan keta'atan kepada Allah
'Azza wa Jalla'."
Nu'aim bin Hammad berkata, "Yakni, jika jama'ah telah rusak, maka kamu harus
memegang teguh apa yang telah dilakukan jama'ah ketika sebelum rusak,
meskipun kamu sendirian, maka sesungguhnya ketika itu kamu adalah jama'ah."
Hasan Al-Bashri berkata, 'Sunnah itu -demi Dzat yang tiada Tuhan selain Dia-
di antara orang yang berlebih-lebihan dan orang yang meremehkan. Maka
bersabarlah kalian di atasnya, semoga Allah merahmati kalian. Sebab Ahlus
Sunnah adalah minoritas di antara manusia pada masa lalu dan mereka juga
manusia minoritas pada masa sesudahnya. Yaitu orang-orang yang tidak pergi
bersama orang-orang yang bermewah-mewahan dalam kemewahan mereka, dan juga
tidak besama orang-orang yang mengikuti bid'ah dalam kebid'ahan mereka, dan
mereka sabar atas Sunnah hingga bertemu dengan Tuhan mereka. Maka dalam
keadaan demikianlah kalian harus berada, insya Allah.'
Muhammad bin Aslam Ath-Thusi [5], seorang imam yang disepakati keimamannya
adalah orang yang paling mengikuti sunnah pada masanya, hingga dia berkata,
"Tidak sampai kepadaku Sunnah dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam
melainkan saya mengamalkannya. Dan sungguh saya ingin thawaf di Ka'bah
dengan naik unta, namun tidak memungkinkan bagi saya untuk melakukannya.
Hingga sebagai ulama pada msanya ditanya tentang As-Sawad Al-'Azham yang
disebutkan dalam hadits.
"Jika manusia berselisih maka hendaklah kalian memegang teguh As-Sawad
Al-'Azham." [HR. Ibnu Majah 2950, Ibnu Abi 'Ashim 84 dan Al-Lalikai 153 dari
Anas, dan sanadnya sangat dha'if. Sebab di dalamnya terdapat Abu Khalaf al-
Makfuf yang nama aslinya Hazim bin 'Atha'. Ia ditinggalkan sekelompok ulama
dan dinyatakan pendusta oleh Ibnu Ma'in.]
Maka dia berkata, "Muhammad bin Aslam Ath-Thusi adalah As-Sawad Al-'Azham."
[Hilyah Al-Auliya IX/238-239 dan darinya Adz-Dzahabi meriwayatkannya dalam
Siyar An-Nubala' XII/196]
Benar, demi Allah, bahwa di satu masa bila di dalamnya terdapat orang yang
mengerti Sunnah dan menda'wahkannya, maka dia adalah hujjah, ijma', jama'ah,
dan jalan orang-orang Mukmin, barangsiapa memisahkandiri darinya dan
mengikuti yang lainnya, maka Allah akan memalingkan dia kepada apa yang dia
berpaling dan Allah akan memasukkan dia ke Jahannam, seburuk-buruknya tempat
kembali." [Sebagaimana diisyaratkan dalam surat An-Nisa' :115]
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata [Ighatsah Al-Lahfan:271-273],
"Barangsiapa yang mempunyai pengalaman tentang ajaran yang Allah mengutus
Rasul-Nya dengannya dan apa yang dilakukan orang-orang musyrik dan Ahli
Bid'ah pada hari ini, niscaya dia akan mengetahui bahwa antara salaf dan
mereka yang meninggalkannya terdapat jarak yang jauh lebih jauh daripada
jarak antara timur dan barat, dan bahwa mereka pada sesuatu, sedangkan salaf
pada sesuatu yang lain, seperti dikatakan.
"Ia berjalan ke timur dan kamu berjalan ke barat
Betapa jauhnya antara timur dan barat.'
Dan perkaranya -demi Allah- lebih besar dari apa yang telah kami sebutkan.
Sesungguhnya Imam Bukhari dalam Ash-Shahih [II/115] menyebutkan riwayat dari
Ummu Darda' radhiallahu 'anha, ia berkata, "Abu Darda' mendatangi saya
dengan marah, maka saya berkata kepadanya, 'Ada apa?' Ia berkata, "Demi
Allah, saya tidak mengetahui pada mereka sesuatu pun dari perkara Muhammad
shalallahu 'alaihi wasallam kecuali mereka semua mengerjakan shalat."
Imam Bukhari [6] juga menyebutkan bahwa Az-Zuhri berkata, "Saya mendatangi
Anas bin Malik di Damaskus dan dia sedang menangis. Maka saya berkata
kepadanya, "Apa yang menyebabkan anda menangis?" Ia berkata, "Saya tidak
mengetahui sesuatu tentang apa yang saya dapatkan kecuali shalat ini, dan
shalat ini pun telah disia-siakan."
"Ini adalah fitnah terbesar yang dikatakan oleh Abdullah bin Mas'ud
radhiallahu 'anhu, "Bagaimana jika kalian telah diliputi fitnah di mana
orang menjadi tua dan anak keci tumbuh berkembang di dalamnya, dia berjalan
pada manusia dan mereka menjadikannya sebagai sunnah, ketika hal itu diubah,
dikatakan, "Sunnah telah diubah?" atau, "Ini adalah kemungkaran." [HR.
Ad-Darimi I/64 dan Al-Hakim IV/514 dan lihat takhrijnya dalam buku saya
Arba'i Asy-Syakhsyiyyah Al-Islamiyyah no. 40.]
"Ini adalah salah satu dalil bahwa amal jika tidak sesuai Sunnah, maka tidak
ada nilainya dan tidak boleh diperhatikan. Juga sebagai bukti bahwa amal
tersebut telah berjalan pada arah yang berbeda dengan arah Sunnah sejak masa
Abu Darda' dan Anas."[7]
Abul Abbas Ahmad bin Yahya [8] berkata, "Muhammad bin Ubaid bin Maimun
bercerita kepadaku dari Abdullah bin Ishaq Al-Ja'fari, ia berkata, "Abdullah
bin Hassan banyak duduk bersama Rabi'ah. Ia berkata, 'Lalu pada suatu hari
mereka menyebut tentang berbagai sunnah, maka seseorang yang ada di majelis
itu berkata, 'Apa yang dilakukan oleh manusia tidak seperti ini!' Maka
Abdullah berkata, 'Bagaimana pendapatmu jika banyak orang bodoh berlaku
sebagai para hakim, apakah mereka menjadi hujjah atas As-Sunnah?' Maka
Rabi'ah berkata, "Saya bersaksi bahwa ini adalah ucapan anak-anak para
Nabi." [Al-Ba'its 'ala A'lam Inkar Al-Bida' wal Hawadits hal. 51 oleh Abu
Syamah.]
Maka, seorang Muslim yang sejati adalah orang yang tidak terkontaminasi oleh
maraknya bentuk-bentuk bid'ah dalam memahami bentuk-bentuk sunnah. Sebab
hal-hal yang telah mentradisi sebagaimana dia itu membangun beberapa pokok,
dia juga menghancurkan beberapa pokok, dan dia sangat mendominasi. Maka,
melepaskan dari cengkramannya membutuhkan latihan jiwa dan memaksakan diri
dalam melaksanakan segala bentuk sunnah. [Lihat Marwiyyat Du'a Khatmi
Al-Qur'an hal. 75 oleh Syaikh Bakar bin Abu Zaid]
Betapa indahnya riwayat yang disebutkan Al-Imam Al-Khathib Al-Baghdadi dalam
Syaraf Ashhab Al-Hadits (hal. 7) dengan sanad shahih dari Al-Auza'i
rahimahullah,
"Hendaklah kamu berpegang dengan riwayat-riwayat dari salaf, meskipun
manusia menolak kamu, dan hindarilah olehmu pendapat-pendapat manusia,
meskipun mereka menghiasinya kepadamu dengan perkataan yang manis."
Dan Allah adalah yang memberikan petunjuk kepada jalan kebenaran.
Labels:
Agama
Saturday, 20 March 2010
Antara Harapan dan Kenyataan
Saat Fulanah masih seorang gadis, yang ada di benaknya dan yang kemudian menjadi tekadnya adalah keinginan menjadi isteri shalihat yang taat dan selalu tersenyum manis. Pendeknya, ingin memberikan yang terbaik bagi suaminya kelak sebagai jalan pintas menuju surga.
Tekad itu diperolehnya setelah mengikuti berbagai 'tabligh', ceramah, dan seminar keputerian serta membaca sendiri berbagai risalah. Bahkan banyak pula ayat Al-Qur'an dan Hadits yang berkaitan dengan hal itu telah dihafalnya, seperti "Ar Rijalu qowwamuna alan nisaa'...","Faso- lihatu qonitatu hafizhotu lilghoibi bima hafizhallah..." (QS. An-Nisa ayat 34). Juga Hadits :"Ad dunya mata', wa khoiru mata'iha al ar'atussholihat." (dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah isteri sholihat). Atau, hadits "Wanita sholihat adalah yang menyenangkan bila dipandang, taat bila disuruh dan menjaga apa-apa yang diamanahkan padanya. Begitu pula hadits "Jika seorang isteri sholat lima waktu, shaum di bulan Ramadhan dan menjaga kehormatan dirinya serta suaminya dalam keadaan ridha padanya saat ia mati, maka ia boleh masuk surga lewat pintu yang mana saja. (HR Ahmad dan Thabrani). Hadits yang berat dan seram pun dihafalnya, "Jika manusia boleh menyembah manusia lainnya, maka aku perintahkan isteri menyembah suaminya." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)
Figur isteri yang sholihat, taat, dan setia serta qona'ah seperti Khadijah r.a. benar-benar terpatri kuat di benak Fulanah dan jelas ingin ditirunya. Maka, tatkala Allah SWT telah menakdirkan ia mendapat jodoh seorang Muslim yang sholih, 'alim dan berkomitmen penuh pada Islam, Fulanah pun melangkah ke gerbang pernikahan dengan mantap. Begitu khidmat dan khusyu karena kesadaran penuh untuk beribadah dan menjadikan jihad dan syahid sebagai tujuan hidup berumah tangga.
EPISODE 2
Tatkala Fulan masih menjadi seorang jejaka, ia sering membatin, berangan-angan, dan bercita-cita membentuk rumah tangga Islami dengan seorang Muslimah sholihat yang menyejukkan hati dan mata. Alangkah bahagianya menjadi seorang suami dan seorang "qowwam" yang "qooimin bi nafsihi wa muuqimun lil ghoirihi" (tegak atas dirinya dan mampu menegakkan orang lain, terutama isteri dan anak-anaknya). Juga menjadi 'imam yang adil' yang akan memimpin dan mengarahkan isteri dan anak-anaknya.
Alangkah menenangkannya mempunyai seorang isteri yang akan dijaganya lahir dan batin, dilindungi dan disayanginya karena ia adalah amanah Allah SWT yang telah dihalalkan baginya dengan dua kalimat Allah SWT. Ia bertekad untuk mempergauli isterinya dengan ma'ruf (QS An-Nisa:19) dan memperhatikan hadits Rasulullah SAW tentang kewajiban-kewajiban seorang suami. "Hanya laki-laki mulialah yang memuliakan wanita." "Yang paling baik di antara kamu, wahai mu'min, adalah yang paling baik perlakuannya terhadap isterinya. Dan akulah (Muhammad SAW) yang paling baik perlakuannya terhadap isteri-isteriku." "Wanita seperti tulang rusuk manakala dibiarkan ia akan tetap bengkok, dan manakala diluruskan secara paksa ia akan patah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Fulan pun bertekad meneladani Rasulullah SAW yang begitu sayang dan lembut pada isterinya. Tidak merasa rendah dengan ikut meringankan beban pekerjaan isteri seperti membantu menyapu, menisik baju dan sekali-sekali turun ke dapur seperti ucapan Rasulullah kepada Bilal : "Hai Bilal, mari bersenang-senang dengan menolong wanita di dapur." Karena Rasulullah suka bergurau dan bermain-main dengan isteri seperti berlomba lari dengan Aisyah r.a. (HR Ahmad), maka ia pun berkeinginan meniru hal itu serta menyapa isteri dengan panggilan lembut 'Dik' atau 'Yang'.
EPISODE-EPISODE SELANJUTNYA
Fulan dan Fulanah pun ditakdirkan Allah SWT untuk menikah. Pasangan yang serasi karena sekufu dalam dien, akhlaq, dan komitmen dengan Islam.
Waktu pun terus berjalan. Dan walaupun tekad dan cita-cita terus membara, kin banyak hal-hal realistis yang harus dihadapi. Sifat, karakter, pembawaan, selera, dan kegemaran serta perbedaan latar belakang keluarga yang semula mudah terjembatani oleh kesatuan iman, cita-cita, dan komitmen ternyata lambat laun menjadi bahan-bahan perselisihan. Pertengkaran memang bumbunya perkawinan, tetapi manakala bumbu yang dibubuhkan terlalu banyak, tentu rasanya menjadi tajam dan tak enak lagi.
Ternyata, segala sesuatunya tak seindah bayangan semula. Antara harapan dan kenyataan ada terbentang satu jarak. Taman bunga yang dilalui ternyata pendek dan singkat saja. Cukup banyak onak dan duri siap menghadang. Sehabis meneguk madu, ternyata 'brotowali' yang pahitpun harus diteguk. Berbagai masalah kehidupan dalam perkawinan harus dihadapi secara realistis oleh pasangan mujahid dan mujahidah sekalipun. Allah tak akan begitu saja menurunkan malaikat-malaikat untuk menyelesaikan setiap konflik yang dihadapi. "Innallaha laa yughoyyiru ma biqoumi hatta yughoyyiru maa bi anfusihim"
(QS Ar-Raad: 6).
Ada seorang isteri yang mengeluhkan cara bicara suaminya terutama jika marah atau menegur, terdengar begitu 'nyelekit'. Ada pula suami yang mengeluh karena dominasi ibu mertua terlalu besar. Perselisihan dapat timbul karena perbedaan gaya bicara, pola asuh, dan latar belakang keluarganya. Kejengkelan juga mulai timbul karena ternyata suami bersikap 'cuek', tidak mau tahu kerepotan rumah tangga, karena beranggapan "itu khan memang tugas isteri." Sebaliknya, ada suami yang kesal karena isterinya tidak gesit dan terampil dalam urusan rumah tangga, maklum sebelumnya sibuk kuliah dan jadi 'kutu buku' saja.
Fulan pun mulai mengeluh. Ternyata isterinya tidak se-"qonaah" yang diduganya, bahkan cenderung menuntut, kurang bersahaja dan kurang bersyukur. Fulanah sebaliknya. Ia mengeluh, sang suami begitu irit bahkan cenderung kikir, padahal kebutuhan rumah tangga dan anak-anak terus meningkat.
Seorang sahabat Fulan juga kesal karena isterinya sulit menerima keadaan keluargan. Sebab musababnya sih karena perbedaan status sosial, ekonomi dan adat istiadat. Kekesalannya bertambah-tambah karena dilihatnya sang isteri malas meningkatkan kemampuan intelektual, manajemen rumah tangga, serta kiat-kiat mendidik anak. Sebaliknya,sang isteri menuduh suaminya sebagai "anak mama" yang kurang mandiri dan tidak memberi perhatian yang cukup pada isteri dan anak-anaknya. Belum lagi problem yang akan dihadapi pasangan-pasangan muda yang masih tinggal menumpang di rumah orang tua. Atau di dalam rumah mereka ikut tinggal kakak-kakak atau adik-adik ipar. Kesemua keadaan itu potensial mengundang konflik bila tidak bijak-bijak mengaturnya.
Kadang-kadang semangat seorang Muslimah untuk da'wah keluar rumah terlalu berlebihan. Tidak "tawazun". Hal ini dapat menyebabkan seorang suami mengeluh karena terbebani dengan tugas-tugas rumah tangga yang seabreg-abreg dan mengurus anak-anak. Selanjutnya, ada pula Muslimah yang terlalu banyak menceritakan kekurangan suaminya, kekecewaan-kekecewaannya pada suaminya. Padahal ia sendiri kurang instrospeksi bahwa ia sering lupa melihat kebaikan dan kelebihan suaminya.
Ada suami yang begitu "kikir" dalam memuji, kurang "sense of humor" dan "sedikit" berkata lembut pada isteri. Kalau ada kebaikan isteri yang dilihatnya, disimpannya dalam hati, tetapi bila ia melihat kekurangan segera diutarakannya. Bahkan ada pula pasangan suami-isteri yang memiliki problem "hubungan intim suami-isteri". Mereka merasa tabu untuk membicarakannya secara terus terang di antara mereka berdua. Padahal akibatnya menghilangkan kesakinahan rumah tangga.
Kalau mau dideretkan dan diuraikan lagi, pasti daftar konflik yang terjadi di antara pasangan suami-isteri muda Muslim dan Muslimah akan lebih panjang lagi. Memang, persoalan-persoalan tidak begitu saja hilang. Rumah tangga tidak pasti akan berjalan mulus tanpa konflik hanya dengan kesamaan fikrah dan cita-cita menegakkan Islam. Mereka yakni Fulan dan Fulanah cs tetap manusia-manusia biasa yang bisa membuat kekhilafan dan tidak lepas dari kekurangan-kekurangan. Dan mereka pun pasti mengalami juga fluktuasi iman.
Pasangan yang bijak dan kuat imannya akan mampu istiqomah dan lebih punya kemampuan menepis badai dengan menurunkan standar harapan. Tidak perlu berharap muluk-muluk seperti ketika masih gadis atau jejaka. Karena, ternyata kita pun belum bisa mewujudkan tekad kita itu. Sebagai Muslim dan Muslimah hendaknya kita sadar, tidak mungkin kita dapat menjadi isteri atau suami yang sempurna seperti bidadari atau malaikat. Maka kita pun tentunya tidak perlu menuntut kesempurnaan dari suami atau isteri kita.
"Just the way you are" lah. Kita terima pasangan hidup kita seadanya, lengkap dengan segala kekurangan (asal tidak melanggar syar'i) dan kelebihannya. Kita memang berasal dari latar belakang keluarga, kebia- saan, dan karakter yang berbeda, walau tentunya dien, fikrah, dan cita- cita kita sama. Pada saat ghirah tinggi, iman dalam kondisi puncak, "Prima", semua perbedaan seolah sirna. Namun pada saat "ghirah" turun, iman menurun, semua perbedaan itu menyembul ke permukaan, mengganjal, mengganggu, dan menyebalkan. Akibatnya tidak terwujud sakinah.
Kiat utama mengatasi permasalahan dalam rumah tangga, tentunya setelah berdoa memohon pertolongan Allah SWT dan mau ber "muhasabah" (introspeksi), adalah mengusahakan adanya komunikasi yang baik dan terbuka antara suami-isteri. Masalah yang timbul sedapat mungkin diselesaikan secara intern dulu di antara suami-isteri dengan pembicaraan dari hati ke hati. "Uneg-uneg" yang ada secara fair dan bijak diungkapkan.
Selanjutnya, yang memang bersalah diharapkan tidak segan-segan mengakui kesalahan dan meminta maaf. Yang dimintai maaf juga segera mau memaafkan dan tidak mendendam. Masing-masing pihak berusaha keras untuk tidak mengadu ke orang tua, atau orang lain. Jadi tidak membongkar atau membeberkan aib dan kekurangan suami atau isteri. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tidak membandingk-bandingkan suami atau isteri dengan orang lain, karena itu akan menyakitkan pasangan hidup kita. Setelah itu, masing-masing juga perlu 'waspada' agar tidak terbiasa kikir pujian dan royal celaan.
Jika terpaksa, kadang-kadang memang diperlukan bantuan pihak ketiga (tetapi pastikan yang dapat dipercaya keimanan dan akhlaqnya) untuk membantu melihat permasalahan secara lebih jernih. Kadang-kadang "kacamata" yang kita pakai sudah begitu buram sehingga semua kebaikan pasangan hidup kita menjadi tidak terlihat, bahkan yang terlihat keburukannya saja. Orang lain yang terpercaya InsyaAllah akan bisa membantu menggosok 'kacamata' yang buram itu. Alhamdulillah ada yang
tertolong dengan cara ini dan mengatakan setelah konflik terselesaikan mereka pun berbaikan lagi seperti baru menikah saja ! Layaknya !
Dengan berikhtiar maksimal, bermujahadah, dan bersandar pada Allah SWT, InsyaAllah kita dapat mengembalikan kesakinahan dan kebahagiaan rumah tangga kita, serta kembali bertekad menjadikan jihad dan syahid sebagai tujuan kita berumah tangga. Amiin yaa Robbal'aalamiin.an dan Kenyataan
Tekad itu diperolehnya setelah mengikuti berbagai 'tabligh', ceramah, dan seminar keputerian serta membaca sendiri berbagai risalah. Bahkan banyak pula ayat Al-Qur'an dan Hadits yang berkaitan dengan hal itu telah dihafalnya, seperti "Ar Rijalu qowwamuna alan nisaa'...","Faso- lihatu qonitatu hafizhotu lilghoibi bima hafizhallah..." (QS. An-Nisa ayat 34). Juga Hadits :"Ad dunya mata', wa khoiru mata'iha al ar'atussholihat." (dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah isteri sholihat). Atau, hadits "Wanita sholihat adalah yang menyenangkan bila dipandang, taat bila disuruh dan menjaga apa-apa yang diamanahkan padanya. Begitu pula hadits "Jika seorang isteri sholat lima waktu, shaum di bulan Ramadhan dan menjaga kehormatan dirinya serta suaminya dalam keadaan ridha padanya saat ia mati, maka ia boleh masuk surga lewat pintu yang mana saja. (HR Ahmad dan Thabrani). Hadits yang berat dan seram pun dihafalnya, "Jika manusia boleh menyembah manusia lainnya, maka aku perintahkan isteri menyembah suaminya." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)
Figur isteri yang sholihat, taat, dan setia serta qona'ah seperti Khadijah r.a. benar-benar terpatri kuat di benak Fulanah dan jelas ingin ditirunya. Maka, tatkala Allah SWT telah menakdirkan ia mendapat jodoh seorang Muslim yang sholih, 'alim dan berkomitmen penuh pada Islam, Fulanah pun melangkah ke gerbang pernikahan dengan mantap. Begitu khidmat dan khusyu karena kesadaran penuh untuk beribadah dan menjadikan jihad dan syahid sebagai tujuan hidup berumah tangga.
EPISODE 2
Tatkala Fulan masih menjadi seorang jejaka, ia sering membatin, berangan-angan, dan bercita-cita membentuk rumah tangga Islami dengan seorang Muslimah sholihat yang menyejukkan hati dan mata. Alangkah bahagianya menjadi seorang suami dan seorang "qowwam" yang "qooimin bi nafsihi wa muuqimun lil ghoirihi" (tegak atas dirinya dan mampu menegakkan orang lain, terutama isteri dan anak-anaknya). Juga menjadi 'imam yang adil' yang akan memimpin dan mengarahkan isteri dan anak-anaknya.
Alangkah menenangkannya mempunyai seorang isteri yang akan dijaganya lahir dan batin, dilindungi dan disayanginya karena ia adalah amanah Allah SWT yang telah dihalalkan baginya dengan dua kalimat Allah SWT. Ia bertekad untuk mempergauli isterinya dengan ma'ruf (QS An-Nisa:19) dan memperhatikan hadits Rasulullah SAW tentang kewajiban-kewajiban seorang suami. "Hanya laki-laki mulialah yang memuliakan wanita." "Yang paling baik di antara kamu, wahai mu'min, adalah yang paling baik perlakuannya terhadap isterinya. Dan akulah (Muhammad SAW) yang paling baik perlakuannya terhadap isteri-isteriku." "Wanita seperti tulang rusuk manakala dibiarkan ia akan tetap bengkok, dan manakala diluruskan secara paksa ia akan patah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Fulan pun bertekad meneladani Rasulullah SAW yang begitu sayang dan lembut pada isterinya. Tidak merasa rendah dengan ikut meringankan beban pekerjaan isteri seperti membantu menyapu, menisik baju dan sekali-sekali turun ke dapur seperti ucapan Rasulullah kepada Bilal : "Hai Bilal, mari bersenang-senang dengan menolong wanita di dapur." Karena Rasulullah suka bergurau dan bermain-main dengan isteri seperti berlomba lari dengan Aisyah r.a. (HR Ahmad), maka ia pun berkeinginan meniru hal itu serta menyapa isteri dengan panggilan lembut 'Dik' atau 'Yang'.
EPISODE-EPISODE SELANJUTNYA
Fulan dan Fulanah pun ditakdirkan Allah SWT untuk menikah. Pasangan yang serasi karena sekufu dalam dien, akhlaq, dan komitmen dengan Islam.
Waktu pun terus berjalan. Dan walaupun tekad dan cita-cita terus membara, kin banyak hal-hal realistis yang harus dihadapi. Sifat, karakter, pembawaan, selera, dan kegemaran serta perbedaan latar belakang keluarga yang semula mudah terjembatani oleh kesatuan iman, cita-cita, dan komitmen ternyata lambat laun menjadi bahan-bahan perselisihan. Pertengkaran memang bumbunya perkawinan, tetapi manakala bumbu yang dibubuhkan terlalu banyak, tentu rasanya menjadi tajam dan tak enak lagi.
Ternyata, segala sesuatunya tak seindah bayangan semula. Antara harapan dan kenyataan ada terbentang satu jarak. Taman bunga yang dilalui ternyata pendek dan singkat saja. Cukup banyak onak dan duri siap menghadang. Sehabis meneguk madu, ternyata 'brotowali' yang pahitpun harus diteguk. Berbagai masalah kehidupan dalam perkawinan harus dihadapi secara realistis oleh pasangan mujahid dan mujahidah sekalipun. Allah tak akan begitu saja menurunkan malaikat-malaikat untuk menyelesaikan setiap konflik yang dihadapi. "Innallaha laa yughoyyiru ma biqoumi hatta yughoyyiru maa bi anfusihim"
(QS Ar-Raad: 6).
Ada seorang isteri yang mengeluhkan cara bicara suaminya terutama jika marah atau menegur, terdengar begitu 'nyelekit'. Ada pula suami yang mengeluh karena dominasi ibu mertua terlalu besar. Perselisihan dapat timbul karena perbedaan gaya bicara, pola asuh, dan latar belakang keluarganya. Kejengkelan juga mulai timbul karena ternyata suami bersikap 'cuek', tidak mau tahu kerepotan rumah tangga, karena beranggapan "itu khan memang tugas isteri." Sebaliknya, ada suami yang kesal karena isterinya tidak gesit dan terampil dalam urusan rumah tangga, maklum sebelumnya sibuk kuliah dan jadi 'kutu buku' saja.
Fulan pun mulai mengeluh. Ternyata isterinya tidak se-"qonaah" yang diduganya, bahkan cenderung menuntut, kurang bersahaja dan kurang bersyukur. Fulanah sebaliknya. Ia mengeluh, sang suami begitu irit bahkan cenderung kikir, padahal kebutuhan rumah tangga dan anak-anak terus meningkat.
Seorang sahabat Fulan juga kesal karena isterinya sulit menerima keadaan keluargan. Sebab musababnya sih karena perbedaan status sosial, ekonomi dan adat istiadat. Kekesalannya bertambah-tambah karena dilihatnya sang isteri malas meningkatkan kemampuan intelektual, manajemen rumah tangga, serta kiat-kiat mendidik anak. Sebaliknya,sang isteri menuduh suaminya sebagai "anak mama" yang kurang mandiri dan tidak memberi perhatian yang cukup pada isteri dan anak-anaknya. Belum lagi problem yang akan dihadapi pasangan-pasangan muda yang masih tinggal menumpang di rumah orang tua. Atau di dalam rumah mereka ikut tinggal kakak-kakak atau adik-adik ipar. Kesemua keadaan itu potensial mengundang konflik bila tidak bijak-bijak mengaturnya.
Kadang-kadang semangat seorang Muslimah untuk da'wah keluar rumah terlalu berlebihan. Tidak "tawazun". Hal ini dapat menyebabkan seorang suami mengeluh karena terbebani dengan tugas-tugas rumah tangga yang seabreg-abreg dan mengurus anak-anak. Selanjutnya, ada pula Muslimah yang terlalu banyak menceritakan kekurangan suaminya, kekecewaan-kekecewaannya pada suaminya. Padahal ia sendiri kurang instrospeksi bahwa ia sering lupa melihat kebaikan dan kelebihan suaminya.
Ada suami yang begitu "kikir" dalam memuji, kurang "sense of humor" dan "sedikit" berkata lembut pada isteri. Kalau ada kebaikan isteri yang dilihatnya, disimpannya dalam hati, tetapi bila ia melihat kekurangan segera diutarakannya. Bahkan ada pula pasangan suami-isteri yang memiliki problem "hubungan intim suami-isteri". Mereka merasa tabu untuk membicarakannya secara terus terang di antara mereka berdua. Padahal akibatnya menghilangkan kesakinahan rumah tangga.
Kalau mau dideretkan dan diuraikan lagi, pasti daftar konflik yang terjadi di antara pasangan suami-isteri muda Muslim dan Muslimah akan lebih panjang lagi. Memang, persoalan-persoalan tidak begitu saja hilang. Rumah tangga tidak pasti akan berjalan mulus tanpa konflik hanya dengan kesamaan fikrah dan cita-cita menegakkan Islam. Mereka yakni Fulan dan Fulanah cs tetap manusia-manusia biasa yang bisa membuat kekhilafan dan tidak lepas dari kekurangan-kekurangan. Dan mereka pun pasti mengalami juga fluktuasi iman.
Pasangan yang bijak dan kuat imannya akan mampu istiqomah dan lebih punya kemampuan menepis badai dengan menurunkan standar harapan. Tidak perlu berharap muluk-muluk seperti ketika masih gadis atau jejaka. Karena, ternyata kita pun belum bisa mewujudkan tekad kita itu. Sebagai Muslim dan Muslimah hendaknya kita sadar, tidak mungkin kita dapat menjadi isteri atau suami yang sempurna seperti bidadari atau malaikat. Maka kita pun tentunya tidak perlu menuntut kesempurnaan dari suami atau isteri kita.
"Just the way you are" lah. Kita terima pasangan hidup kita seadanya, lengkap dengan segala kekurangan (asal tidak melanggar syar'i) dan kelebihannya. Kita memang berasal dari latar belakang keluarga, kebia- saan, dan karakter yang berbeda, walau tentunya dien, fikrah, dan cita- cita kita sama. Pada saat ghirah tinggi, iman dalam kondisi puncak, "Prima", semua perbedaan seolah sirna. Namun pada saat "ghirah" turun, iman menurun, semua perbedaan itu menyembul ke permukaan, mengganjal, mengganggu, dan menyebalkan. Akibatnya tidak terwujud sakinah.
Kiat utama mengatasi permasalahan dalam rumah tangga, tentunya setelah berdoa memohon pertolongan Allah SWT dan mau ber "muhasabah" (introspeksi), adalah mengusahakan adanya komunikasi yang baik dan terbuka antara suami-isteri. Masalah yang timbul sedapat mungkin diselesaikan secara intern dulu di antara suami-isteri dengan pembicaraan dari hati ke hati. "Uneg-uneg" yang ada secara fair dan bijak diungkapkan.
Selanjutnya, yang memang bersalah diharapkan tidak segan-segan mengakui kesalahan dan meminta maaf. Yang dimintai maaf juga segera mau memaafkan dan tidak mendendam. Masing-masing pihak berusaha keras untuk tidak mengadu ke orang tua, atau orang lain. Jadi tidak membongkar atau membeberkan aib dan kekurangan suami atau isteri. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tidak membandingk-bandingkan suami atau isteri dengan orang lain, karena itu akan menyakitkan pasangan hidup kita. Setelah itu, masing-masing juga perlu 'waspada' agar tidak terbiasa kikir pujian dan royal celaan.
Jika terpaksa, kadang-kadang memang diperlukan bantuan pihak ketiga (tetapi pastikan yang dapat dipercaya keimanan dan akhlaqnya) untuk membantu melihat permasalahan secara lebih jernih. Kadang-kadang "kacamata" yang kita pakai sudah begitu buram sehingga semua kebaikan pasangan hidup kita menjadi tidak terlihat, bahkan yang terlihat keburukannya saja. Orang lain yang terpercaya InsyaAllah akan bisa membantu menggosok 'kacamata' yang buram itu. Alhamdulillah ada yang
tertolong dengan cara ini dan mengatakan setelah konflik terselesaikan mereka pun berbaikan lagi seperti baru menikah saja ! Layaknya !
Dengan berikhtiar maksimal, bermujahadah, dan bersandar pada Allah SWT, InsyaAllah kita dapat mengembalikan kesakinahan dan kebahagiaan rumah tangga kita, serta kembali bertekad menjadikan jihad dan syahid sebagai tujuan kita berumah tangga. Amiin yaa Robbal'aalamiin.an dan Kenyataan
Friday, 19 March 2010
AMANAH DAN JANJI
''Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak memegang janji.'' (HR Ahmad dan Al-Bazzaar).
Hadis di atas, walaupun pendek, syarat makna. Rasulullah SAW mengisyaratkan satu hal yang penting, yaitu tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah. Hal ini disampaikan agar kita memperhatikan pesan Rasulullah dan kita wajib menunaikan amanah kepada yang berhak. Diperintahkan Allah SWT dalam firman-Nya, ''Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya ....'' (QS An-Nisaa': 58).
Ini berarti bahwa yang diperintahkan Allah kepada kita adalah bukti iman, sedangkan lawannya, yaitu mengkhianati amanah, merupakan bukti kemunafikan. Dinyatakan dalam sebuah hadis, ''Ada empat hal, jika keempat-empatnya terdapat pada diri seseorang, berarti dia benar-benar murni seorang munafik, sedangkan orang yang menyimpan salah satunya, berarti terdapat pada dirinya salah satu tanda orang munafik, sampai ia meninggalkannya. Jika diberi amanah ia berkhianat, jika bicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika bermusuhan ia keji.'' (HR Bukhari dan Muslim).
Memenuhi janji merupakan syarat asasi bagi keberadaan iman dalam hati seorang hamba, sebagaimana disinggung dalam firman Allah mengenai sifat orang-orang mukmin, ''Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah yang (dipikulnya) dan janjinya.'' (QS al-Israa': 34).
Dalam ayat lain, ''Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu itu, sesudah meneguhkannya, sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu) ....'' (QS An Nahl: 91).
Dari dua ayat di atas, hendaknya kita menunaikan amanah dan menepati janji agar kita menjadi kaum mukminin sejati. Ingatlah akan firman Allah SWT, ''(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang merugi.'' (QS Al-Baqarah: 27).
Kita harus memulai dari diri kita untuk menunaikan amanah itu agar terhindar dari sifat munafik yang disebutkan dalam hadis di atas. Terlebih apabila kita menjadi pemimpin baik untuk diri sendiri, keluarga, apalagi pemimpin masyarakat. Mulai dari yang terendah sampai pemimpin negara, mereka harus memegang teguh pendirian bahwa kepemimpinan itu merupakan amanah dari Allah. Kesadaran ini akan membawanya kepada tanggung jawab atas kepemimpinannya itu. Wallahu a'lam bish shawab.
Hadis di atas, walaupun pendek, syarat makna. Rasulullah SAW mengisyaratkan satu hal yang penting, yaitu tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah. Hal ini disampaikan agar kita memperhatikan pesan Rasulullah dan kita wajib menunaikan amanah kepada yang berhak. Diperintahkan Allah SWT dalam firman-Nya, ''Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya ....'' (QS An-Nisaa': 58).
Ini berarti bahwa yang diperintahkan Allah kepada kita adalah bukti iman, sedangkan lawannya, yaitu mengkhianati amanah, merupakan bukti kemunafikan. Dinyatakan dalam sebuah hadis, ''Ada empat hal, jika keempat-empatnya terdapat pada diri seseorang, berarti dia benar-benar murni seorang munafik, sedangkan orang yang menyimpan salah satunya, berarti terdapat pada dirinya salah satu tanda orang munafik, sampai ia meninggalkannya. Jika diberi amanah ia berkhianat, jika bicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika bermusuhan ia keji.'' (HR Bukhari dan Muslim).
Memenuhi janji merupakan syarat asasi bagi keberadaan iman dalam hati seorang hamba, sebagaimana disinggung dalam firman Allah mengenai sifat orang-orang mukmin, ''Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah yang (dipikulnya) dan janjinya.'' (QS al-Israa': 34).
Dalam ayat lain, ''Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu itu, sesudah meneguhkannya, sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu) ....'' (QS An Nahl: 91).
Dari dua ayat di atas, hendaknya kita menunaikan amanah dan menepati janji agar kita menjadi kaum mukminin sejati. Ingatlah akan firman Allah SWT, ''(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang merugi.'' (QS Al-Baqarah: 27).
Kita harus memulai dari diri kita untuk menunaikan amanah itu agar terhindar dari sifat munafik yang disebutkan dalam hadis di atas. Terlebih apabila kita menjadi pemimpin baik untuk diri sendiri, keluarga, apalagi pemimpin masyarakat. Mulai dari yang terendah sampai pemimpin negara, mereka harus memegang teguh pendirian bahwa kepemimpinan itu merupakan amanah dari Allah. Kesadaran ini akan membawanya kepada tanggung jawab atas kepemimpinannya itu. Wallahu a'lam bish shawab.
Labels:
Agama
Thursday, 18 March 2010
ANDAI NANTI...
Andai nanti
Ada riang tawa di wajahmu
Kerana tercapai citamu
Lonjakkanlah jiwamu dalam perjuangan
Usah mudah berpuas hatimu
Teruskan ikhtiarmu
Andai nanti
Ada riak duka di wajahmu
Kerana tak tercapai hajatmu
Kuatkanlah jiwamu dalam perjuangan
Jangan kau hentikan jihadmu
Gandakan usahamu
Andai nanti
Ada air matamu kan gugur
Kerana bahagia
Senangkan hatimu dalam perjuangan
Usah kau matikan
Inspirasi nan menyala
Andai nanti
Ada air matamu kan gugur
Kerana kecewa
Tetapkan hatimu dalam perjuangan
Jangan kau padamkan
Semangat nan membara
Biar alam ini sedar
Kau adalah anak juang
Seorang perwira
Di sini kau berdiri
Di sana kejayaan menanti.
Ada riang tawa di wajahmu
Kerana tercapai citamu
Lonjakkanlah jiwamu dalam perjuangan
Usah mudah berpuas hatimu
Teruskan ikhtiarmu
Andai nanti
Ada riak duka di wajahmu
Kerana tak tercapai hajatmu
Kuatkanlah jiwamu dalam perjuangan
Jangan kau hentikan jihadmu
Gandakan usahamu
Andai nanti
Ada air matamu kan gugur
Kerana bahagia
Senangkan hatimu dalam perjuangan
Usah kau matikan
Inspirasi nan menyala
Andai nanti
Ada air matamu kan gugur
Kerana kecewa
Tetapkan hatimu dalam perjuangan
Jangan kau padamkan
Semangat nan membara
Biar alam ini sedar
Kau adalah anak juang
Seorang perwira
Di sini kau berdiri
Di sana kejayaan menanti.
Labels:
Puisi
Wednesday, 17 March 2010
Dzat Pengasih
Wahai Dzat yang memberiku nikmat,
Aku mendekati-Mu dengan dosa
Wahai Dzat yang memberiku rezeki,
Aku mendekati-Mu dengan noda
Wahai Dzat yang memberiku umur,
Aku mendekati-Mu dengan hina
Wahai… Oh Dzat Yang Kuasai diriku
Aku datang dengan nista
Mencari diri yang hilang
Melewati lorong – lorong malam
Tanpa ada kebahagiaan sesungguh
Aku datang dengan dina
Merintis kesendirian…
Menunggu halal keabadian
Menemani hidup…
Mengusir segala resah kesah
Aku mendekati-Mu dengan dosa
Wahai Dzat yang memberiku rezeki,
Aku mendekati-Mu dengan noda
Wahai Dzat yang memberiku umur,
Aku mendekati-Mu dengan hina
Wahai… Oh Dzat Yang Kuasai diriku
Aku datang dengan nista
Mencari diri yang hilang
Melewati lorong – lorong malam
Tanpa ada kebahagiaan sesungguh
Aku datang dengan dina
Merintis kesendirian…
Menunggu halal keabadian
Menemani hidup…
Mengusir segala resah kesah
Tuesday, 16 March 2010
24 Tips Menempuh Kehidupan
1. Jangan tertarik kepada seseorang karena parasnya, sebab keelokan paras dapat menyesatkan. Jangan pula tertarik kepada kekayaannya, karena kekayaan dapat musnah. Tertariklah kepada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum, karena hanya senyum yang dapat membuat hari-hari yang gelap menjadi cerah. Semoga kamu menemukan orang seperti itu.
2. Ada saat-saat dalam hidup ketika kamu sangat merindukan seseorang sehingga ingin hati menjemputnya dari alam mimpi dan memeluknya dalam alam nyata. Semoga kamu memimpikan orang seperti itu.
3. Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan, pergilah ke tempat kamu ingin pergi, jadilah seperti yang kamu inginkan,karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan.
4. Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan yang cukup untuk membuatmu baik hati, cobaan yang cukup untuk membuatmu kuat, kesedihan yang cukup untuk membuatmu manusiawi, pengharapan yang cukup untuk membuatmu bahagia dan uang yang cukup untuk membeli hadiah-hadiah.
5. Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain dibukakan. Tetapi acapkali kita terpaku terlalu lama pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat pintu lain yang dibukakan bagi kita.
6. Sahabat terbaik adalah dia yang dapat duduk berayun-ayun di beranda bersamamu, tanpa mengucapkan sepatah katapun, dan kemudian kamu meninggalkannya dengan perasaan telah bercakap-cakap lama dengannya.
7. Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang kita milik sampai kita kehilangannya, tetapi sungguh benar pula bahwa kita tidak tahu apa yang belum pernah kita miliki sampai kita mendapatkannya.
8. Pandanglah segala sesuatu dari kacamata orang lain. Apabila hal itu menyakitkan hatimu, sangat mungkin hal itu menyakitkan hati orang itupula.
9. Kata-kata yang diucapkan sembarangan dapat menyulut perselisihan. Kata-kata yang kejam dapat menghancurkan suatu kehidupan. Kata-kata yang diucapkan pada tempatnya dapat meredakan ketegangan. Kata-kata yang penuh cinta dapat menyembuhkan dan memberkahi.
10. Awal dari cinta adalah membiarkan orang yang kita cinta menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kita inginkan.Jika tidak, kita hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kita temukan di dalam dia.
11. Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu memiliki hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya.
12. Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dengan beberapa orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas karunia itu.
13. Hanya diperlukan waktu semenit untuk menaksir seseorang, sejam untuk menyukai seseorang dan sehari untuk mencintai seseorang tetapi diperlukan waktu seumur hidup untuk melupakan seseorang.
14. Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis, mereka yang disakiti hatinya, mereka yang mencari dan mereka yang mencoba. Karena hanya mereka itulah yang menghargai pentingnya orang-orang yang pernah hadir dalam hidup mereka.
15. Cinta adalah jika kamu kehilangan rasa, gairah, romantika da masih tetap peduli padanya.
16. Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu dan mendapati pada akhirnya bahwa tidak demikian adanya dan kamu harus melepaskannya.
17. Cinta dimulai dengan sebuah senyuman, bertumbuh dengan sebuah ciuman dan berakhir dengan tetesan air mata.
18. Cinta datang kepada mereka yang masih berharap sekalipun pernah dikecewakan, kepada mereka yang masih percaya sekalipun pernah dikhianati, kepada mereka yang masih mencintai sekalipun pernah disakiti hatinya.
19. Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu,tetapi yang lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan tidak pernah memiliki keberanian untuk mengutarakan cintamu kepadanya.
20. Masa depan yang cerah selalu tergantung kepada masa lalu yang dilupakan, kamu tidak dapat hidup terus dengan baik jika kamu tidak melupakan kegagalan dan sakit hati di masa lalu.
21. Jangan pernah mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba, jangan pernah menyerah jika kamu masih merasa sanggup jangan pernah mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.
22. Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang bukanlah jaminan dia akan membalas cintamu! Jangan mengharapkan balasan cinta, tunggulah sampai cinta berkembang di hatinya, tetapi jika tidak, berbahagialah karena cinta tumbuh dihatimu.
23. Ada hal-hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi tidak akan pernah kamu dengar dari orang yang kamu harapkan untuk mengatakannya. Namun demikian janganlah menulikan telinga untuk mendengar dari orang yang mengatakannya dengan sepenuh hati.
Waktu kamu lahir, kamu menangis dan orang-orang disekelilingmu tersenyum - jalanilah hidupmu sehingga pada waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan orang-orang disekelilingmu menangis. (morris_tyo@yahoo.co.id)
2. Ada saat-saat dalam hidup ketika kamu sangat merindukan seseorang sehingga ingin hati menjemputnya dari alam mimpi dan memeluknya dalam alam nyata. Semoga kamu memimpikan orang seperti itu.
3. Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan, pergilah ke tempat kamu ingin pergi, jadilah seperti yang kamu inginkan,karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan.
4. Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan yang cukup untuk membuatmu baik hati, cobaan yang cukup untuk membuatmu kuat, kesedihan yang cukup untuk membuatmu manusiawi, pengharapan yang cukup untuk membuatmu bahagia dan uang yang cukup untuk membeli hadiah-hadiah.
5. Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain dibukakan. Tetapi acapkali kita terpaku terlalu lama pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat pintu lain yang dibukakan bagi kita.
6. Sahabat terbaik adalah dia yang dapat duduk berayun-ayun di beranda bersamamu, tanpa mengucapkan sepatah katapun, dan kemudian kamu meninggalkannya dengan perasaan telah bercakap-cakap lama dengannya.
7. Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang kita milik sampai kita kehilangannya, tetapi sungguh benar pula bahwa kita tidak tahu apa yang belum pernah kita miliki sampai kita mendapatkannya.
8. Pandanglah segala sesuatu dari kacamata orang lain. Apabila hal itu menyakitkan hatimu, sangat mungkin hal itu menyakitkan hati orang itupula.
9. Kata-kata yang diucapkan sembarangan dapat menyulut perselisihan. Kata-kata yang kejam dapat menghancurkan suatu kehidupan. Kata-kata yang diucapkan pada tempatnya dapat meredakan ketegangan. Kata-kata yang penuh cinta dapat menyembuhkan dan memberkahi.
10. Awal dari cinta adalah membiarkan orang yang kita cinta menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kita inginkan.Jika tidak, kita hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kita temukan di dalam dia.
11. Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu memiliki hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya.
12. Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dengan beberapa orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas karunia itu.
13. Hanya diperlukan waktu semenit untuk menaksir seseorang, sejam untuk menyukai seseorang dan sehari untuk mencintai seseorang tetapi diperlukan waktu seumur hidup untuk melupakan seseorang.
14. Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis, mereka yang disakiti hatinya, mereka yang mencari dan mereka yang mencoba. Karena hanya mereka itulah yang menghargai pentingnya orang-orang yang pernah hadir dalam hidup mereka.
15. Cinta adalah jika kamu kehilangan rasa, gairah, romantika da masih tetap peduli padanya.
16. Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu dan mendapati pada akhirnya bahwa tidak demikian adanya dan kamu harus melepaskannya.
17. Cinta dimulai dengan sebuah senyuman, bertumbuh dengan sebuah ciuman dan berakhir dengan tetesan air mata.
18. Cinta datang kepada mereka yang masih berharap sekalipun pernah dikecewakan, kepada mereka yang masih percaya sekalipun pernah dikhianati, kepada mereka yang masih mencintai sekalipun pernah disakiti hatinya.
19. Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu,tetapi yang lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan tidak pernah memiliki keberanian untuk mengutarakan cintamu kepadanya.
20. Masa depan yang cerah selalu tergantung kepada masa lalu yang dilupakan, kamu tidak dapat hidup terus dengan baik jika kamu tidak melupakan kegagalan dan sakit hati di masa lalu.
21. Jangan pernah mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba, jangan pernah menyerah jika kamu masih merasa sanggup jangan pernah mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.
22. Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang bukanlah jaminan dia akan membalas cintamu! Jangan mengharapkan balasan cinta, tunggulah sampai cinta berkembang di hatinya, tetapi jika tidak, berbahagialah karena cinta tumbuh dihatimu.
23. Ada hal-hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi tidak akan pernah kamu dengar dari orang yang kamu harapkan untuk mengatakannya. Namun demikian janganlah menulikan telinga untuk mendengar dari orang yang mengatakannya dengan sepenuh hati.
Waktu kamu lahir, kamu menangis dan orang-orang disekelilingmu tersenyum - jalanilah hidupmu sehingga pada waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan orang-orang disekelilingmu menangis. (morris_tyo@yahoo.co.id)
Labels:
Agama,
Artikel,
Tip n trik
Monday, 15 March 2010
10 hal yang dapat membatalkan keislaman
Alloh telah mewajibkan bagi seluruh hambanya untuk masuk ke dalam Islam dan berpegang teguh dengan ajaran-Nya dan menjauhi segala sesuatu yang menyimpang darinya. Ia juga telah mengutus Muhammad untuk berdakwah terhadap hal tersebut, dan juga telah mengabarkan bahwa barang siapa yang mengikutinya maka dia telah mendapatkan hidayah, namun barang siapa yang menolak dakwahnya maka ia telah tersesat. Dan Alloh telah memperingatkan dalam banyak ayat-ayat Al-qur'an tentang hal-hal yang menyebabkan segala jenis kesyirikan, kemurtadan dan kekafiran.
Para ulama telah menerangkan dan membahas hukum seorang muslim yang murtad dari agamanya dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab yang membatalkan keislamannya, yang menyebabkan darah dan hartanya menjadi halal dan Ia dinyatakan keluar dari Islam. Namun yang lebih berbahaya dan sering terjadi adalah 10 hal yang dapat membatalkan keislaman yang disebutkan oleh Syeik Muhammad Bin Abdul Wahab serta ulama lainnya. Dan saya akan menjelaskan secara singkat akan hal ini, agar kita berhati-hati dan mengingatkan orang lain dengn harapan agar kita selamat dari hal-hal tersebut.
1. Syirik dalam beribadah kepada Alloh. Firman Alloh,
"sesungguhnya Alloh tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa selain dari syirik itu bagi siapa yang di kehendaki-Nya." (an Nisa': 116).
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Alloh, maka pasti Alloh mengharamkan padanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seseorang penolongpun." (Al Maidah: 72).
Termasuk dalam poin ini adalah berdo'a kepada orang yang sudah mati dan minta bantuan kepada mereka atau bernadzar dan berkurban untuk mereka.
2. Menjadikan sesuatu sebagai perantara dengan Alloh dimana seseorang berdo'a dan meminta syafaat serta bertawakal kepada sesuatu tersebut, orang yang berbuat hal seperti ini telah kafir secara ijma'.
3. Siapa yang tidak mengafirkan orang-orang musrik atau meragukan kekafiran mereka atau membenarkan ajaran mereka. Maka orang yang berkeyakinan seperti ini juga telah kafir.
4. Siapa yang meyakini bahwa petunjuk selain Rasulullah saw lebih sempurna dari petunjuk beliau, atau meyakini bahwa hukum selain hukum beliau lebih baik dari selain hukumnya, seperti orang-orang yang lebih mengutamakan hukum thagut dari hukum Alloh, maka orang yang berkeyakinan seperti ini juga telah kafir.
5. Siapa yang membenci sebagian dari ajaran Rasulullah, meskipun ia tetap mengamalkannya, maka ia telah kafir. Berdasarkan firman Alloh,
"yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Alloh (Al Qur'an) lalu Alloh menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka."
6. Siapa yang memperolok-olok salah satu ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw. Atau memperolok-olok pahala dan siksaan yang diperoleh maka ia juga kafir. Dan dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah firman Alloh,
"Katakanlah wahai (Muhammad), 'Apakah dengan Alloh, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?' tidak usah kalian minta ma'af, karena kalian kafir sesudah beriman." (At Taubah: 65-66)
7. Perbuatan sihir dengan segala bentuknya. Maka barang siapa yang melakukan perbuatan ini dan meridhainya, maka ia telah kafir. Sebagaimana firman Alloh,
"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syetan-syetan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syetan-syetan itulah yang kafir (mengerjakan syihir). Mereka mengajarkan syihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan, 'Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kalian kafir'. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudlarat dengan sihirnya kepada seorangpun kecuali dengan izin Alloh. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudlarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnyaa mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Alloh) dengan sihir itu, tiadalah keuntungan baginya diakhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui." (Al Baqoroh: 102)
8. Mendukung dan membantu orang-orang musrik untuk mencelakakan kaum muslimin. Hal ini dilandasi oleh firman Alloh,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang yahudi dan nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (kalian), sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa diantara kalian mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim."
(Al Maidah: 51)
9. Orang yang meyakini bahwa ada golongan manusia tertentu yang dibolehkan keluar dari syari'ah Muhammad. Maka orang yang meyakini hal ini telah kafir, berdasarkan firman Alloh,
"Di antara ahli kitab ada orang yang jika kalian mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepada kalian dan diantara mereka ada orang yang jika kalian mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepada kalian, kecuali jika kalian selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan, 'tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi.' Mereka berkata dusta terhadap Alloh, padahal mereka mengetahui." (Al Imran: 75)
10. Berpaling dari agama Alloh dengan wujud tidak mempelajarinya dan tidak mengamalkannya. Didasarkan pada firman Alloh,
"Dan siapakah yang lebih zhalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat tuhan-Nya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa." (As Sajdah: 32).
Dan tidak ada perbedaan antara pelaku-pelaku sepuluh hal tersebut diatas, baik ia dalam keadaan main-main, bersungguh-sungguh, atau karena takut ketika melakukannya -kecuali orang yang dipaksa untuk melakukannya-. Semuanya adalah bahaya yang sangat besar dan sangat sering terjadi. Maka hendaknya setiap muslim dapat menghindarinya dan selalu menghawatirkan dirinya dari hal-hal tersebut. Kita kemudian berlindung kepada Alloh dari segala sesuatu yang dapat mendatangkan kemurkaan dan adzabnya yang sangat pedih. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah atas manusia terbaik, Muhammad serta atas para kerabat dan sahabatnya.
Para ulama telah menerangkan dan membahas hukum seorang muslim yang murtad dari agamanya dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab yang membatalkan keislamannya, yang menyebabkan darah dan hartanya menjadi halal dan Ia dinyatakan keluar dari Islam. Namun yang lebih berbahaya dan sering terjadi adalah 10 hal yang dapat membatalkan keislaman yang disebutkan oleh Syeik Muhammad Bin Abdul Wahab serta ulama lainnya. Dan saya akan menjelaskan secara singkat akan hal ini, agar kita berhati-hati dan mengingatkan orang lain dengn harapan agar kita selamat dari hal-hal tersebut.
1. Syirik dalam beribadah kepada Alloh. Firman Alloh,
"sesungguhnya Alloh tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa selain dari syirik itu bagi siapa yang di kehendaki-Nya." (an Nisa': 116).
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Alloh, maka pasti Alloh mengharamkan padanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seseorang penolongpun." (Al Maidah: 72).
Termasuk dalam poin ini adalah berdo'a kepada orang yang sudah mati dan minta bantuan kepada mereka atau bernadzar dan berkurban untuk mereka.
2. Menjadikan sesuatu sebagai perantara dengan Alloh dimana seseorang berdo'a dan meminta syafaat serta bertawakal kepada sesuatu tersebut, orang yang berbuat hal seperti ini telah kafir secara ijma'.
3. Siapa yang tidak mengafirkan orang-orang musrik atau meragukan kekafiran mereka atau membenarkan ajaran mereka. Maka orang yang berkeyakinan seperti ini juga telah kafir.
4. Siapa yang meyakini bahwa petunjuk selain Rasulullah saw lebih sempurna dari petunjuk beliau, atau meyakini bahwa hukum selain hukum beliau lebih baik dari selain hukumnya, seperti orang-orang yang lebih mengutamakan hukum thagut dari hukum Alloh, maka orang yang berkeyakinan seperti ini juga telah kafir.
5. Siapa yang membenci sebagian dari ajaran Rasulullah, meskipun ia tetap mengamalkannya, maka ia telah kafir. Berdasarkan firman Alloh,
"yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Alloh (Al Qur'an) lalu Alloh menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka."
6. Siapa yang memperolok-olok salah satu ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw. Atau memperolok-olok pahala dan siksaan yang diperoleh maka ia juga kafir. Dan dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah firman Alloh,
"Katakanlah wahai (Muhammad), 'Apakah dengan Alloh, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?' tidak usah kalian minta ma'af, karena kalian kafir sesudah beriman." (At Taubah: 65-66)
7. Perbuatan sihir dengan segala bentuknya. Maka barang siapa yang melakukan perbuatan ini dan meridhainya, maka ia telah kafir. Sebagaimana firman Alloh,
"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syetan-syetan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syetan-syetan itulah yang kafir (mengerjakan syihir). Mereka mengajarkan syihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan, 'Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kalian kafir'. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudlarat dengan sihirnya kepada seorangpun kecuali dengan izin Alloh. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudlarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnyaa mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Alloh) dengan sihir itu, tiadalah keuntungan baginya diakhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui." (Al Baqoroh: 102)
8. Mendukung dan membantu orang-orang musrik untuk mencelakakan kaum muslimin. Hal ini dilandasi oleh firman Alloh,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang yahudi dan nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (kalian), sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa diantara kalian mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim."
(Al Maidah: 51)
9. Orang yang meyakini bahwa ada golongan manusia tertentu yang dibolehkan keluar dari syari'ah Muhammad. Maka orang yang meyakini hal ini telah kafir, berdasarkan firman Alloh,
"Di antara ahli kitab ada orang yang jika kalian mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepada kalian dan diantara mereka ada orang yang jika kalian mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepada kalian, kecuali jika kalian selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan, 'tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi.' Mereka berkata dusta terhadap Alloh, padahal mereka mengetahui." (Al Imran: 75)
10. Berpaling dari agama Alloh dengan wujud tidak mempelajarinya dan tidak mengamalkannya. Didasarkan pada firman Alloh,
"Dan siapakah yang lebih zhalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat tuhan-Nya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa." (As Sajdah: 32).
Dan tidak ada perbedaan antara pelaku-pelaku sepuluh hal tersebut diatas, baik ia dalam keadaan main-main, bersungguh-sungguh, atau karena takut ketika melakukannya -kecuali orang yang dipaksa untuk melakukannya-. Semuanya adalah bahaya yang sangat besar dan sangat sering terjadi. Maka hendaknya setiap muslim dapat menghindarinya dan selalu menghawatirkan dirinya dari hal-hal tersebut. Kita kemudian berlindung kepada Alloh dari segala sesuatu yang dapat mendatangkan kemurkaan dan adzabnya yang sangat pedih. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah atas manusia terbaik, Muhammad serta atas para kerabat dan sahabatnya.
Sunday, 14 March 2010
Apa Warisan Rasulullah saw.?
Selamat! Kamu mendapat warisan Rp 1 miliar!” Waaaah, pasti kamu nggak percaya kalo dapat kabar seperti ini. Menganggap lagi mimpi dan buru-buru pengen cepat bangun. Kenapa nggak percaya? Karena duit segitu tuh banyak banget. Nggak nyangka aja bakalan dapetin warisan, gitu lho. Tapi kalo emang itu adalah kenyataan, ya terima saja. Kali aja dirimu jadi ahli waris dari ortumu yang ngedadak kaya karena dapet undian, terus saking kagetnya meninggal. Jadi deh kamu ahli warisnya. Siapa tahu kan? Ih, tapi amit-amit deh dapetin duit banyak juga kalo harus kehilangan ortu mah. Tul nggak?
Tapi intinya, mendapatkan warisan tuh senang. Apalagi sebanyak itu pasti senangnya berlipat-lipat banget kan? Pasti gembira sekali. Hmm.. ini wajar banget kok. Sebab, siapa sih yang nggak senang dapetin harta, apalagi melimpah begitu? But, kalo warisannya berupa harta sih, sehari aja bisa habis kok. Entah ada yang ngerampok atau kamu langsung borong sembako, beli rumah, beli mobil dan macem-macem. Sampe puas. Kalo pun nggak sehari habis, tapi cepat atau lambat pasti habis juga kalo nggak bisa ngelolanya.
Eit, cukup prolognya ya jangan ngayal dan jangan keterusan ngomongin soal ini. Dua paragraf pembuka tadi sekadar cantolan aja dari pembahasan utama kita pada edisi pekan ini. Yup, intinya kita emang bakalan ngomongin soal warisan, tapi bukan warisan berupa harta, gitu lho.
Lalu warisan apa? Yes, mari kita bicara soal warisan Rasulullah saw. untuk kaum muslimin. Untuk kita-kita yang emang meneladani beliau dalam seluruh aspek kehidupan. Nah, Rasulullah saw. sebenarnya udah ngasih warisan yang nggak bikin kita sesat kalo kita mau mengamalkan warisan yang harganya nggak bisa ditukar dengan duit Rp 1 miliar atau berapa pun besarnya.
Sobat, apa yang diwariskan oleh Rasulullah saw. kepada kita? Beliau saw. bersabda:
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
“Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada keduanya; Kitabullah dan Sunnah nabiNya,” (HR Imam Malik)
Kalo membaca hadis ini, kayaknya nggak ada yang aneh deh. Maksudnya? Iya, maksudnya al-Quran dan as-Sunnah adalah dua istilah yang udah kita kenal sejak pertama kali ngaji. Cuma yang jadi masalah tuh, sejauh mana sih kita mau ngerti dan mengamalkan ajaran-ajaran di dalamnya yang udah diwariskan oleh Rasulullah saw. itu. Iya nggak sih? Sebab, praktiknya sih kaum muslimin malah banyak yang ngamalin ajaran yang bukan warisan dari Rasulullah saw. Mau bukti? Yuk kita bahas sama-sama.
Nasionalisme warisan Rasulullah saw.?
No! No! Salah banget, Bro. Rasulullah saw. sama sekali nggak nyuruh kita menjadikan nasionalisme sebagai bagian dari pandangan hidup kita. Ya, Rasulullah saw. mengecam mereka yang mengamalkannya. Beliau saw. bersabda: “Bukan golongan kami yang menyeru pada ashabiyyah, berperang karena ashabiyyah dan mati karena ashabiyyah.” (HR Abu Daud)
Oya, dalam hadis ini disebut dengan istilah ashabiyyah. Apa itu ashabiyyah? Ashabiyyah artinya semangat golongan. Sekarang-sekarang kita suka dengar istilah itu dengan nama sukuisme, patriotisme, nasionalisme. Pokoknya ashabiyyah itu adalah bangga terhadap kelompoknya, sukunya, atawa negaranya melebihi kebanggaannya kepada Islam.
Kabilah-kabilah di wilayah Arab pada masa jahiliyah acapkali membanggakan kelompok masing-masing. Termasuk kalo ada kabilah yang kebetulan lebih maju dari kabilahnya, mereka suka iri, lalu menebar dendam dan terjadilah perang. Idih, hina banget ya? Cuma persoalan sepele kok ribut. Aneh ya?
Sepanjang abad kelima, salah satu perang yang sangat terkenal alah Harb al-Basus, yang disebabkan oleh terbunuhnya unta bernama Basus milik seorang tua dari Bani Bakr. Perang ini berlangsung selama 30 tahun dan masing-masing saling menyerang, merampas, dan membunuh. Harb Dahis wa’l Ghabraa timbul karena ketidak-jujuran dalam suatu pacuan kuda antara Suku Abs dan Dhabyan di Arabia Tengah. Perang ini berlangsung sampai beberapa waktu. Kedua Suku Aus dan Khazraj di Yastrib (sekarang Madinah) juga terlibat dalam Harb al Bu’ath (Perang Bu’ath), dan di Mekkah Suku Quraisy dan sekutunya, Bani Kinanah, berperang dengan Suku Hawazin dalam perang Harb al-Fujjar (Akar Nasionalisme di Dunia Islam, hlm. 14).
Rasulullah saw, baginda kita bersabda saat terjadi peristiwa perang yang mengusung semangat antar golongan: “Wahai kaum muslimin, ingatlah Allah, ingatlah Allah. Apakah kalian akan bertindak seperti para penyembah berhala saat aku hadir di tengah kalian dan Allah telah menunjuki kalian dengan Islam; yang karena itulah kalian menjadi mulia dan menjauhkan diri dari paganisme, menjauhkan kalian dari kekufuran dan menjadikan kalian bersaudara karenanya?”
So, jangan sampe kita membela kelompok yang menyerukan semangat golongan. Padahal seharusnya kita membela kelompok, dimana dasar pembelaan kita adalah karena ikatan akidah Islam. Bukan yang lain. Sebab, inilah yang diperintahkan oleh Allah Swt. dalam firmanNya:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Berpegang teguhlah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai. Ingatlah akan nikmat Allah ketika kalian dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan hingga Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian, karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada kalian agar kalian mendapat petunjuk. (QS Ali Imrân [3]: 103)
So, kalo sekarang seorang muslim semangat banget memperingati berdirinya negara atas dasar nasionalisme, bahkan penuh perjuangan membela dan mempertahankan ikatan nasionalisme ini, berarti emang udah nggak nganggap Islam sebagai warisan pandangan hidup yang wajib dijaga dan dipertahankan. Atau minimal banget dirinya tidak tahu masalah yang sebenarnya karena nggak pernah mempelajari Islam dengan benar dan baik. Lebih kenal dengan nasionalisme ketimbang dengan Islam. Sungguh memprihatinkan, Bro!
Demokrasi warisan Rasulullah saw.?
Sumpah. Nggak banget. Salah besar kalo Rasulullah saw. mewariskan demokrasi kepada kita. Justru demokrasi itu bertentangan dan bahkan menentang Islam.
Sobat, asas dari ideologi Kapitalisme adalah Sekularisme. Nah, sekularisme ini merupakan dasar bagi semua penyelesaian yang ditetapin sama Kapitalisme lho. Sekaligus juga Sekularisme menjadi asas bagi setiap pemikiran yang dicetuskan oleh Kapitalisme. Sebenarnya sih, sekularisme yang emang lahir dari sebuah proses kompromi ini telah memberikan suatu anggapan bahwa manusia adalah tuan bagi dirinya sendiri.
Hal ini nggak akan bisa terealisasi kecuali jika manusia diberikan kebebasan dan dilepaskan dari segala ikatan. Dari sini, lahirlah kemudian ide kebebasan (liberalisme) yang selanjutnya menjadi sesuatu yang inheren alias melekat dalam ideologi Kapitalisme. Dari ide kebebasan ini, pada gilirannya, lahirlah konsep demokrasi; sebuah konsep yang menghendaki manusia steril dari intervensi pengaturan pihak lain (baca: agama atau Tuhan), sekaligus menghendaki agar manusia diberikan kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri.
Sederhananya gini deh. Sekularisme itu akidahnya Kapitalisme. Sementara mesin politiknya untuk menggerakkan sistem Kapitalisme ini adalah demokrasi. Sebagaimana sejarahnya, demokrasi itu bukan berasal dari ajaran Islam. Tapi, mengapa sebagian besar kaum muslimin lebih suka mewarisi aturan buatan manusia ini ketimbang aturan buatan Allah Swt.? Mengapa lebih memilih warisan Voltaire dan Montesque ketimbang warisan Rasulullah saw.? Sungguh terlalu!
Akibat menjadikan demokrasi sebagai pandangan hidup di seluruh dunia (termasuk di negeri-negeri kaum muslimin), kini sudah biasa kita lihat orang bebas berbuat apa saja atas nama HAM (Hak Asasi Manusia) yang memang dinaungi oleh demokrasi. Seks bebas sudah marak, korupsi jadi budaya, kriminalitas tiada henti, perzinaan yang dilindungi (baca: lokalisasi pelacuran), dan banyak masalah manusia yang lahir akibat diterapkannya demokrasi bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Celaka dua belas!
Pilih warisan Rasulullah saw. or penjajah?
Sobat, semoga kita mulai sadar dengan kondisi kita saat ini. Benarkah dalam praktik kehidupan sehari-hari kita udah menjadikan warisan Rasulullah saw. (yakni Islam) sebagai pedoman hidup kita atau malah sebaliknya menjadikan warisan penjajah negeri ini (Belanda) sebagai pedoman hidup kita?
Setiap tahun masyarakat Indonesia merayakan HUT Kemerdekaan negeri ini. Merasa udah merdeka dan merasa udah bebas dari tekanan penjajahan. But, kayaknya kita banyak lupa atau malah melupakan kalo yang namanya penjajahan bukan cuma secara fisik, tapi juga secara ideologi, hukum, pemerintahan, sosial, budaya, ekonomi dan politik. Nyatanya? Sungguh kita pantas bersedih karena negeri ini—meski ngaku-ngaku merdeka dari penjajahan secara fisik—ternyata masih menjadi hamba penjajah. Buktinya apa? KUHP alias Kitab Undang-Undang Hukum Pidana misalnya, masih setia dipake untuk ngatur kehidupan negeri ini. Demokrasi menjadi konsep politik yang diyakini kebenarannya, bahkan diperjuangkan oleh tokoh-tokoh muslim. Lha, masih cinta sama penjajah dan rela dijajah rupanya. Piye iki? Dapat imbalan apa sih kalo bela-belain demokrasi? Jabatan? Harta? Hmm.. jangan sampe syahadat kita tak berkutik di hadapan demokrasi.
Pantesan aja kita banyak yang tersesat saat ini dan kehidupan kita ancur-ancuran karena nggak menjadikan Islam yang merupakan warisan Rasulullah saw. sebagai pandangan hidup kita (ideologi negara). Justru malah menjadikan warisan penjajah sebagai the way of life. Cinta dan ketaatan kita bukan kepada Allah Swt. dan RasulNya kalo tetap menjadikan demokrasi sebagai pedoman hidup kita dan sekularisme sebagai akidah kita. Yuk, ada baiknya kita renungkan firman Allah Swt.: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaahaa [20]: 124)
Ah, jangan harap kita bisa lepas dari penderitaan ini jika masih setia dengan kebodohan kita mempertahankan (dan bahkan memperjuangkan) demokrasi, sekularisme, nasionalisme, dan kapitalisme ini. Mimpi kali!
Tapi intinya, mendapatkan warisan tuh senang. Apalagi sebanyak itu pasti senangnya berlipat-lipat banget kan? Pasti gembira sekali. Hmm.. ini wajar banget kok. Sebab, siapa sih yang nggak senang dapetin harta, apalagi melimpah begitu? But, kalo warisannya berupa harta sih, sehari aja bisa habis kok. Entah ada yang ngerampok atau kamu langsung borong sembako, beli rumah, beli mobil dan macem-macem. Sampe puas. Kalo pun nggak sehari habis, tapi cepat atau lambat pasti habis juga kalo nggak bisa ngelolanya.
Eit, cukup prolognya ya jangan ngayal dan jangan keterusan ngomongin soal ini. Dua paragraf pembuka tadi sekadar cantolan aja dari pembahasan utama kita pada edisi pekan ini. Yup, intinya kita emang bakalan ngomongin soal warisan, tapi bukan warisan berupa harta, gitu lho.
Lalu warisan apa? Yes, mari kita bicara soal warisan Rasulullah saw. untuk kaum muslimin. Untuk kita-kita yang emang meneladani beliau dalam seluruh aspek kehidupan. Nah, Rasulullah saw. sebenarnya udah ngasih warisan yang nggak bikin kita sesat kalo kita mau mengamalkan warisan yang harganya nggak bisa ditukar dengan duit Rp 1 miliar atau berapa pun besarnya.
Sobat, apa yang diwariskan oleh Rasulullah saw. kepada kita? Beliau saw. bersabda:
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
“Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada keduanya; Kitabullah dan Sunnah nabiNya,” (HR Imam Malik)
Kalo membaca hadis ini, kayaknya nggak ada yang aneh deh. Maksudnya? Iya, maksudnya al-Quran dan as-Sunnah adalah dua istilah yang udah kita kenal sejak pertama kali ngaji. Cuma yang jadi masalah tuh, sejauh mana sih kita mau ngerti dan mengamalkan ajaran-ajaran di dalamnya yang udah diwariskan oleh Rasulullah saw. itu. Iya nggak sih? Sebab, praktiknya sih kaum muslimin malah banyak yang ngamalin ajaran yang bukan warisan dari Rasulullah saw. Mau bukti? Yuk kita bahas sama-sama.
Nasionalisme warisan Rasulullah saw.?
No! No! Salah banget, Bro. Rasulullah saw. sama sekali nggak nyuruh kita menjadikan nasionalisme sebagai bagian dari pandangan hidup kita. Ya, Rasulullah saw. mengecam mereka yang mengamalkannya. Beliau saw. bersabda: “Bukan golongan kami yang menyeru pada ashabiyyah, berperang karena ashabiyyah dan mati karena ashabiyyah.” (HR Abu Daud)
Oya, dalam hadis ini disebut dengan istilah ashabiyyah. Apa itu ashabiyyah? Ashabiyyah artinya semangat golongan. Sekarang-sekarang kita suka dengar istilah itu dengan nama sukuisme, patriotisme, nasionalisme. Pokoknya ashabiyyah itu adalah bangga terhadap kelompoknya, sukunya, atawa negaranya melebihi kebanggaannya kepada Islam.
Kabilah-kabilah di wilayah Arab pada masa jahiliyah acapkali membanggakan kelompok masing-masing. Termasuk kalo ada kabilah yang kebetulan lebih maju dari kabilahnya, mereka suka iri, lalu menebar dendam dan terjadilah perang. Idih, hina banget ya? Cuma persoalan sepele kok ribut. Aneh ya?
Sepanjang abad kelima, salah satu perang yang sangat terkenal alah Harb al-Basus, yang disebabkan oleh terbunuhnya unta bernama Basus milik seorang tua dari Bani Bakr. Perang ini berlangsung selama 30 tahun dan masing-masing saling menyerang, merampas, dan membunuh. Harb Dahis wa’l Ghabraa timbul karena ketidak-jujuran dalam suatu pacuan kuda antara Suku Abs dan Dhabyan di Arabia Tengah. Perang ini berlangsung sampai beberapa waktu. Kedua Suku Aus dan Khazraj di Yastrib (sekarang Madinah) juga terlibat dalam Harb al Bu’ath (Perang Bu’ath), dan di Mekkah Suku Quraisy dan sekutunya, Bani Kinanah, berperang dengan Suku Hawazin dalam perang Harb al-Fujjar (Akar Nasionalisme di Dunia Islam, hlm. 14).
Rasulullah saw, baginda kita bersabda saat terjadi peristiwa perang yang mengusung semangat antar golongan: “Wahai kaum muslimin, ingatlah Allah, ingatlah Allah. Apakah kalian akan bertindak seperti para penyembah berhala saat aku hadir di tengah kalian dan Allah telah menunjuki kalian dengan Islam; yang karena itulah kalian menjadi mulia dan menjauhkan diri dari paganisme, menjauhkan kalian dari kekufuran dan menjadikan kalian bersaudara karenanya?”
So, jangan sampe kita membela kelompok yang menyerukan semangat golongan. Padahal seharusnya kita membela kelompok, dimana dasar pembelaan kita adalah karena ikatan akidah Islam. Bukan yang lain. Sebab, inilah yang diperintahkan oleh Allah Swt. dalam firmanNya:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Berpegang teguhlah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai. Ingatlah akan nikmat Allah ketika kalian dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan hingga Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian, karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada kalian agar kalian mendapat petunjuk. (QS Ali Imrân [3]: 103)
So, kalo sekarang seorang muslim semangat banget memperingati berdirinya negara atas dasar nasionalisme, bahkan penuh perjuangan membela dan mempertahankan ikatan nasionalisme ini, berarti emang udah nggak nganggap Islam sebagai warisan pandangan hidup yang wajib dijaga dan dipertahankan. Atau minimal banget dirinya tidak tahu masalah yang sebenarnya karena nggak pernah mempelajari Islam dengan benar dan baik. Lebih kenal dengan nasionalisme ketimbang dengan Islam. Sungguh memprihatinkan, Bro!
Demokrasi warisan Rasulullah saw.?
Sumpah. Nggak banget. Salah besar kalo Rasulullah saw. mewariskan demokrasi kepada kita. Justru demokrasi itu bertentangan dan bahkan menentang Islam.
Sobat, asas dari ideologi Kapitalisme adalah Sekularisme. Nah, sekularisme ini merupakan dasar bagi semua penyelesaian yang ditetapin sama Kapitalisme lho. Sekaligus juga Sekularisme menjadi asas bagi setiap pemikiran yang dicetuskan oleh Kapitalisme. Sebenarnya sih, sekularisme yang emang lahir dari sebuah proses kompromi ini telah memberikan suatu anggapan bahwa manusia adalah tuan bagi dirinya sendiri.
Hal ini nggak akan bisa terealisasi kecuali jika manusia diberikan kebebasan dan dilepaskan dari segala ikatan. Dari sini, lahirlah kemudian ide kebebasan (liberalisme) yang selanjutnya menjadi sesuatu yang inheren alias melekat dalam ideologi Kapitalisme. Dari ide kebebasan ini, pada gilirannya, lahirlah konsep demokrasi; sebuah konsep yang menghendaki manusia steril dari intervensi pengaturan pihak lain (baca: agama atau Tuhan), sekaligus menghendaki agar manusia diberikan kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri.
Sederhananya gini deh. Sekularisme itu akidahnya Kapitalisme. Sementara mesin politiknya untuk menggerakkan sistem Kapitalisme ini adalah demokrasi. Sebagaimana sejarahnya, demokrasi itu bukan berasal dari ajaran Islam. Tapi, mengapa sebagian besar kaum muslimin lebih suka mewarisi aturan buatan manusia ini ketimbang aturan buatan Allah Swt.? Mengapa lebih memilih warisan Voltaire dan Montesque ketimbang warisan Rasulullah saw.? Sungguh terlalu!
Akibat menjadikan demokrasi sebagai pandangan hidup di seluruh dunia (termasuk di negeri-negeri kaum muslimin), kini sudah biasa kita lihat orang bebas berbuat apa saja atas nama HAM (Hak Asasi Manusia) yang memang dinaungi oleh demokrasi. Seks bebas sudah marak, korupsi jadi budaya, kriminalitas tiada henti, perzinaan yang dilindungi (baca: lokalisasi pelacuran), dan banyak masalah manusia yang lahir akibat diterapkannya demokrasi bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Celaka dua belas!
Pilih warisan Rasulullah saw. or penjajah?
Sobat, semoga kita mulai sadar dengan kondisi kita saat ini. Benarkah dalam praktik kehidupan sehari-hari kita udah menjadikan warisan Rasulullah saw. (yakni Islam) sebagai pedoman hidup kita atau malah sebaliknya menjadikan warisan penjajah negeri ini (Belanda) sebagai pedoman hidup kita?
Setiap tahun masyarakat Indonesia merayakan HUT Kemerdekaan negeri ini. Merasa udah merdeka dan merasa udah bebas dari tekanan penjajahan. But, kayaknya kita banyak lupa atau malah melupakan kalo yang namanya penjajahan bukan cuma secara fisik, tapi juga secara ideologi, hukum, pemerintahan, sosial, budaya, ekonomi dan politik. Nyatanya? Sungguh kita pantas bersedih karena negeri ini—meski ngaku-ngaku merdeka dari penjajahan secara fisik—ternyata masih menjadi hamba penjajah. Buktinya apa? KUHP alias Kitab Undang-Undang Hukum Pidana misalnya, masih setia dipake untuk ngatur kehidupan negeri ini. Demokrasi menjadi konsep politik yang diyakini kebenarannya, bahkan diperjuangkan oleh tokoh-tokoh muslim. Lha, masih cinta sama penjajah dan rela dijajah rupanya. Piye iki? Dapat imbalan apa sih kalo bela-belain demokrasi? Jabatan? Harta? Hmm.. jangan sampe syahadat kita tak berkutik di hadapan demokrasi.
Pantesan aja kita banyak yang tersesat saat ini dan kehidupan kita ancur-ancuran karena nggak menjadikan Islam yang merupakan warisan Rasulullah saw. sebagai pandangan hidup kita (ideologi negara). Justru malah menjadikan warisan penjajah sebagai the way of life. Cinta dan ketaatan kita bukan kepada Allah Swt. dan RasulNya kalo tetap menjadikan demokrasi sebagai pedoman hidup kita dan sekularisme sebagai akidah kita. Yuk, ada baiknya kita renungkan firman Allah Swt.: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaahaa [20]: 124)
Ah, jangan harap kita bisa lepas dari penderitaan ini jika masih setia dengan kebodohan kita mempertahankan (dan bahkan memperjuangkan) demokrasi, sekularisme, nasionalisme, dan kapitalisme ini. Mimpi kali!
Saturday, 13 March 2010
Pemilihan Putri Muslimah, Haruskah?
Menjamurnya festival pencarian idola dan pemilihan model banyak menarik perhatian dan minat remaja putri. Mulai dari pemilihan gadis sampul majalah remaja, foto model iklan produk kecantikan, hingga festival daerah macam Abang-None atau Mojang-Jajaka. Tak hanya di atas panggung, kemasan program kontes ‘ratu-ratu’-an juga santer merambah layar kaca. Seperti pemilihan putri Indonesia atau Miss Indonesia yang jadi hajatan resmi tahunan negeri ini.
Udah bisa dipastiin kalo kaum hawa yang daftar acara kontes ‘ratu-ratu’-an di atas pasti bejibun. Soalnya para gadis belia suka rajin daftar sana-sini-sono biar bisa ngikut pemilihan model dan bintang layar kaca. Siapa tahu kepilih. Apalagi, para biro iklan dan agen-agen model paling getol nyari calon bintang di kegiatan yang menampilkan gadis-gadis cantik ini. Atau malah mereka yang sengaja mensponsori untuk menjaring bintang-bintang muda yang berbakat dan tentu saja menjual. Bisa jadi kan? Ya, bisa-bisa aja!
Meski 3 B alias Brain (kepintaran), Beauty (kecantikan) dan Behavior (perilaku) yang selalu dijadikan standar untuk memilih sang pemenang, tetep aja ukuran kecantikan selalu jadi prioritas. Lantaran kontes pemilihan wanita-wanita cantik ini tak bisa dilepaskan dari bisnis entertaintment, showbiz, dan commercial yang tentu saja menomorsatukan penampilan fisik dibanding yang lain.
Walhasil, para peserta kontes bakal dituntut untuk tampil all out kalo pengen dinobatkan sebagai pemenang. Berani berlenggak-lenggok memamerkan parasnya yang cantik, bodinya yang aduhai, serta busana seksinya untuk memikat para dewan juri, pencari bakat dari biro iklan, atau agen-agen model. Yang dihargai dari seorang wanita hanya penampilan fisik yang mampu menggoda lawan jenisnya. Idih, rendah banget. Kasihan deh!
‘3B’ plus Belief...
Awalnya, keprihatinan terhadap banyaknya acara pemilihan idola atau kontes putri-putrian yang tidak islami yang dirasakan oleh Mark Sungkar dan Ratih Sanggarwati. Kemudian, lahirlah gagasan untuk menggelar kontes Pemilihan Putri Muslimah Indonesia (PPMI). Ajang ini bakal dikemas sebagai sebuah kontes untuk memilih sosok wanita Muslim yang merepresentasikan karakter Muslimah sejati. (Republika, 28/04/06).
Kayak gimana sih sosok muslimah yang dikehendaki? Ketua PPMI, Mark Sungkar, memastikan dewan juri akan lebih memfokuskan penilaian terhadap pola pikirnya, akhlaknya, dan juga kehidupan rohaninya. Salah satu panitia, Ratih Sanggarwati, juga menegaskan “Penilaian fisik memang ada, tapi bukan yang utama.”.
Untuk itu, syarat yang diajukan panitia terhadap calon-calon kandidat lumayan ketat. Para peserta wajib berjilbab (atau berkerudung yang dimaksud panitia? Soalnya kerudung itu bukan jilbab, beda lho!) dalam keseharian. Nggak cuma saat kontes berlangsung, secara akademis berprestasi, shaleh, memiliki akhlak yang baik, dan peduli lingkungan. Dengan begitu, diharapkan ajang ini mampu melahirkan ikon Muslimah sejati yang nantinya bisa menjadi daiyah atau mubalighah untuk memperkenalkan kehidupan Islam bagi generasinya. Hmm...boleh juga tuh. But, bener nggak nih tujuannya?
Menanggapi rencana pemilihan Puteri Muslimah Indonesia, Ketua PP Aisyiyah, Siti Chamamah, menyatakan, para pesertanya haruslah sosok yang memiliki keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Dan yang terpenting, penilaian fisik tidak dijadikan patokan utama.
Sementara itu menurut salah satu Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama, Gefarina Djohan, “Panitia harus membuat standar penilaian yang sangat jelas dan berbeda dari ajang sejenis untuk membuat masyarakat paham bahwa ajang ini memang berbeda. Jangan sampai kriterianya sama namun hanya dibedakan oleh peserta yang memakai jilbab saja, karena kalau seperti ini yang tidak ada bedanya”.
Ia mengingatkan, jangan sampai ajang ini hanya menjadi ajang untuk fashion show dan sejenisnya. Selama pemilihan itu masih berkutat pada persoalan busana dan fisik, “Menurut saya acara ini tidak perlu digelar, kalaupun digelar, ganti saja judulnya jadi Pemilihan Puteri Berbusana Muslimah,” ujar Gefa. Moga-moga panita nggak lupa atau pura-pura lupa ya ama pesan ini.
Serupa tapi tak sama
Sobat muda muslim, sebelum PPMI, ajang serupa yang islami juga telah beberapa kali digelar. Meski kemasan acara dan target pesertanya berbeda, tapi latar belakang kelahirannya setali tiga uang. Sama-sama berangkat dari keprihatinan terhadap program talent remaja yang tidak islami. Sehingga menghadirkan program alternatif bagi generasi muda Islam untuk menggali potensinya. Gitchu!
Bagi remaja putra, pernah ada FNI alias Festival Nasyid Indonesia yang dilaunching 23 Juni 2004 silam. Atau Nasyid Tausyiah dan Qiraah (NTQ) yang digelar tanggal 7 Oktober hingga 4 November 2004. Sempet ada juga, ajang Dakwah TPI yang digelar Juni 2005 lalu. Sementara buat yang putri, Lembaga Pendidikan Ratih Sang (LPRS) pernah menggelar Pemilihan Top Model Muslimah Indonesia pada September 2005.
Sayangnya, sampe sekarang gaung acara-acara islami di atas kian menghilang ditelan acara sejenis yang tidak islami. Syiarnya cuma kedengeran saat pagelaran aja. Selepas itu, jejaknya seolah hilang terbawa angin. Padahal, ‘ongkos’ tenaga, waktu, pikiran, dan materi yang dikeluarin untuk acara-acara Islami ini nggak sedikit lho. Untuk menggelar FNI aja, ongkos produksinya dari mulai penginapan peserta festival (di Raffles Hill, yang pernah dipake peserta AFI 1-3), hingga ditayangkan di layar kaca, kata Manajer Nondrama Indosiar, Jufipriyanto, sekitar Rp 1 Miliar. (Koran Tempo, 17 Oktober 2004). Weleh....weleh...!
Dari yang udah-udah, acara model gini akhirnya hanya sebatas ekstravaganza aja. Sedikit sekali manfaatnya untuk kebangkitan umat. Yang sampe ke masyarakat nggak jauh dari simbol-simbol Islami yang identik dengan kerudung, jilbab, nasyid, atau pesan moral dari para dai. Terus, gimana dengan PPMI?
Awas terjebak tabarruj
Seperti halnya Ibu Gefarina Djohan, kita juga jadi khawatir dengan PPMI yang bakal digelar ini. Jangan-jangan malah nggak ada bedanya dengan Pemilihan Putri Indonesia dsb. Cuma jadi ajang fashion show ala Muslimah dengan busananya yang menutup aurat. Padahal acara fashion show kan udah jelas-jelas mengandung unsur tabarruj yang dibenci Allah dan RasulNya. Belon tahu tabarruj?
Gini, asal ‘Tabarruj’ di ambil dari kata al-buruj yang berarti bangunan benteng, istana, atau menara yang menjulang tinggi. Wanita yang bertabarruj berarti dia menampakkan tinggi-tinggi kecantikannya, sebagaimana benteng atau istana atau menara yang menjulang tinggi-tinggi. (Tabarruj, Ni’mah Rasyid Ridha)
Dengan kata lain, tabarruj adalah menampakkan keelokan tubuh dan kecantikan wajah berikut pesonanya. Atau seperti kata Imam al-Bukhari, ‘Tabarruj adalah perbuatan wanita yang memamerkan segala kecantikan miliknya”.
Dalam ajang PPMI atau sejenisnya, para peserta bisa terjebak dalam perlombaan bertabarruj-ria. Seislami apa pun syarat yang diajukan bagi peserta kontes, ujungnya mereka kudu berlenggak-lenggok di atas ‘kucing berjalan’ alias cat walk memamerkan busana Muslimah dan tentu saja kecantikan wajahnya untuk memperebutkan perhatian dewan juri layaknya peragawati.
Kondisi ini diperparah oleh dunia fashion yang telah memodifikasi busana muslimah dengan aneka hiasannya menjadi alat untuk mempercantik diri yang menjadi daya tarik bagi kaum laki-laki. Udah nggak terlalu mikirin apa modelnya sempurna sesuai syariat atau nggak, yang penting tren, unik, cantik, dan beda. Nggak masalah sih kalo busana muslimah itu dipake dihadapan suami atau mahramnya, lha ini sengaja dipamerkan di ruang publik. Berabe Sis! Sumpah!
Rasulullah saw. bersabda: “”Wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka melenggak-lenggokkan tubuhnya dan kepalanya bagai punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan keharumannya, meskipun harum surga itu dapat dicium dari jarak sekian dan sekian.” (HR Muslim)
Muslimah sejati; cerdas dan bertakwa
Sobat, sebagai seorang Muslim kita seneng banget ngeliat kian semaraknya acara-acara islami yang mengisi media massa. Seperti FNI, NTQ, Dakwah TPI, Top Model Muslimah, atau Pemilihan Putri Muslimah Indonesia. Begitu juga dengan popularitas simbol-simbol islami di tengah masyarakat. Busana muslimah yang menutup aurat tidak lagi asing. Senandung nasyid islami dengan mudah ditemui. Bahkan tayangan-tayangan islami kian mendominasi. Inikah tanda-tandanya kebangkitan Islam?
Kalo kita bandingkan dengan negara-negara Timur Tengah, ternyata di sana syiar dan simbol Islam udah jadi makanan sehari-hari. Tapi kenyataannya, tak ada satu negara pun yang mampu bangkit memimpin dunia. Malah sebaliknya banyak yang jadi bulan-bulanan negara penjajah Amerika, Inggris, atau Israel. Jadi yang benar, kebangkitan Islam nggak cuma dilihat dari syiar dan simbolnya aja. Karena yang terpenting itu pelaksanaan syariatnya yang dibingkai dalam Khilafah Islamiyah. Itu yang diajarkan Rasulullah saw. dan para sahabat kepada kita. Bener lho!
Karena itu, kalo kita pengen memberdayakan potensi yang dimiliki kaum Muslimah untuk kebangkitan ummat, nggak seharusnya terjebak dengan pagelaran kontes kecantikan. Kalo emang bener yang mo jadi prioritas penilaian bukan beauty, kenapa juga kudu pake acara fashion show. Lebih baik diadakan berbagai pengkajian-pengkajian Islam khusus Muslimah biar pada cerdas dan bertakwa. Misalnya, memberdayakan Majlis Taklim, diinstruksikan untuk diadakan pengkajian Islam seminggu sekali. Tujuannya, agar bangunan akidah para Muslimah lebih kokoh membentengi jiwanya. Meski ini keliatannya nggak populer, tapi kudu dijalanin biar muslimah pada cerdas. Bukan malah membius mereka dengan ajang seperti itu. Khawatir malah jadi nggak mendidik.
Terakhir, kita maaf banget kalo dianggap cerewet ngasih komentar sekaligus masukan untuk ajang kontes-kontesan ini. Asli lho, kita nggak punya maksud menyalahkan satu pihak. Karena kita juga nyadar kalo kondisi ini lahir akibat dari serangan budaya Barat yang bikin lingkungan kita kian steril dari aturan Islam dan minimnya pengetahuan kita tentang ajaran Islam. Tapi sekadar nyadar terus diem aja, tentu bukan sikap Muslim yang baik. Kita menyampaikan ‘uneg-uneg’ ini sebagai bagian dari dakwah Islam. Kita nggak pengen para Muslimah terjebak dalam gaya hidup yang dibalut mitos kecantikan sebagai standar dalam menilai martabat seorang wanita. Jahiliyah banget itu mah.
So, mari sama-sama gelorakan pengajian untuk semua. Dalam forum pengajian itulah kaum Muslimah akan semakin memahami kemuliaannya sebagai hamba Allah. Sehingga nggak perlu pake kontes-kontesan untuk mensosialisasikan busana muslimah atau menjaring muslimah sejati. Karena itu semua adalah konsekuensi dari keimanan kita terhadap Allah dan RasulNya. Kalo imannya udah manteb, maka insya Allah nggak cuma penampilannya aja yang syar’i, tetapi cara berpikir dan berperilakunya pun secara alami akan ikut nyar’i. Ini baru muslimah sejati. Betul? Itu sebabnya, gelorakan pengajian. Yuk!
Udah bisa dipastiin kalo kaum hawa yang daftar acara kontes ‘ratu-ratu’-an di atas pasti bejibun. Soalnya para gadis belia suka rajin daftar sana-sini-sono biar bisa ngikut pemilihan model dan bintang layar kaca. Siapa tahu kepilih. Apalagi, para biro iklan dan agen-agen model paling getol nyari calon bintang di kegiatan yang menampilkan gadis-gadis cantik ini. Atau malah mereka yang sengaja mensponsori untuk menjaring bintang-bintang muda yang berbakat dan tentu saja menjual. Bisa jadi kan? Ya, bisa-bisa aja!
Meski 3 B alias Brain (kepintaran), Beauty (kecantikan) dan Behavior (perilaku) yang selalu dijadikan standar untuk memilih sang pemenang, tetep aja ukuran kecantikan selalu jadi prioritas. Lantaran kontes pemilihan wanita-wanita cantik ini tak bisa dilepaskan dari bisnis entertaintment, showbiz, dan commercial yang tentu saja menomorsatukan penampilan fisik dibanding yang lain.
Walhasil, para peserta kontes bakal dituntut untuk tampil all out kalo pengen dinobatkan sebagai pemenang. Berani berlenggak-lenggok memamerkan parasnya yang cantik, bodinya yang aduhai, serta busana seksinya untuk memikat para dewan juri, pencari bakat dari biro iklan, atau agen-agen model. Yang dihargai dari seorang wanita hanya penampilan fisik yang mampu menggoda lawan jenisnya. Idih, rendah banget. Kasihan deh!
‘3B’ plus Belief...
Awalnya, keprihatinan terhadap banyaknya acara pemilihan idola atau kontes putri-putrian yang tidak islami yang dirasakan oleh Mark Sungkar dan Ratih Sanggarwati. Kemudian, lahirlah gagasan untuk menggelar kontes Pemilihan Putri Muslimah Indonesia (PPMI). Ajang ini bakal dikemas sebagai sebuah kontes untuk memilih sosok wanita Muslim yang merepresentasikan karakter Muslimah sejati. (Republika, 28/04/06).
Kayak gimana sih sosok muslimah yang dikehendaki? Ketua PPMI, Mark Sungkar, memastikan dewan juri akan lebih memfokuskan penilaian terhadap pola pikirnya, akhlaknya, dan juga kehidupan rohaninya. Salah satu panitia, Ratih Sanggarwati, juga menegaskan “Penilaian fisik memang ada, tapi bukan yang utama.”.
Untuk itu, syarat yang diajukan panitia terhadap calon-calon kandidat lumayan ketat. Para peserta wajib berjilbab (atau berkerudung yang dimaksud panitia? Soalnya kerudung itu bukan jilbab, beda lho!) dalam keseharian. Nggak cuma saat kontes berlangsung, secara akademis berprestasi, shaleh, memiliki akhlak yang baik, dan peduli lingkungan. Dengan begitu, diharapkan ajang ini mampu melahirkan ikon Muslimah sejati yang nantinya bisa menjadi daiyah atau mubalighah untuk memperkenalkan kehidupan Islam bagi generasinya. Hmm...boleh juga tuh. But, bener nggak nih tujuannya?
Menanggapi rencana pemilihan Puteri Muslimah Indonesia, Ketua PP Aisyiyah, Siti Chamamah, menyatakan, para pesertanya haruslah sosok yang memiliki keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Dan yang terpenting, penilaian fisik tidak dijadikan patokan utama.
Sementara itu menurut salah satu Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama, Gefarina Djohan, “Panitia harus membuat standar penilaian yang sangat jelas dan berbeda dari ajang sejenis untuk membuat masyarakat paham bahwa ajang ini memang berbeda. Jangan sampai kriterianya sama namun hanya dibedakan oleh peserta yang memakai jilbab saja, karena kalau seperti ini yang tidak ada bedanya”.
Ia mengingatkan, jangan sampai ajang ini hanya menjadi ajang untuk fashion show dan sejenisnya. Selama pemilihan itu masih berkutat pada persoalan busana dan fisik, “Menurut saya acara ini tidak perlu digelar, kalaupun digelar, ganti saja judulnya jadi Pemilihan Puteri Berbusana Muslimah,” ujar Gefa. Moga-moga panita nggak lupa atau pura-pura lupa ya ama pesan ini.
Serupa tapi tak sama
Sobat muda muslim, sebelum PPMI, ajang serupa yang islami juga telah beberapa kali digelar. Meski kemasan acara dan target pesertanya berbeda, tapi latar belakang kelahirannya setali tiga uang. Sama-sama berangkat dari keprihatinan terhadap program talent remaja yang tidak islami. Sehingga menghadirkan program alternatif bagi generasi muda Islam untuk menggali potensinya. Gitchu!
Bagi remaja putra, pernah ada FNI alias Festival Nasyid Indonesia yang dilaunching 23 Juni 2004 silam. Atau Nasyid Tausyiah dan Qiraah (NTQ) yang digelar tanggal 7 Oktober hingga 4 November 2004. Sempet ada juga, ajang Dakwah TPI yang digelar Juni 2005 lalu. Sementara buat yang putri, Lembaga Pendidikan Ratih Sang (LPRS) pernah menggelar Pemilihan Top Model Muslimah Indonesia pada September 2005.
Sayangnya, sampe sekarang gaung acara-acara islami di atas kian menghilang ditelan acara sejenis yang tidak islami. Syiarnya cuma kedengeran saat pagelaran aja. Selepas itu, jejaknya seolah hilang terbawa angin. Padahal, ‘ongkos’ tenaga, waktu, pikiran, dan materi yang dikeluarin untuk acara-acara Islami ini nggak sedikit lho. Untuk menggelar FNI aja, ongkos produksinya dari mulai penginapan peserta festival (di Raffles Hill, yang pernah dipake peserta AFI 1-3), hingga ditayangkan di layar kaca, kata Manajer Nondrama Indosiar, Jufipriyanto, sekitar Rp 1 Miliar. (Koran Tempo, 17 Oktober 2004). Weleh....weleh...!
Dari yang udah-udah, acara model gini akhirnya hanya sebatas ekstravaganza aja. Sedikit sekali manfaatnya untuk kebangkitan umat. Yang sampe ke masyarakat nggak jauh dari simbol-simbol Islami yang identik dengan kerudung, jilbab, nasyid, atau pesan moral dari para dai. Terus, gimana dengan PPMI?
Awas terjebak tabarruj
Seperti halnya Ibu Gefarina Djohan, kita juga jadi khawatir dengan PPMI yang bakal digelar ini. Jangan-jangan malah nggak ada bedanya dengan Pemilihan Putri Indonesia dsb. Cuma jadi ajang fashion show ala Muslimah dengan busananya yang menutup aurat. Padahal acara fashion show kan udah jelas-jelas mengandung unsur tabarruj yang dibenci Allah dan RasulNya. Belon tahu tabarruj?
Gini, asal ‘Tabarruj’ di ambil dari kata al-buruj yang berarti bangunan benteng, istana, atau menara yang menjulang tinggi. Wanita yang bertabarruj berarti dia menampakkan tinggi-tinggi kecantikannya, sebagaimana benteng atau istana atau menara yang menjulang tinggi-tinggi. (Tabarruj, Ni’mah Rasyid Ridha)
Dengan kata lain, tabarruj adalah menampakkan keelokan tubuh dan kecantikan wajah berikut pesonanya. Atau seperti kata Imam al-Bukhari, ‘Tabarruj adalah perbuatan wanita yang memamerkan segala kecantikan miliknya”.
Dalam ajang PPMI atau sejenisnya, para peserta bisa terjebak dalam perlombaan bertabarruj-ria. Seislami apa pun syarat yang diajukan bagi peserta kontes, ujungnya mereka kudu berlenggak-lenggok di atas ‘kucing berjalan’ alias cat walk memamerkan busana Muslimah dan tentu saja kecantikan wajahnya untuk memperebutkan perhatian dewan juri layaknya peragawati.
Kondisi ini diperparah oleh dunia fashion yang telah memodifikasi busana muslimah dengan aneka hiasannya menjadi alat untuk mempercantik diri yang menjadi daya tarik bagi kaum laki-laki. Udah nggak terlalu mikirin apa modelnya sempurna sesuai syariat atau nggak, yang penting tren, unik, cantik, dan beda. Nggak masalah sih kalo busana muslimah itu dipake dihadapan suami atau mahramnya, lha ini sengaja dipamerkan di ruang publik. Berabe Sis! Sumpah!
Rasulullah saw. bersabda: “”Wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka melenggak-lenggokkan tubuhnya dan kepalanya bagai punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan keharumannya, meskipun harum surga itu dapat dicium dari jarak sekian dan sekian.” (HR Muslim)
Muslimah sejati; cerdas dan bertakwa
Sobat, sebagai seorang Muslim kita seneng banget ngeliat kian semaraknya acara-acara islami yang mengisi media massa. Seperti FNI, NTQ, Dakwah TPI, Top Model Muslimah, atau Pemilihan Putri Muslimah Indonesia. Begitu juga dengan popularitas simbol-simbol islami di tengah masyarakat. Busana muslimah yang menutup aurat tidak lagi asing. Senandung nasyid islami dengan mudah ditemui. Bahkan tayangan-tayangan islami kian mendominasi. Inikah tanda-tandanya kebangkitan Islam?
Kalo kita bandingkan dengan negara-negara Timur Tengah, ternyata di sana syiar dan simbol Islam udah jadi makanan sehari-hari. Tapi kenyataannya, tak ada satu negara pun yang mampu bangkit memimpin dunia. Malah sebaliknya banyak yang jadi bulan-bulanan negara penjajah Amerika, Inggris, atau Israel. Jadi yang benar, kebangkitan Islam nggak cuma dilihat dari syiar dan simbolnya aja. Karena yang terpenting itu pelaksanaan syariatnya yang dibingkai dalam Khilafah Islamiyah. Itu yang diajarkan Rasulullah saw. dan para sahabat kepada kita. Bener lho!
Karena itu, kalo kita pengen memberdayakan potensi yang dimiliki kaum Muslimah untuk kebangkitan ummat, nggak seharusnya terjebak dengan pagelaran kontes kecantikan. Kalo emang bener yang mo jadi prioritas penilaian bukan beauty, kenapa juga kudu pake acara fashion show. Lebih baik diadakan berbagai pengkajian-pengkajian Islam khusus Muslimah biar pada cerdas dan bertakwa. Misalnya, memberdayakan Majlis Taklim, diinstruksikan untuk diadakan pengkajian Islam seminggu sekali. Tujuannya, agar bangunan akidah para Muslimah lebih kokoh membentengi jiwanya. Meski ini keliatannya nggak populer, tapi kudu dijalanin biar muslimah pada cerdas. Bukan malah membius mereka dengan ajang seperti itu. Khawatir malah jadi nggak mendidik.
Terakhir, kita maaf banget kalo dianggap cerewet ngasih komentar sekaligus masukan untuk ajang kontes-kontesan ini. Asli lho, kita nggak punya maksud menyalahkan satu pihak. Karena kita juga nyadar kalo kondisi ini lahir akibat dari serangan budaya Barat yang bikin lingkungan kita kian steril dari aturan Islam dan minimnya pengetahuan kita tentang ajaran Islam. Tapi sekadar nyadar terus diem aja, tentu bukan sikap Muslim yang baik. Kita menyampaikan ‘uneg-uneg’ ini sebagai bagian dari dakwah Islam. Kita nggak pengen para Muslimah terjebak dalam gaya hidup yang dibalut mitos kecantikan sebagai standar dalam menilai martabat seorang wanita. Jahiliyah banget itu mah.
So, mari sama-sama gelorakan pengajian untuk semua. Dalam forum pengajian itulah kaum Muslimah akan semakin memahami kemuliaannya sebagai hamba Allah. Sehingga nggak perlu pake kontes-kontesan untuk mensosialisasikan busana muslimah atau menjaring muslimah sejati. Karena itu semua adalah konsekuensi dari keimanan kita terhadap Allah dan RasulNya. Kalo imannya udah manteb, maka insya Allah nggak cuma penampilannya aja yang syar’i, tetapi cara berpikir dan berperilakunya pun secara alami akan ikut nyar’i. Ini baru muslimah sejati. Betul? Itu sebabnya, gelorakan pengajian. Yuk!
Subscribe to:
Posts (Atom)